DALAM keseharian, seringkali kita menghadapi permasalahan dan berujung pernyataan bahwa masalahnya ada pada komunikasi. Sudah tidak ada komunikasi, komunikasinya tidak jelas, ada miss komunikasi, dan sejenisnya. Di sisi lain, kita merasa sudah berkomunikasi dengan baik, sampai kemudian kita hanya bisa berkata “saya bingung harus bilang apa lagi”.
Kalimat di atas merupakan bagian awal orasi ilmiah Pro.Dr.Mite Setiansah, SIP, M.Si dalam pengukuhan jabatan Guru Besar Bidang Kajian Media dan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 4 Februari 2025. Judul lengkap orasi ilmiahnya adalah “Ilusi Komunikasi dalam Perspektif Helical Model: Dinamika Interaksi Manusia dan Tantangan Literasi Digital”. Penulis meringkas orasi ilmiah tersebut menjadi dua bagian.
Berkomunikasi adalah aktivitas yang sangat lekat dengan kehidupan sehari-hari. Hingga dikatakan bahwa “ we cannot, not communicate”, kita tidak dapat tidak berkomunikasi. Mite Setiansah melihat fenomena ilusi komunikasi yang terjadi dalam berbagai konteks, mulai dari interaksi interpersonal, komunikasi dalam kelompok, organisasi, hingga media digital.
Dalam komunikasi interpersonal, misalnya, kita seringkali mengalami salah paham karena perbedaan persepsi, ekspresi nonverbal yang tidak jelas, atau asumsi yang tidak terverifikasi. Dalam komunikasi kelompok, perbedaan peran dan ekspektasi dapat menciptakan ilusi tentang niat dan tujuan bersama, yang berujung konflik atau ketidaksepahaman.
Di tingkat organisasi, komunikasi yang tidak efektif dapat menyebabkan misinterpretasi instruksi dan produktivitas yang terganggu. Sementara itu, dalam era media digital kesalahpahaman semakin sering terjadi akibat keterbatasan komunikasi berbasis teks yang tidak dapat menyampaikan nada, ekspresi wajah, atau kontekstualisasi sosial dengan cara yang sama seperti komunikasi tatap muka. Fenomena post truth yang menjadi perbincangan dalam beberapa tahun terakhir ini juga mengafirmasi bagaimana ilusi komunikasi bekerja.
Berkaca dari semua permasalahan tersebut, Guru Besar Ilmu Komunikasi ini menekankan, upaya untuk memahami dan mengurangi ilusi komunikasi bukan hanya penting untuk memperbaiki hubungan interpersonal, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas komunikasi dalam organisasi media, dan masyarakat secara keseluruhan.
Model Komunikasi
Komunikasi dikatakan efektif adalah jika kedua pihak, pengirim dan penerima pesan; memiliki kesamaan makna mengenai isi pesan yang dipertukarkan. Indikator yang sederhana, namun kadang tidak mudah untuk dicapai. Seiring dengan semakin kompleksnya interaksi manusia dan semakin berkembangnya teknologi media, hambatan komunikasi pun semakin beragam.
Akibatnya, selalu ada celah untuk timbulnya kesalahpahaman. Pada konteks inilah, model komunikasi helikal dapat kita gunakan untuk terus membangun kesadaran dan kemauan untuk kita terus belajar memahami dan beradaptasi agar mampu menekan terjadinya ilusi komunikasi.
Pada tahun 1967, Frank Dance mengusulkan model komunikasi yang terinspirasi oleh heliks, yang dikenal sebagai Helical Model of Communication. Kemunculan Model Helikal tidak dapat dilepaskan dari model-model komunikasi yang telah jauh dikenal sebelumnya. Setidaknya ada dua karakter model komunikasi yang mendahului Model Helikal, yakni Model Linear dan Model Sirkular.
Model Linear merupakan gelombang pertama pemikiran yang dirumuskan oleh para pakar komunikasi, yang melihat komunikasi sebagai proses seseorang mengatakan sesuatu dan orang yang lain menerimanya. Model paling terkenal dalam kategori ini adalah model yang dirumuskan oleh Shannon-Weaver.
Model Sirkular merupakan pemikiran gelombang kedua yang dirumuskan oleh para pakar komunikasi dengan memberi penekanan adanya siklus pesan dalam bentuk umpan balik. Kemunculan rangkaian pemikiran Model Sirkular, otomatis langsung mengoreksi model sebelumnya yang abai adanya proses interaksi. Model Osgood dan Schramm menjadi yang paling terkenal pada era Model Sirkular ini.
Asumsi model linear, seperti Model Shannon-Weaver yang cenderung menyatakan bahwa komunikasi bersifat pasif dan menerima pesan apa adanya, serta model sirkular yang tidak mempertimbangkan perkembangan psikologis manusia, mendorong para pakar penganut Model Helikal merumuskan prinsip mengenai proses komunikasi sebagai sebuah spiral yang terus bergerak maju dan semakin besar lingkarannya.
