JAUH merantau dari kota asalnya Trenggalek, Jawa Timur, ke kota Purwokerto, Jawa Tengah, tentu sudah dipertimbangkan Ginanjar. Apalagi Ginanjar menjalani profesi sebagai dosen perguruan tinggi di kota sejuk ini. Ia anggap menjadi dosen adalah suratan takdirnya.
Menjadi dosen sudah pasti perlu jiwa pengabdian yang tinggi. Gaji dosen yang ia terima cukup jika hanya untuk menghidupi istri dan kedua anaknya. Namun jika ingin hidup yang lebih mewah, tentu saja tak mampu ia lakukan.
Meski demikian, Ginanjar menolak dengan halus tawaran ayahnya untuk melanjutkan usaha perkebunan tembakau di daerahnya. Menjadi pengusaha tembakau memang menjanjikan cuan yang lumayan. Ginanjar tetap memutuskan menjadi dosen, dengan alasan ingin mengabdi untuk masa depan bangsa.
Usaha perkebunan tembakau penuh risiko paceklik ketika terserang hama maupun krisis ekonomi. Sedangkan menjadi dosen memiliki jaminan masa depan, gaji tetap setiap bulan, dan tentu saja uang pensiun kelak yang berlaku seumur hidup.
Jiwa pengabdian Ginanjar memang sudah tampak sejak ia kecil hingga menginjak remaja. Orang tuanya sebagai pengusaha tembakau tidak membuat Ginanjar hidup dalam kemewahan. Ia memilih hidup sederhana sebagaimana teman-teman sebaya di daerahnya.
Ketimbang hidup berfoya-foya, Ginanjar memilih ikut kelompok kesenian jaranan di kampungnya. Kesenian seperti kuda lumping yang sering dipertunjukkan pada acara-acara adat di desanya. Melalui kesenian jaranan, ia ingin melestarikan budaya leluhur serta menghibur masyarakat.
Masa itu, Ginanjar dikenal sebagai pemain jaranan yang banyak penggemarnya. Maklum saja, gerakan menari Ginanjar sangat lincah dan memukau penonton. Itu semua karena ia memiliki khodam atau indang perempuan yang cantik.
Khodam atau indang adalah sejenis makhluk halus yang akan merasuk ke dalam tubuh pemain jaranan ketika dalam kondisi mendem atau kerasukan. Pada saat kerasukan, pemain jaranan akan menari dengan gerakan sesuai khodam masing-masing.
Khodam perempuan Ginanjar bernama Klinthingsari. Parasnya cantik dan senyumnya manis. Khodam itu diperoleh Ginanjar di seputaran makam Ki Ageng Menak Sopal di Trenggalek dengan tirakat tertentu. Ginanjar dapat memanggil Klinthingsari kapan pun dan di mana pun dengan ritual atau bacaan tertentu.
Seperti saat bermain jaranan misalnya, Klinthingsari akan dipanggil masuk ke dalam tubuh Ginanjar, sehingga menambah daya pikat penonton ketika dia menari.
***
Memiliki wajah yang tampan dan tubuh atletis membuat Ginanjar banyak disukai oleh mahasiswi maupun dosen-dosen perempuan. Apalagi Ginanjar memiliki sedikit lesung pipi yang membuatnya manis saat tersenyum. Entah karena khodam perempuan yang ia miliki atau lantaran ketampanannya, yang pasti Ginanjar banyak digemari orang.
Bahkan ada teman dosen Ginanjar yang menjulukinya Dilan 69. Entah apa yang dimaksud dengan angka 69 itu. Yang pasti, julukan itu diberikan karena penampilan Ginanjar yang selalu trendi, gaul, dan selalu berbusana kekinian, layaknya aktor yang memerankan film remaja Dilan.
Ia kerap memakai baju dengan dibalut jaket jeans. Kadang ia juga menggunakan sepeda motor kuno yang dimodifikasi seperti dalam film Dilan.
Gaya penampilan Ginanjar tentu saja membuat istrinya, Gayatri seringkali merasa cemburu. Istrinya takut Ginajar akan berpaling ke lain hati. Apalagi mahasiswi di kampus tempat Ginanjar mengajar cantik-cantik. Tidak sedikit mahasiswi yang datang ke rumah hanya untuk menanyakan tugas kuliah. Tentu saja ini membuat Gayatri cemberut dan cemburu berat. Oleh karena itu istrinya meminta Ginanjar untuk tidak menerima mahasiswi bimbingan ke rumah.
