TIDAK semua desa adat di Bali melakukan melasti ke segara atau laut seagai rangkaian dari upacara tawur kesanga dan Hari Nyepi. Ada desa yang ke danau, ada juga ke mata air di areal desa.
Desa Adat Nagasepaha, Buleleng, adalah salah satu desa adat yang melaksanakan melasti ke mata air suci yang ada di perbatasan desa. Di areal mata air itu terdapat Penyawangan Pura Segara, dan warga cukup melakukan rangkaian upacara melasti di penyawangan Pura Segara itu, tanpa perlu lagi berjalan ke laut.
Begitu juga pada melasti tahun 2025 ini. Pada Kamis, 27 Maret 2025, ribuan warga Desa Nagasepaha mengiringi prosesi melasti di Penyawangan Pura Segara. Mereka berjalan kaki diawali dari Pura Desa setempat sejak pukul 07.00 WITA.
Sebanyak 19 sarad, baik dari sejumlah Dadia maupun Pura Kahyangan Desa diusung oleh sejumlah krama menuju perbatasan desa yang diyakini sebagai penyawangan Pura Segara yang jaraknya kurang lebih 1 Kilometer.
Kelian Desa Adat Nagasepaha Made Darsana menjelaskan sejak dulu, krama yang ada di Desa Nagasepaha selalu melaksanakan kegiatan melasti di Penyawangan Pura Segara yang terletak di perbatasan antara Desa Sari Mekar dengan Desa Nagasepaha.
Darsana menyebut, hal ini merupakan warisan turun temurun melaksanakan pemelastian di Penyawangan Pura Segara. Disamping itu, tepat di bawah penyawangan Pura Segara, juga ada sumber mata air dan pemandian yang disucikan.
“Tentu ini sedikit berbeda dengan Desa lainnya yang melasti ke segara. Kami cukup hanya sampai di Penyawangan Pura Segara, mengingat dibawah penyawangan ada Pemandian dan sumber mata air,”jelas Darsana.
Hanya saja, lanjut Darsana Krama Desa Adat Nagasepaha melaksanakan melasti ke segara jika dilaksanakan Piodalan Agung di Pura Kahyangan Tiga, yakni Pura Dalem, Pura Prajapati dan Pura Desa.
“Kegiatan piodalan yang dilakukan setiap 2 tahun sekali ini juga dibarengi dengan prosesi mendak tirta Sanjiwani yang dimohonkan kepada Sang Hyang Baruna atau Ida Betara Baruna untuk meminta kerahayuan, keharmonisan untuk warga,”jelasnya.
Upacara melasti ini kaitannya dengan pesucian atau jika diartikan ke sekala diumpamakan beliau menyucikan diri pada sumber mata air yang disucikan tersebut. “Makna atau filosofinya sama, untuk melebur segala macam kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan, serta memperoleh air suci untuk kehidupan,”tandasnya.
Usai upacara melasti, Krama Desa Adat nantinya akan melakukan pecaruan Agung di Catus Pata Desa saat pengerupukan Jumat (28/3) nanti. Dilanjutkan dengan pawai ogoh – ogoh dan juga penyipengan. “Saat penyipengan kita sudah himbau ke pecalang Desa untuk selalu menjaga ketertiban dan kesucian pelaksanaan Catur Brata penyepian. Mereka nantinya melakukan pengawasan keliling desa,”tutupnya. [T]
Reporter/Penulis: Ado
Editor: Adnyana Ole