BERBAUR dengan warga muslim di Buleleng adalah hal biasa yang ditunjukkan Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra dan Wakil Bupati Buleleng Gede Supriatna. Pasangan pemimpin Buleleng itu biasa berbaur penuh canda, penuh keakraban, dan jauh dari kesan seremonial.
Di Desa Pegayamaan, sebuah desa dengan penduduk Muslim di Kecamatan Sukasada, Bupati Sutjidra dan Wabup Gede Supriatna dikenal dengan sangat baik. Ketika pemimpin itu datang untuk mengikuti Safari Ramadhan 1446 H, Kamis, 20 Maret 2025, mereka disambut meriah dengan atraksi seni burdah.
Kedua pimpinan Buleleng tersebut kompak berbaju putih dan berpeci hitam. Supriatna bahkan sesekali ikut mempergakan gerakan silat mengiringi irama burdah kepada warga.
Dalam sambutannya, Wabup Supit, demikian sapaan akrabnya, menyatakan sudah empat kali mengikuti buka puasa bersama di Masjid Jamik Safinatussalam Pegayaman. “Sejak empat tahun lalu, saya selalu hadir di masjid ini. Mulai masjid baru mulai dibangun sampai sekarang sudah 80 persen, tiap Ramadhan saya ke sini ikut berbuka bersama,” jelasnya.

Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra dan Wabup Gede Supriatna dalam acara Safari Ranadan di Desa Pegaaman | Foto: Yum
Ramadan bagi umat Muslim, di mana pun, termasuk di Buleleng, adalah momen yang baik untuk berkumpul, silaturahmi. Di Buleleng, kebersamaan terpancar di setiap tempat—di rumah, di masjid, dan di banyak tempat yang berorientasi kebaikan. Kebersamaan itu bukan hanya umat Muslim dan umat Muslim saja. Kebersamaan itu juga terjadi antara umat Muslim dan umat gama lain, termasuk umat Hindu di Buleleng. Momen ini pula yang dimanfaatkan Pemerintah Buleleng untuk memperkuat jalinan baik antarumat yang telah terjadi dengan baik di Buleleng.
Selama Ramadan, Bupati Sutjidra dan Wabup Supriatna selalu memanfaatkan kesempatan untuk hadir dalam acara Safari Ramadan sekaligus ikut buka puasa. Selain di Desa Pegayaman, Safari Ramadan juga sempat diadakan oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Buleleng bersama Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Buleleng di Rumah Makan Beatrix, Singaraja, Minggu 16 Maret 2025.
Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra menegaskan bahwa kegiatan buka puasa bersama tersebut merupakan momentum yang tepat untuk bertemu, bertatap muka, serta memperkuat tali silaturahmi. “Kegiatan ini juga menjadi bagian dari upaya bersama dalam membangun Kabupaten Buleleng yang harmonis dan sejahtera,” tegasnya.
Sebelumnya, komitmen kebersamaan antarumat beragama di Buleleng juga dikatakan Wakil Bupati Buleleng Gede Supriatna saat menghadiri undangan buka puasa bersama Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Buleleng di Perguruan Muhammadiyah Singaraja, Minggu (09/3/2025) sore. Di sana, Gede Supriatna—yang akrab dipanggil Supit itu—menegaskan pemerintah bersama Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra tidak akan membeda-bedakan warga Buleleng dari sisi agama, etnis, atau lainnya.
Supit juga mengatakan, bulan Ramadan merupakan momentum bagi warga Muslim, yang menjalankan puasa untuk lebih menguatkan atau memperdalam tentang keagamaan, meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta lewat kegiatan berbuka puasa bersama ini lebih meningkatkan tali silaturahmi antara pemerintah Kabupaten Buleleng, dengan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama di Kabupaten Buleleng.

