MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Dr. Abdul Mu’ti menjadi fajar harapan menuju Indonesia Emas. Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024, Abdul Mu’ti langsung menggebrak dengan program pemberdayaan guru untuk meningkatkan kesejahteraan melalui skema sertifikasi pendidik jalur Pendidikan Profesi Guru (PPG) guru tertentu. PPG Guru tertentu yang dimaksud adalah guru dalam jabatan yang telah aktif mengajar minimal dua tahun berturut-turut dan terdata di Dapodik. Mereka mendapatkan prioritas mengikuti piloting I,II, dan III PPG yang sejak diluncurkan pada akhir 2024 telah melahirkan 598.558 guru berserdik dari 606.601 peserta, dengan kelulusan setara 98,59%. Saat tulisan ini dibuat (6/1/2025), mereka sedang menunggu penerbitan Sertifikat Pendidik (Serdik) dan Nomor Registrasi Guru (NRG) sebagai dasar pencairan TPG sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan.
Program Sertifikasi Guru yang dimulai sejak 2007 untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang disahkan pada 30 Desember 2005 saat Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Awalnya (2007), Program Sertifikasi Guru melalui jalur fortofolio dengan jumlah peserta terbatas sekitar 200.000 guru. Mereka yang tidak lulus diberikan Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) di LPTK yang ditunjuk untuk itu. Ada kabar duka di sela-sela PLPG kala itu, ditandai dengan adanya guru meninggal dalam proses Pendidikan.
Setelah itu, muncul PPG melalui seleksi Uji Kompetensi Guru (UKG). Guru yang memenuhi nilai kelulusan dapat mengikuti PPG yang dilaksanakan secara of line dibiayai APBN dengan waktu belajar selama 3 bulan di LPTK yang ditunjuk untuk itu. Memasuki masa Pandemi Covid-19, PPG digelar secara on line penuh selama 6 bulan di bawah kendali LPTK yang ditunjuk dan memenuhi syarat. Menjelang berakhirnya jabatan Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristekdikti, pertengahan 2024, PPG dilaksanakan melalui jalur Piloting I,II, dan III tidak lagi melibatkan LPTK,juga tanpa UKG tetapi melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan sepenuhnya on line dan berlangsung singkat, sebulan.
Makna apa yang dapat dipetik dari perubahan skema PPG jalur Piloting ini? Pertama, kesungguhan Mendikdasmen Prof. Dr. Abdul Mu’ti menyejahterakan guru melalui jalur percepatan serdik. Percepatan itu dilakukan dengan memangkas jalur penyelenggaraan tanpa melibatkan LPTK, tetapi dikelola langsung via PMM. Ini pasti menghemat anggaran dengan sasaran makin banyak.
Kedua, sebagai orang yang malang melintang di dunia Pendidikan, Abdul Mu’ti memahami tugas guru itu kompleks sehingga tidak perlu dipersulit. Kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit. Kemudahan itu dijanjikan, pada 2026, Mendikdasmen menuntaskan PPG dalam jabatan. Inilah sesungguhnya era guru merdeka yang dinanti-nantikan. Tidak cukup dengan wacana, tetapi dengan dharma laksana.
Ketiga, Percepatan PPG memenuhi amanat Undang-undang untuk tidak memperpanjang pelanggaran. Amanat UU Nomor 14 Tahun 2005, sepuluh tahun setelah UU itu diberlakukan semua guru sudah bersertifikasi. Pemerintah belum mampu mencapainya, bahkan sampai pertengahan 2024, bertambah banyak guru yang belum serdik dibandingkan yang sudah serdik. Pada Agustus 2024, diperkirakan 1,7 Juta guru dalam jabatan belum berserdik, sedangkan yang sudah berserdik 1,3 juta guru dan segera akan memasuki masa pensiun.
Keempat, segera mengakhiri PPG jalur guru dalam jabatan dan dialihkan melalui PPG Prajabatan sebagaimana profesi dokter atau perawat. Setelah tamat S-1, langsung melanjutkan ke Program Pofesi. Itulah jalur pengadaan guru satu-satunya yang harus ditempuh ke depan.
