Langit sedikit mendung. Gerimis turun tipis-tipis. Sesekali angin bertiup membuat bulu kuduk sedikit bergidik. Seorang gadis muda tengah bersiap untuk suatu acara. Dia ditunjuk sebagai pambaca acara alias MC. Ini adalah pegalaman pertamanya naik panggung menjadi Master of Ceremony.
Gadis muda itu adalah Dian Ayu. Dia anak Komunitas Mahima yang bakal menjadi MC dalam pementasan Teater Legenda Rasa (kisah perjalanan usaha Kopi Banyuatis) di Hotel Bali Taman, Lovina, Buleleng, Sabtu 27 Agustus 2022. Pementasan itu disutradarai Kadek Sonia Piscayanti.
Tentu saja Dian Ayu gugup. Segala kebutuhan untk memandu acara malam itu dipersiapkannya dengan matang. Script telah dibaca berulang-ulang. Tumpukan kertas diatur sesuai urutannya agar ia tidak bingung saat beranjak dari acara satu ke acara berikutnya.
Hari masih tampak terang walau matahari hampir terbenam. Gadis muda itu datang menggunakan jaket berwarna cokelat. Dari penampilannya tentu saja ia datang dengan sepeda motor. Tapi wajahnya yang bulat (menurut saya) itu sudah penuh dengan riasan serta bulu mata anti pelakor.
Sepatu baru MC Dian Ayu
Pipinya sedikit merona karena blush on. Begitu juga dengan bibir mungilnya yang disapu dengan lipstik. Sesampainya di tempat acara, ia langsung menuju salah satu kamar hotel memang sudah dihuni oleh kru acara. Di kamar itu ia lantas mengganti pakaiannya dengan gaun mini berwarna hitam.
Seketika ia yang tumben memakai pakaian modis itu merasa sedikit tertekan. Tapi ia meyakinkan diri, kalau tidak belajar saat ini maka ia akan terus tertinggal. Rasa gugup mulai tergambar di wajahnya. Wajar, baru pertama kali. Saya yang kebetulan berada di kamar itu mencoba mengobrol dan menenangkan. Walau sebenarnya saya yakin dia mampu melakukannya.
Tapi tetap saja, yang namanya gugup karena pertama kali tentu menghantuinya. Menghilangkan rasa gugup itu ia kemudian mencoba menghibur diri dengan selfie. Saat tiba waktunya, ia langsung bergegas menggunakan sepatu yang baru saja ia beli. Lalu untuk menunjang penampilannya, ia rela mencukur bulu kaki yang menggemaskan itu. Katanya ia tidak percaya diri.
Ya memang tidak ada yang salah. Saya pun demikian saat jadi MC pertama kali. Bedanya tidak sampai cukur bulu kaki dan beli sepatu. Cuma beli baju baru saja.
Di belakang panggung
Tampaknya tak hanya Dian Ayu yang tampak gugup. Sejumlah pemain yang terlibat dalam teater Legenda Rasa itu sepertinya juga deg-degan, meski tak terlalu cemas.
Maklum, Teater Legenda Rasa yang diinisiasi Komunitas Mahima bersama manajemen Kopi Banyuatis ini memang diisi sejumlah pemain yang baru pertama kali main teater. Aktor-aktor teater itu terjaring dalam lomba Banyuatis Mencari Aktor yang diadakan sebelumnya. Dalam lomba itu, masuk empat aktor.
Dari empat itu, dua orang baru pertama kali main teater. Mereka adalah Ida Bagus Partawijaya yang seorang pensiunan pilot, dan Bagus Widhia Kusuma Putra yang sehari-hari sebagai penyuluh agama. Satu lagi, Gusti Made Aryana alias Dalang sembroli sudah biasa main teater, apalagi ia memang seorang dalang. Satu lagi, Tini Wahyuni, sudah pernah main monolog dalam proyek teater Komunitas Mahima yang berjudul 11 Ibu 11 Panggung 11 Kisah.
Sebelum naik panggung, MC dan para pemain pun bersiap-siap. Suasana biasa saja. Tidak begitu riuh dan tidak terlalu gawat. Hanya soundman yang selintas terlihat tegang. Takut-takut kalau terjadi kesalahan. Semua aktor yang akan tampil pada teater Legenda Rasa berkumpul.