Burdah Pegayaman | Foto: Yum
Safari Ramadan 1446 Hijriah melibatkan Kepala Departeman Agama Kabupaten Buleleng dan organisasi keagaman di Buleleng. Selain menyapa dan berbuka puasa bersama umat muslim di masing-masing masjid yang dikunjungi Pemkab Buleleng, pada rangkaian Safari Ramadan kali ini juga melibatkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Buleleng serta donatur dari BUMN, BUMD, dan swasta seperti Maha Surya Motor (MSM) Singaraja.
“Melalui Safari Ramadan ini, pemerintah hadir bagi umat muslim dan juga hadir bagi semua umat untuk mempererat tali silaturahmi, menggemakan toleransi sebagai pemersatu antarumat beragama, demi terjaganya kondusifitas dan kerukunan umat beragama di Kabupaten Buleleng,” kata Gede Supriatna saat menghadiri Safari Ramadan di Masjid Baiturrahman Banjar Dinas Pegayaman, Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Selasa 18 Maret 2025 sore.
Demi menciptakan lingkungan yang aman dan harmonis, upaya mempererat hubungan antarumat beragama terus dilakukan di Kabupaten Buleleng. Sikap saling menghormati serta keterbukaan dalam berdialog diharapkan mampu menjaga kedamaian dan memperkokoh kebersamaan di tengah keberagaman.
Hubungan Umat Islam dengan Pemkab Buleleng
Terkait hubungan antara umat Islam di Buleleng dengan Pemerintah Buleleng sudah terjalin sejak dulu, bahkan sejak pemerintahan Raja Panji Sakti, pendiri—pun raja pertama—Kerajaan Buleleng sampai hari ini.
Posisi permukiman umat Islam di Buleleng dulu menyebar di berbagai penjuru kota Kerajaan Buleleng dan membentuk sebuah pola yang unik—yang seolah diatur dan disengaja, seperti sebuah strategi. Lihatlah, sebelah selatan kerajaan terdapat Desa Pegayaman. Di sebelah barat ada Desa Tegalinggah. Di sebelah utara bagian barat ada Desa Pengastulan. Daerah utara pinggir kota ada Kampung Islam, Kampung Kajanan. Dan di timur ada Kampung Islam Sangsit.
Kini, umat Muslim di Buleleng sudah menyebar sampai di Desa Tembok di timur Buleleng, Pancasari di ujung selatan, sampai di ujung barat Buleleng di Desa umberkelampok. Pada tahun 2024, penduduk Muslim di Kabupaten Buleleng mencapai 9,34%, sekitar 77.142 jiwa dengan 73 masjid dan 134 musala—mengacu pada data Kemendagri 2023. Selain itu, berdasar pada data Kementerian Agama Provinsi Bali 2022 tercatat ada 525 rohaniawan Islam di Buleleng. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersebut terus meningkat sampai hari ini.

Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra dan Wabup Gede Supriatna dalam acara Safari Ranadan di Desa Pegaaman | Foto: Yum
Sementara itu, jamak diketahui, Desa Pegayaman adalah bukti betapa Islam dan Buleleng memiliki hubungan yang erat. Bisa dibilang, Pegayaman merupakan “hadiah” dari Raja Panji Sakti untuk umat Islam yang datang dari Jawa setelah Buleleng—bersama Kerajaan Mataram Islam—berhasil merebut Kerajaan Blambangan (sekarang Banyuwangi) dari Dinasti Tawangalun. Peran orang Islam yang ditempatkan di Pegayaman juga tidak remeh, mereka bertugas sebagai benteng pertahanan Kerajaan Buleleng—seperti sering diungkapkan Ketut Muhammad Suharto, tokoh Desa Pegayaman.
Selain di Pegayaman, dari ingatan sejarah, warga Muslim dari Jawa tersebut juga ditempatkan di Kampung Jawa di dekat Puri Buleleng. Orang-orang Islam dari Jawa itu—banyak yang berpendapat mereka adalah pasukan Sultan Amangkurat I dari Mataram—berjumlah ratusan.
Muhammad Jen Usman, tokoh Muslim Kampung Jawa, mengatakan, banyak warga Kampung Jawa, dulu, berkerja di pemerintahan dengan tugas menata wilayah Kota Singaraja. Bahkan, salah satu warga dikenal—dan diyakini—sebagai penggagas penanaman pohon perindang jalan-jalan kota. “Ada Pak Wage namannya, dia mandor yang memiliki ide penanaman pohon asem di pinggir jalan,” ujarnya.
Berjalannya waktu, hubungan semacam itu masih berlangsung secara turun-temurun. Lihatlah Masjid Agung Jami’ Singaraja. Masjid Agung Jami Singaraja dibangun pada masa pemerintahan Raja Buleleng A.A. Ngurah Ketut Jelantik Polong (putra A.A. Panji Sakti, Raja Buleleng I).
Masjid ini berdiri atas permintaan dari pemuka agama Kampung Kajanan, Kampung Bugis, dan Kampung Baru kepada Raja Buleleng agar diberikan lahan untuk mendirikan masjid baru. Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan A.A. Ngurah Ketut Jelantik. Dalam pengaturan pelaksanaan dan pemeliharaannya diserahkan kepada I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi.
Sampai di sini, dapat dibayangkan betapa erat hubungan umat Islam dengan Kerajaan Buleleng—atau dalam konteks hari ini Pemerintah Buleleng. Sebagaimana telah disinggung di atas, Pemerintah Buleleng di bawah kepemimpinan I Nyoman Sutjidra dan Gede Supriatna berkomitmen untuk melanjutkan hubungan erat tersebut. Bupati dan Wakil Bupati Buleleng terpilih itu akan melibatkan umat, organisasi, komunitas Islam di Buleleng dalam pembangunan kabupaten Buleleng, khususnya yang berkaitan dengan praktik keagamaan.
Lembaga kemasyarakatan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), atau organisasi keagamaan macam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) di Buleleng, bersama organisasi keagamaan lainnya (Islam, Hindu, Kristen, Katolik, Buddha, Konghucu), memiliki posisi penting dalam menjaga keharmonisan antaragama di Buleleng. Lembaga-organisasi seperti ini tentu saja harus dirangkul pemerintah alih-alih dijahui dan dicurigai.
Belum lagi organisasi kepemudaan Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ansor NU, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dll, yang juga penting diperhatikan. [T][Ado/Adv]
Reporter/Penulis: Tim Tatkala (Jas, Ado, Son)
Editor: Adnyana Ole