Seperti pagi ini, Ginanjar sedang melakukan bimbingan skripsi di ruangannya di kampus. Kali ini Indi Fahira, mahasiswi asal Bekasi berada di hadapan Ginanjar untuk bimbingan. Pesona dan sorot mata Ginanjar acapkali membuat mahasiswi berlama-lama untuk bimbingan. Meski demikian, tak pernah terjadi kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi. Ginanjar termasuk lelaki yang setia pada istrinya serta menjaga moralitasnya.
Di saat sedang dalam proses bimbingan, tiba-tiba Indi Fahira melihat sosok perempuan muncul berdiri di samping Ginanjar. Sudah pasti ia kaget. Apalagi perempuan itu memandanginya sambil tersenyum.
“Ada apa?” tanya Ginanjar ketika melihat Indi Fahira tampak Kaget.
“Ada perempuan di samping Bapak,” jawab Indi sambil menunjukkan roman muka takut.
Ginanjar hanya tersenyum. Tidak mengiyakan, tetapi juga tidak membantah jawaban Indi Fahira. Hal ini membuat Indi Fahira penasaran sekaligus ketakutan. Perempuan itu masih muda, cantik, berwajah khas Jawa dengan busana kebaya rancongan berwarna merah muda. Pakaian tradisional Jawa Timur dengan nuansa daerah Madura.
Indi Fahira tidak berani menatap perempuan itu. Ia juga tak hendak bertanya kepada Ginanjar. Pasti bukan manusia biasa, pikir Indi. Ia lebih memilih fokus pada bimbingan skripsinya. Dan ketika terdengar suara azan duhur dari mushala kampus, perempuan itu secara misterius menghilang. Indi Fahira merinding. Ingin secepatnya ia akhiri konsultasi di ruang Ginanjar.
***
Cerita sosok perempuan gaib di samping Ginanjar saat bimbingan skripsi bukan hanya dialami Indi Fahira. Teman-teman kuliah yang lain juga pernah melihatnya. Rachel, Aina, Murti, dan teman kuliah laki-laki seperti Alvin, dan Bayu juga pernah menyaksikannya. Semua mengatakan perempuan itu cantik dan berkebaya merah muda.
Dari mulut ke mulut tersebar tentang sosok perempuan yang sering mendampingi Ginanjar. Bayu mengatakan bahwa perempuan itu adalah khodam Ginanjar yang hanya muncul pada hari-hari tertentu saja. Bayu tahu persis itu, karena ia memiliki kemampuan melihat makhluk halus.
Menurut Bayu, sosok khodam perempuan Ginanjar hanya akan muncul pada setiap hari Rabu Manis dalam kalender Jawa. Hari itu adalah hari kebahagiaan bagi para indhang atau khodam, sehingga mereka menampakkan diri. Agar dapat muncul ke alam kenyataan manusia, maka sang pemilik khodam harus melakukan ritual tertentu.
Ginanjar biasanya memang melakukan ritual khusus pada hari Rabu Manis. Ia selalu menggunakan baju hitam lengan panjang. Selain itu, ia juga menjalani puasa ngasrep, yaitu berpuasa makanan yang mengandung rasa manis, asin, dan pedas. Karenanya pada hari itu Ginanjar hanya makan yang hambar tak berasa. Ritual itu bertujuan agar Ginanjar selalu menawan di mata orang lain.
Selain ritual, Ginanjar juga memiliki beberapa pantangan makanan. Ginanjar tidak boleh makan buah kolang-kaling, pisang emas, dan sayur labu siam. Jika melanggar pantangan itu, maka khodam perempuan yang ia miliki akan pergi meninggalkannya. Kolang-kaling, pisang emas, dan labu siam termasuk buah dan sayur yang dibenci oleh khodam.
Tidak selamanya khodam perempuan Ginanjar tampak tersenyum. Adakalanya juga kelihatan menyeramkan. Hal itu pernah dialami Murtiwati saat bimbingan proposal di ruang kerja Ginanjar. Hari itu memang Rabu Manis, dan tak sengaja Murtiwati memakai baju dan kerudung hitam.
Saat proses bimbingan berjalan, tiba-tiba muncul perempuan cantik di samping Ginanjar. Wajahnya tak ramah, seolah marah. Matanya melotot ke arah Murtiwati sepanjang proses bimbingan. Tentu saja membuatnya takut, berdebar, dan gemetaran.
“Kenapa kamu seperti ketakutan?” tanya Ginanjar melihat Murtiwati yang gelisah.