MC Dian Ayu saat memulai acara
Mereka tampak riang. Tapi sebetulnya mereka juga gugup. Apalagi bagi yang pertama kali bermain teater seperti Ida Bagus Partawijaya. Kegugupan itu sedikit kentara. Mulai dari duduk di satu tempat, kemudian berpindah ke tempat yang lain. Tapi memang waktu itu tempat duduknya kurang. Ya, maklum, semua serba baru bagi Ida Parta yang saat itu berperan menjadi Putu Dalang, generasi kedua usaha Kopi Banyuatis.
Samar-samar, Ida Parta membuka botol air mineral. Ia komat-kamit pada botol itu. Saya pikir merapalkan mantra untuk menghilangkan gugup. Ternyata bukan mantra tapi bernyanyi. Ada-ada saja si bapak pilot ini. Ya, wajar. Biasanya dia naik pesawat tapi sekarang dia naik panggung. Tentu rasanya juga beda. Kalau naik pesawat lihat awan tapi kalau naik panggung lihat banyak mata dan terkadang lihat punggung.
Di satu sisi, Gusti Made Aryana yang berperan sebagai Jro Dalang (ayah dari Putu Dalang) juga tengah bersiap. Ia memakai kain dan berdandan layaknya kakek-kakek. Di tengah perisiapannya, Jro Dalang juga dibantu Jro Putu, istrinya.
“Mangkin, Jik? (Sekarang, Pak?)”, tanya Jro Putu kepada suaminya saat akan bersiap.
Gusti Made Aryana dibantu sang istri
Ah, romantis sekali. Dengan telaten ia melayani suaminya. Membantu menyisir dan mewarnai rambut dengan kapur sirih agar mirip seperti orang tua. Tangannya sangat cekatan. Ia sudah hapal betul apa yang menjadi kebutuhan suaminya itu. Dalam sekejap Gusti Aryana pun siap. Siap naik panggung. Siap memainkan peran.
Sementara, Bagus yang mendapat peran sebagai Ketut Englan, anak dari Putu Dalang juga sibuk menghapalkan dialog. Ia juga tak terhindarkan dari rasa gugup. Ia takut jika ia melupakan bait-bait naskah. Ia memang pertama kali main teater.
Diam-diam Tini Wahyuni yang berperan sebagai ibu memperhatikan sekeliling. Alih-alih sibuk menghapalkan naskah, ia sibuk menyiapkan kopi yang akan ia gunakan saat pentas. Ia menginginkan pementasan yang sempurna. Ya, tentu saja. Semua orang menginginkan itu.
Tini yang sudah pernah memainkan naskah drama rupanya masih merasakan kegugupan. Pentas pun dimulai. Penampilan di atas panggung cukup memuaskan bagi saya. Para aktor tampil maksimal. Peran baru, pengalaman baru, memunculkan kesan baru pula.
Di luar panggung
Pementasan pun dimulai. Selama pementasan berlangsung, penonton tampak terkesima. Saya tidak berani memastikan semua tamu yang hadir mengerti dengan cerita yang disampaikan. Tapi kalau dilihat dari wajah-wajahnya yang serius menonton, mungkin saja mereka paham.
Gusti Made Aryana berperan sebagai Jro Dalang
Ida Bagus Partawijaya sebagai Putu Dalang
Bagus WKP sebagai Ketut Englan dan Tini Wahyuni sebagai dadong
Di sebelah saya ada seorang anak kira-kira berusia 5 tahun. Ia duduk dengan santai. Sesekali ia tertawa dengan renyah. Ia begitu bahagia. Terlepas apakah anak itu mengerti atau tidak dengan pementasan teater itu. Di sekitar, tamu lainnya bergeming seakan terpukau.
Mari beralih ke panitia. Panitia dalam acara itu juga tampak tegang. Mereka bekerja semaksimal mungkin agar acaranya berjalan lancar. Setiap orang memiliki tugas masing-masing. HT dalam genggaman tak pernah lepas. Tak ada yang lengah. Acara berjalan tepat waktu dan selesai tepat waktu.
Dian Ayu sang MC pun lega, aktor baru juga bahagia, aktor yang biasa bermain bisa puas, sutradara senyum-senyum dan panitia pun beres-beres.[T]
BACA JUGA: