Kerja membangun literasi tidak dapat hanya dilakukan oleh lembaga pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, apalagi dibebankan kepada sekolah. Kehadiran dan keberadaan komunitas literasi di masyarakat menjadi penting dan menjadi ujung tombak kedua setelah praktik baik literasi di sekolah (Gerakan Literasi Sekolah). Sehubungan dengan hal tersebut, pada bulan Maret 2022, Balai Bahasa Provinsi Bali melaksanakan pendataan dan pemutakhiran komunitas literasi di Provinsi Bali.
Kegiatan penjaringan data komunitas literasi dilakukan dengan dua tahapan, yaitu tahap langsung dan tidak langsung. Tahap langsung ini dilaksanakan di dua kabupaten (Bangli dan Buleleng) dan satu Kota Denpasar. Arah dari kegiatan ini ke depan adalah untuk menyinergikan kerja sama bidang literasi antara Balai Bahasa Provinsi Bali dan komunitas literasi, baik di sekolah maupun di masyarakat. Langkah ini dilakukan bertujuan untuk membuat suatu sistem yang sinergi antara literasi di sekolah dan di masyarakat.
Kegitan ini bertujuan untuk (1) mendata komunitas literasi, baik di sekolah maupun di masyarakat, (2) memetakan jenis komunitas yang bergerak di Provinsi Bali, yaitu komunitas yang berupa pojok baca, perpustakan berjalan atau perpustakaan keliling, taman baca, rumah baca, dan komunitas independen lainnya yang memiliki visi dan misi sama untuk menumbuhkembangkan budaya literasi untuk masyarakat Bali yang literat.
Hasil penjaringan data komunitas literasi telah terkumpul sebanyak 42 komunitas literasi. Jumlah ini menunjukkan aktivitas literasi di Pulau Bali dapat dikatakan “cukup” aktif. Komunitas literasi ini terdiri atas berbagai jenis komunitas, baik literasi yang bergerak di sekolah maupun di masyarakat. Di Bali bermunculan titik lokasi di kabupaten dan kota yang bergerak dalam bidang literasi.
Di tempat tersebut, terlahir perpustakaan komunitas dengan berbagai nama sebutan. Komunitas literasi menamakan dirinya dengan sebutan komunitas literasi, rumah baca, desa belajar, perpustakaan, pondok baca, taman baca, sudut baca, dan pojok baca. Untuk nama-nama gubug baca, teras baca, museum baca, sanggar baca, langgar baca, pos baca, sudut baca, kedai baca, kafe baca, garasi baca, dan sebutan lainnya belum ditemukan penamaan tersebut di Bali.
Komunitas literasi jika dihubungkan dengan sekolah atau masyarakat atau lembaga atau perpustakaan memiliki peranan penting untuk keberlangsungan literasi di Bali. Salah satu cara membangun literasi di sekolah di Kabupaten Buleleng, misalnya SMA Bali Mandara dan SMK Bali Mandara, sejak Oktober 2016 telah mendeklarasikan Gerakan Literasi Sekolah.
Di samping itu, SMA Bali Mandara mendirikan Komunitas 9 Pohon SMA Bali Mandara yang sudah malang melintang mengikuti berbagai lomba tingkat daerah ataupun nasional. Kegiatan literasi yang dicanangkan di sekolah tersebut adalah silent reading yang berlangsung 15—30 menit sebelum pelajaran dimulai.
Bahan bacaan yang diwajibkan untuk dibaca oleh siswa dalam keadaan hening adalah bacaan selain buku pelajaran, seperti buku umum, koran, majalah, buletin, dan novel. Sumber bacaan ini dapat diperoleh di perpustakaan atau siswa membawa bahan bacaan koleksi pribadi. Kegiatan membaca ini telah dilakukan sejak pertama kali sekolah ini didirikan pada tahun 2012 dan diresmikan pada tahun 2015 untuk SMK Bali Mandara. Sementara itu, SMA Bali Mandara sudah berdiri sejak tahun 2011.
Sebagai penunjang dalam program silent reading, pihak sekolah tidak hanya menyediakan berbagai jenis buku di perpustakaan, tetapi juga mengakomodasi dibuatnya pojok baca di beberapa tempat yang dianggap strategis. Dengan demikian, diharapkan para peserta didik, terutama yang memiliki minat baca tinggi, terakomodasi untuk mendapatkan sumber bacaan.