Dengan mencermati sejarah kelahiran UUGD yang mensyaratkan serdik bagi guru, sebenarnya, jauh sebelum itu LPTK sudah mengantisipasi dengan memberikan Ijazah kepada lulusannya dilengkapi dengan Akta Mengajar IV bagi lulusan S-1. Akta Mengajar II dan III bagi lulusan D-II dan D-III keguruan di LPTK. Akta Mengajar sebagai kelengkapan prasyarat mengajar, seharusnya tidak disertifikasi lagi. Serdik semestinya diberlakukan bagi guru dengan Ijazah non-Kependidikan yang mulai dibuka setelah masa reformasi.
Jika penuntasan serdik bagi guru dalam jabatan diniatkan untuk meningkatkan kesejahteraan guru, tugas berikutnya adalah memberikan perlindungan kepada guru agar aman, nyaman, dan tenang dalam melaksanakan profesi. Perlindungan profesi guru juga merupakan amanat UUGD bagian ketujuh, pasal 39 ayat 1–5. Pasal 39 ayat 1 menyebutkan, “Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi proesi, dan/atau Satuan Pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas”. Pasal 39 ayat 2 sampai 5 telah secara eksplisit menyebutkan perindungan mencakup perlindungan hukum,perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan hukum meliputi perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Perlindungan profesi meliputi PHK, Pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam memberikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Selanjutnya, perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Untuk menguatkan keterlaksanaan pasal tersebut, Mendikdasmen Abdul Mu’ti telah gercep menindaklanjuti dengan menandatangani MoU dengan Kapolri pada akhir tahun 2024. Kedua lembaga bersepakat melaksanakan Satuan Pendidikan yang aman, nyaman, tenang dan RAMAH anak di sekolah. RAMAH (Responsif, Akuntabel, Melayani, Adaptif, Harmonis). Pada pertemuan pertengahan November 2024 menjelang HGN kedua belah pihak menyepakati pendekatan restorative justice dalam menyelesaian masalah. “Kami sepakat dengan Kapolri berbagai persoalan di lembaga pendidikan sebaiknya diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan dan musyawarah sesuai dengan prinsif restorative justice”, ujar Abdul Mu’ti sebagaimana dikutip www.kemdikbud.go.id.
Restorative justice adalah adalah alternatif penyelesaian perkara pidana yang bertujuan memperbaiki keadaan dan memberikan solusi atas dampak tindak pidana. Pendekatan ini menekankan pemulihan, pemuliaan, dan pemberdayaan bagi semua pihak termasuk pelaku, korban,dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini sejalan dengan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 dan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.
Pendekatan restorative justice yang dipilih kedua lembaga negara ini dalam memberikan perlindungan kepada profesi guru adalah langkah humanis untuk memuliakan guru berkarya menerangi lorong-lorong gelap batin anak bangsa. Hanya guru yang sadar dan terpanggil jiwa raganya akan mampu mengelus dan mengisi kekosongan jiwa-jiwa yang lugu. Di sinilah pembelajaran mendalam (deef learning) dioperasikan guru secara berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful) dan menggermbirakan (joyful) seperti digagas Abdul Mu’ti.
Dengan demikian, keluguan mereka perlu dinaikkan kelasnya agar makin dewasa dan semakin cerdas sesuai dengan tujuan bernegara. Untuk mencapai tujuan itu, pendekatan yang dipilih kedua belah pihak perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sehingga dokumen tertulis menjadi dokumen yang hidup menghidupi. Satunya pikiran, perkataan, dan perbuatan. Jaya tekstual, jaya laksana. Di sinilah diperlukan semangat berguru secara bersungguh-sungguh, sebelum bergurau.
Semoga kerjasama dengan pendekatan restorative justice membuat guru merdeka melaksanakan tugas tanpa dihantui rasa takut. Selalu peduli dengan peserta didik sebagai ladang pengabdian menuju Indonesia yang dicita-citakan. Inilah Fajar harapan menuju Indonesia Emas. Guru sejahtera dan terlindungi. [T]
BACA artikel lain dari penulis NYOMAN TINGKAT