Model Helikal
Profesor Mite Setiansah yang lahir di Tasikmalaya, 27 Januari 1977 ini lebih lanjut menjelaskan, penekanan perhatian Model Helikal pada perkembangan manusia berimplikasi pada asumsi terhadap komunikasi yang juga bertumbuh. Berasal dari proses dan bentuk yang sederhana menuju kepada kompleksitas dan kerumitan yang tak berujung.
Hal paling penting dalam situasi siklis komunikasi tersebut adalah proses belajar manusia. Ketika seorang individu menerima informasi dari orang lain, mereka akan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan lebih efektif di lain waktu.
Setidaknya terdapat lima aspek yang menjadi elemen kunci dalam model komunikasi helikal. Pertama, elemen proses yang asumsinya digambarkan seperti spiral yang berkesinambungan, menekankan sifatnya yang terus berkembang.
Kedua, elemen komunikator dengan asumsi pengirim dan penerima memiliki kesamaan dan perbedaan, yang masing-masing memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan spiral.
Ketiga, elemen umpan balik yang mengasumsikan sifatnya berkelanjutan (terus menerus) yang membantu menyesuaikan dan menyempurnakan proses komunikasi.
Keempat, elemen konteks. Asumsinya, konteks komunikasi, termasuk interaksi di masa lalu atau pun rencana di masa depan memiliki peran penting dalam membentuk dialog yang sedang berlangsung.
Kelima, elemen tujuan yang mengasumsikan upaya pengembangan hubungan melalui interaksi komunikasi yang berulang.
Ada sebuah ungkapan Dance (1970) yang menarik, “if you’re born today, you’ve limited expressions”. Artinya kurang lebih, ketika hari ini Anda baru dilahirkan, maka ekspresi Anda akan sangat terbatas. Seiring bertambahnya usia, manusia akan beralih ke bentuk komunikasi yang lebih kompleks, yang juga bersifat kumulatif guna memenuhi kebutuhan atau mengekspresikan dirinya. Tanpa adanya proses belajar dan adaptasi secara terus menerus, maka kemungkinan terjadinya ilusi komunikasi akan semakin besar.
Pada konteks ilusi komunikasi, Model Helikal dapat menjawab permasalahan ilusi komunikasi dengan beberapa asumsinya. Model Helikal menekankan bahwa komunikasi bukanlah peristiwa tunggal, melainkan dinamis dan berkelanjutan.
Ilusi komunikasi sering muncul ketika kita memperlakukan komunikasi sebagai peristiwa tunggal yang telah selesai. “Oh, saya sudah memberitahu dia” atau “saya sudah sampaikan berkali-kali”, atau “masa seperti itu saja harus dikasih tahu” adalah contoh ungkapan yang memperlihatkan asumsi bahwa komunikasi sudah berjalan atau bahkan sudah selesai, padahal bisa jadi sebaliknya.
Menurut Model Helikal, setiap interaksi membentuk fondasi bagi interaksi berikutnya. Kita tidak bisa berhenti hanya dengan berkata bahwa “saya sudah memberi tahu dia”, tetapi kita harus menunggu feedback dan melakukan adaptasi berdasarkan feedback itu, agar makna yang sama bisa tercapai.
Model Helikal juga menekankan pengaruh pengalaman masa lalu terhadap cara kita berkomunikasi. Model Helikal mengingatkan kita untuk menyadari perbedaan konteks dan pengalaman serta beradaptasi dalam komunikasi. Larangan orang tua agar anak remajanya tidak keluar malam karena didasari oleh pengalaman masa lalunya, kemungkinan besar akan berakhir pada suatu ilusi komunikasi, karena anak hidup pada konteks yang berbeda dengan orang tuanya. Tanpa ada saling empati dan adaptasi, komunikasi tidak mungkin terjadi.
Penggambaran komunikasi sebagai spiral yang terus meninggi atau membesar merepresentasikan interaksi yang terus berkembang seiring dengan proses negosiasi makna. Untuk mengatasi ilusi komunikasi diperlukan putaran spiral yang lebih banyak, yaitu proses interaksi dan negosiasi makna yang berkelanjutan.
Dosen pengajar mata kuliah Kajian Media pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Jenderal Soedirman ini juga menjelaskan, penekanan proses adaptasi sebagai salah satu elemen kunci mengatasi ilusi komunikasi. Adaptasi merupakan inti dari Model Helikal.
Ilusi komunikasi muncul karena kurangnya adaptasi dalam komunikasi. Orang tua yang berpegang pada pengalaman masa lalu, berseberangan dengan tuntutan yang dihadapi anak remajanya pada masa kini. Suami dan istri yang memaknai pernikahan berdasarkan prinsip masing-masing tanpa adaptasi akan rentan mengalami pertikaian karena ilusi komunikasi. [T]
Penulis: Chusmeru
Editor: Adnyana Ole
BACA artikel lain dari penulis CHUSMERU