Untuk menyukseskan Gerakan Literasi Sekolah, SMA dan SMK Bali Mandara membetuk tim literasi yang bertugas mengawal semua aktivitas kegiatan literasi di sekolah, yaitu menyelenggarakan kegiatan lomba literasi bertepatan perinagtan hari besar nasional, seperti HUT RI, Hari Pendidikan Nasional, dan Bulan Bahasa.
Secara umum, visi dari beberapa ketua komunitas dalam mendirikan komunitas literasi di Bali, tidak lain sebagai wahana melaksanakan kegiatan literasi di sekolah ataupun di lingkungan masyarakat.
Sebagai contoh, wawancara tim Balai Bahasa bertemu dengan Bapak I Wayan Artika mengatakan bahwa visinya mendirikan Komunitas Desa Belajar adalah sebagai tempat atau wahana inkubator pendidikan nonformal di luar pembelajaran sekolah dengan menerapkan nilai-nilai kealaman dan kearifan lokal menuju masyarakat yang literat.
Tidak jauh berbeda dengan pendiri Komunitas Mahima, Kadek Sonia Piscayanti, dalam membangun komunitasnya bergerak dalam dua bidang sekaligus, yaitu literasi dan sastra. Komunitas Mahima mengombinasikan kegiatan berliterasi dan bersastra dalam watu wadah yang tepat.
Dalam kegiatan berliterasi, Sonia menyebutkan bahwa Komunitas Mahima melakukan beberapa kegiatan literasi, seperti mendogeng secara daring, menulis puisi dan cerpen, dan pertunjukan teater mulai anak-anak hingga usia dewasa (kuliah). Selain itu, Komunitas Mahima juga bergerak dalam bidang penerbitan dan publikasi: Mahima Institute Indonesia dan Tatkala.co.
Selain Komunitas Mahima yang aktif dan produktif berkarya, di Buleleng juga ada Rumah Baca Fortuna Management yang didirikan oleh I Gde Arysantika juga memberikan layanan perpustakaan dan bidang seni lain. Dalam peresmiannya hadir Ibu Putri Koster sejak Agustus 2021 dan keberadaan rumah baca ini sebagai upaya memperkenalkan dunia literasi kepada masyarakat.
Para pegiat literasi di Bali ini hanya bermodalkan keprihatinan melihat kondisi minat baca di sekitar mereka. Ketua komunitas juga tidak larut dalam hasil kajian minat baca serta lainnya yang belum memuaskan. Mereka justru lebih fokus pada upaya serta pergerakan-pergerakan yang berkesinambungan dengan sukarela ikut berpartisipasi dalam memajukan literasi, minimal dimulai dari sekitar dirinya sendiri. Mereka berbuat dengan kemampuan yang dimiliki, dengan keahlian, kesenian, kebudayaan, keterampilan serta berbagai hal yang dirasa mampu mendorong geliat literasi.
Selain literasi baca tulis, ada pula komunitas yang memperkenalkan literasi lain, seperti literasi sains. Contohnya adalah komunitas literasi sains di Kabupaten Bangli, yaitu Komunitas Bali Gadang (sebelumnya bernama Komunitas Sulahan Bird Farm Literasi dan Penangkaran Burung). I Wayan Sandika Adi mengatakan bahwa komunitas ini memperkenalkan anak-anak pada kegiatan beternak burung.
Anak-anak dapat berkunjung, melihat, dan ikut belajar mengelola dan memelihara peternakan burung. Kegiatan komunitas ini adalah kegiatan yang sangat bermanfaat dan menarik bagi anak-anak. Mereka dapat mengenal alam secara lebih nyata dan mendapatkan keterampilan baru selain dari keterampilan yang diajarkan oleh guru-guru di sekolah.
Selain itu, diskusi dengan pecinta burung tentang pakan ternak dan bagaimana menernakan burung. Komunitas lainnya yang bergerak dalam bidang film dan seni tardisional di Bangli pun mewarnai dunia literasi di tengah Gerakan Literasi Nasional, di antara Komunitas Pasraman Dukuh Suladri, Bangli Film Club, Komunitas Tanpa Laut, dan Komunitas Umah Bata.