“Anu, Pak… itu ada perempuan di samping Bapak.. melotot!” jawab Murtiwati terbata-bata. Bukannya menenangkan, Ginanjar malah tersenyum.
“Kamu pakai baju dan kerudung hitam sih..”, kata Ginanjar masih dengan senyumnya.
Beruntung azan duhur berkumandang di mushala kampus. Perempuan khodam Ginanjar itu lenyap dari pandangan Murtiwati. Dari kejadian itu, Murtiwati dan mahasiswa lain menjadi tahu. Jika bimbingan dengan Ginanjar pada hari Rabu Manis jangan menggunakan pakaian serba hitam, karena dianggap ikut-ikutan Ginanjar yang memakai baju hitam. Hal itu akan membuat cemburu khodam perempuan Ginanjar. Dan sebagian besar mahasiswa lantas menghindari bimbingan skripsinya pada setiap hari Rabu Manis.
***
Kehadiran Klinthingsari, khodam perempuan Ginanjar, bukan hanya saat di kampus. Ketika di rumah, khodam itu juga kerap menampakkan diri, khususnya pada hari Selasa Kliwon atau menjelang Rabu Manis. Pada malam itu Ginanjar memang melakukan ritual mengundang khodamnya. Ginanjar seolah sedang berbicara dengan seseorang di dalam kamar khusus di rumahnya. Bahkan, sesekali seperti terdengar canda tawa Ginanjar dengan sosok perempuan.
Gayatri, istri Ginanjar, bukannya tinggal diam. Ia sangat cemburu pada Ginanjar yang memiliki khodam perempuan cantik. Beberapa kali ia menyaksikan penampakan perempuan itu di kamar kerja Ginanjar. Parasnya cantik. Saat terpergok olehnya, perempuan itu bukannya menghilang, tetapi malah tersenyum kepadanya. Rasa takut, seram, dan cemburu selalu timbul.
Namun bukan hanya paras cantik khodam milik suaminya yang membuat Gayatri cemburu. Istrinya acapkali diabaikan jika ingin dimanja. Rasa dongkol itu membuat Gayatri punya gagasan agar khodam suaminya dibuang saja. Tetapi Ginanjar selalu menolak dengan alasan ingin merawat warisan budaya leluhur.
Puncaknya, Gayatri betul-betul geram saat membuka pintu kamar Ginanjar pada Selasa Kliwon malam hari. Selasa Kliwon bagi masyarakat Jawa dianggap sebagai hari pengasihan; hari di mana orang-orang yang memiliki khodam melakukan ritual agar muncul aura wajah yang menimbulkan rasa kasih sayang dari orang lain.
Waktu itu Gayatri hendak meminta tolong Ginanjar memasang lampu dapur yang mati. Betapa terkejut Gayatri ketika melihat Ginanjar sedang menari bersama Klinthingsari, kodham perempuannya. Mereka menari layaknya sedang di pentas jaranan. Gayatri langsung berteriak dan meminta khodam itu pergi dari rumahnya.
Setelah kejadian itu Gayatri mengundang seorang kyai datang ke rumah untuk melakukan rukiyah kepada suaminya. Rukiyah dianggap sebagai upaya supranatural dengan pendekatan agama untuk mengusir makhluk gaib yang ada dalam diri seseorang.
Ginanjar tak berkutik. Istrinya memaksanya untuk dirukiyah. Ia pasrah saja, daripada bertengkar di hadapan kyai. Ia menurut saja saat tangan dan wajahnya dicorat-coret tulisan dengan spidol oleh kyai itu. Tulisan itu mirip seperti rajah, yang dipercaya memiliki energi transendental. Ginanjar juga mengikuti bacaan doa yang disampaikan sang kyai.
Bersamaan dengan selesainya bacaan doa itu, semburat asap merah muda keluar dari atas kepala Ginanjar. Asap itu menari-nari layaknya penari Jaranan. Kemudian terdengar suara perempuan tertawa. Sejenak asap pun menghilang.
Klinthingsari telah keluar dari tubuh Ginanjar. Khodam perempuan cantik itu telah kembali ke alamnya. Ginanjar tak lagi punya khodam. Tapi pesonanya sebagai dosen muda yang ganteng tak memudar. Mahasiswi masih menobatkannya sebagai Dilan 69. [T]
- Ini adalah cerita fiksi misteri bersambung. Jika terdapat kesamaan nama, tempat, dan peristiwa hanyalah kebetulan dan rekaan penulis semata
Penulis: Chusmeru
Editor: Adnyana Ole