Keberagaman kemampuan dan bakat yang mereka miliki memberikan berbagai warna dan karakter yang beragam ranah komunitas literasi di Bali. berikut data komunitas yang sudah didata oleh tim literasi Balai Bahasa Provinsi Bali yang saat ini masih pengisian kuesioner dan profil secara daring selama bulan Maret.
Komunitas-komunitas di Bali, yaitu Komunitas Tanpa Laut (di Bangli), Komunitas Pasraman Dukuh Suladri (Bangli, Komunitas Umah Bata (Bangli), Komunitas Lembah Siem (Bangli), Bangli Film Club (Bangli) Komunitas Pondok Literasi Sabih (Pedawa, Buleleng), Rumah Baca Fortuna Management (Buleleng), Pojok Baca SMPN 1 Banjar (Buleleng), Komunitas Literasi Bisabilitas (Denpasar), Taman Baca Kesiman (Denpasar), Pojok Baca, Perpustakaan Badan Arsip Kota Denpasar, Lingkar Studi Sastra Denpasar, Komunitas Jejak Literasi (JLB), GPAN Bali (Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara Bali), Kambodja Rumah Belajar, TBM Yowana Tata (Denpasar), TBM Sant Egidio; Rumah Pelangi Sant’ Egidio, Bali Baca Buku, Bridge the Learn, Bright Circle Bali, Social Project Bali, Bali Mendongeng (Komunitas Dongeng di Bali), Kampung Dongeng Bali, TBM Mentari Fajar, TBM Kuncup Mekar SPNF SKB Badung, Pembina Komunitas Sastra Lentera, Komunitas Literasi Klungkung, Komunitas Literasi Karangasem, TBM Widya Santhi Mandiri, Bukit Baca Temawang, Komunitas Rumah Baca Loloan, Komunitas Anak Pecinta Literasi (Denpasar), Yayasan Mas (Gianyar), Komunitas Winapsari (Karangasem), Forum Teater Amlapura (Karangasem), Yayasan Literasi Anak Indonesia (Denpasar), Perpustakaan SMAN 7 Denpasar, Pojok Baca, Kanwil Kementeraian Agama Provinsi Bali, dan Perpustakaan Widya Parama Dharma SDN 14 Pemecutan, Denpasar.
Antara pegiat literasi satu dan lainnya memang tidak memiliki kesamaan dalam menggerakan literasi. Ada yang berbasis kesenian, berbasis sastra, berbasis kepenulisan, berbasis mendongeng, berbasis sains, berbasis kelashitung, dan berbasis sadar lingkungan. Kegiatan berliterasi di Bali sejauh pemantauan dan isian kuesioner yang dibagikan tim literasi Balai Bahasa Provinsi Bali bergerak dengan metode masing-masing dan mengacu pada kecakapan literasi dasar.
Salah satu cara membangun literasi bersama masyarakat di Bali adalah dengan melakukan kerja sama dan membangun jejaring literasi dengan komunitas di delapan kabupaten dan satu kota. Sejak 2 Mei 2008 sesuai dengan Keputusan Desa Nomor 7 Tahun 2008 dengan jumlah anggota perpustakaan sebanyak 275 orang dan jumlah koleksi buku sebanyak 6.024 eksemplar. Perpustakaan Pelangi juga melakukan prorgam perpustakaan seru dengan melakukan kegiatan perpustakaan keliling ke sekolah dan masyarakat di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Dampak positif terhadap masyarakat Desa Patas dengan berdirinya Perpustakaan Pelangi, salah satunya adalah kegiatan pelatihan kursus bahasa Inggris.
Dari gerakan literasi berawal dari perpustakaan menjadi peluang dan tantangan bagi pustakawan yang di daerahnya sepi dari kegiatan literasi. Pustakawan tersebut, khususnya yang berada dalam instansi Perpustakaan Umum hendaknya mampu menumbuhkan kesadaran literasi di daerahnya. Namun, contoh Perpustakaan Pelangi Desa Patas merupakan gerakan yang dapat mendukung masyarakat yang literat.
Pada masa pandemi ini, banyak komunitas yang melaksanakan kegiatan secara daring, misalnya Komunitas Kanaditya, Debby Lukito menyampaikan bahwa kegiatan literasi komunitasnya dilakukan secara daring, seperti Kelas Memasak RMH yang dilakukan beberapa hari lalu dan kelas menulis lainnya.
Komunitas literasi di Provinsi Bali dapat diklasifikasi ke dalam tiga jenis komunitas, yaitu komunitas mandiri, komunitas yang tergabung dalam Taman Baca Masyarakat (TBM) dan komunitas yang didirikan oleh pemerintah. Komunitas mandiri yang didirikan secara perseorangan biasanya berlokasi di tempat tinggal pendiri komunitas. Secara umum, terbentuknya komunitas di masyarakat bermula dari adanya keresahan yang dirasakan oleh para pendiri, terutama akan kurangnya minat baca masyarakat.
Kegiatan komunitas literasi di Bali ini bukannya terlaksana tanpa kendala, sejumlah persoalan muncul dan menjadi pembatas pergerakan komunitas. Salah satu persoalan yang paling banyak dihadapi oleh komunitas literasi adalah minimnya dana yang dimiliki. Hal tersebut menyebabkan kegiatan literasi hanya berfokus pada baca dan tulis.
Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia dan keterbatasan kemampuan pengelola dalam menguasai literasi dasar juga menjadi penyebab aktivitas komunitas literasi belum berkembang pada jenis literasi lainnya. Persoalan lainnya yang juga sering kali muncul adalah kurang tersedianya bahan bacaan di beberapa komunitas. Dengan adanya data komunitas yang dicatat dan dimiliki, diharapkan kelak komunitas literasi masyarakat dan pemerintah dapat saling membantu mengatasi berbagai kendala yang muncul dalam upaya pembudayaan literasi di Indonesia.
Sebagian besar komunitas literasi yang dibentuk oleh beberapa ketua komunitas memiliki kesamaan tujuan, terutama dalam kegiatan membaca dan menulis. Komunitas literasi di Provinsi Bali memiliki bentuk yang berbeda-beda, yaitu pojok baca, taman, baca, perpustakaan desa, dan komunitas literasi yang ada di sekolah.
Komunitas tersebut berfungsi (1) berperan sebagai fasilitas umum atau publik, (2) berbagi dan bertukar informasi dari apa yang dibaca dan ditulis, (3) meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui membaca, menulis, berdiskusi, (4) menumbuhkembangkan budaya literasi di tengah masyarakat secara luas, dan (5) mendorong munculnya akses ilmu pengetahuan secara informal dan menjadi wahana tumbuhnya aktivitas pendukung literasi.
Pendataan data komunitas literasi juga dilakukan sebagai upaya dokumentasi pergerakan dan aktivitas literasi di Provinsi Bali. Melaluii kegiatan ini, diharapkan bahwa komunitas literasi yang awalnya bergerak secara mandiri, kelak dapat terintegrasi dengan lembaga pemerintah pengoordinasi Gerakan Literasi Nasional, yaitu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pencatatan data ini pun dilakukan agar nantinya komunitas literasi mandiri atau komunitas literasi kelompok dapat dilibatkan dan dibina dalam kegiatan literasi yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Bali sebagai salah satu UPT Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Belum ada kajian pasti tentang pertumbuhan pegiat literasi dalam ikut serta mendorong literasi di Provinsi Bali. Ada beberapa kabupaten bermunculan banyak pegiat literasi, sebaliknya ada pula kabupaten yang sepi dari kegiatan literasi. Dari femonema ini, Balai Bahasa Provinsi Bali memiliki peluang mengajak pegiat literasi untuk berkolaborasi dalam kegiatan pemberdayaan dan pembinaan komunitas literasi di tahun mendatang.
Komunitas literasi yang belum terdata tahun ini akan dilanjutkan tahun mendatang. Harapan tim kepada komunitas literasi bersedia mengisi dan melengkapi pemutakhiran profil komunitas penggerak literasi. Setelah terkumpulnya catatan komunitas literasi di Provinsi Bali, dapat disusun buku profil dan peta sebaran komunitas sebagai kesatuan sejarah pertumbuhan dan perkembangan komunitas literasi yang berlangsung di berbagai wilayah di Indonesia. Tugas ke depan Balai Bahasa Provinsi Bali adalah merangkul dan membina komunitas literasi di Bali untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan berliterasi dalam mendukung Gerakan Literasi Nasional [T][Tim Literasi, Puji Retno H. dan Elis S.M].