MATAHARI siang nyaris memanggang semua mahasiswa yang berada di area auditorium Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Singaraja, Bali. Dengan jas yang mereka kenakan—berwarna biru langit itu—beberapa mahasiwa berteduh dan melepasnya kemudian. Mereka sedang menunggu acara “Uji Publik Calon Pemimpin Bali”, Selasa, 5 November 2024.
Acara itu digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Rema Undiksha dengan tema: “Membangun Bumi Bali yang berkarakter, Berbudaya, dan Sejahtera”, yang akan berlangsung selama dua hari, dan kali ini giliran paslon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut satu; Made Muliawan Arya (De Gadjah) dan Putu Agus Suradnyana.
Setelah calon yang akan diuji itu datang, para mahasiswa mulai meninggalkan tempat teduhnya, dan berjumel—mencari tempat duduknya sesuai dengan fakultasnya masing-masing di dalam audit.
Sekitar 3000 mahasiswa memadati Gedung Auditorium Undiksha sambil mengepalkan tangan kiri ke atas, dan seraya mengucapkan,“HIDUP MAHASISWA! HIDUP MAHASIWA! HIDUP RAKYAT INDONESIA!”—dan tepuk tangan riuh terdengar.
Suasana auditorium Undiksha saat uji publik calon pemimpin Bali | Foto: tatkala.coo/Son
Tentu, sebagai Presiden Mahasiwa, di depan ribuan orang itu, setelah memberi aba-aba jargon perjuangan, Kadek Rudiana menyampaikan jika pada uji publik ini, katanya, sebagai tujuan untuk melihat sejauh mana kapasitas, kualitas, dan kapabilitas dari masing-masing calon sehingga layak untuk dipilih.
“Bilamana kita melihat Bali, adalah sebuah pulau yang identik dengan sebutan Pulau Dewata. Bali dikenal karena adanya karakter yang melekat pada Bali itu sendiri. Karakter, adat istiadat, tradisi, yang mengakibat Bali itu dikenal oleh semua orang,” kata Kadek Rudiana, Presiden Mahasiswa (Presma) saat memberi orasi.
Namun ia menyayangkan, Pulau Bali saat ini justru masih banyak masalah yang menumpuk dan begitu kompleks. Mulai dari pariwisatanya, lingkungan, kemacetan, kesejahteraan, kemiskinan—kemudian pemerataan, dan masih masih banyak lagi.
Maka dari itu, lanjut Kadek Rudi, agar kita sebagai anak muda tidak boleh memiliki sikap apatis terhadap politik.
“Karena mengapa?” ia memberi jeda. “Di tangan kitalah sebagai anak muda, sebagai remaja—yang akan menentukan, siapa calon-calon pemimpin Bali kedepannya!” lanjut Kadek Rudi dengan tegas.
Kadek Rudiana, Presma Undiksha, saat orasi | Foto: tatkala.co/Son
Mengingat itu sebagai ketegasan, dan suara mahasiswa—melalui Presma-nya merupa sebuah fatwa. Sudah dua kali uji publik telah berlangsung pada calon bupati dan wakil bupati beberapa minggu lalu, dan kali ini, Rektor Undiksha—tampak tak berdaya lagi, ia mesti kembali menjadi moderator—mengawal diskusi sebagaimana yang telah ditugaskan, ia menyebutnya—oleh sang presiden.
“Jadi, saya harus tunduk pada regulasi,” kata I Wayan Lasmawan, Rektor Universitas Pendidikan Gansha, saat memberi sambutan diiringi tepuk tangan mahasiswanya.
Grand Design Bali Lima Tahun ke Depan
Di sana, terdapat dua aturan yang akan diterapkan oleh paslon dalam dalam sesi uji publik. Pertama, ada waktu 10 menit untuk paslon, memaparkan grand design apa yang akan dilakukan untuk 5 tahun ke depan. Kemudian pada sesi kedua, yaitu sesi pendalaman—oleh delapan panelis terhadap apa yang akan dikerjakan oleh paslon melalui grand design itu.
“Tujuh profesor terbaik Undiksha, dan satu presiden mahasiswa,” kata Prof. Lasmawan saat menyebutkan delapan panelis dalam penyampan aturan atau tatakrama dalam acara “Uji Publik Calon Pemimpin Bali” oleh BEM Rema Undiksha.
Made Muliawan Arya, atau akrab disapa De Gajah itu, membeberkan beberapa permasalahan yang ada di Bali melaui hasil petualangannya selama dua bulan lebih ke setiap plosok Bali. Ia berkelana ke semua penjuru Bali bersama sang wakil, Putu Agus Suradnyana.
Dalam waktu selama sepuluh menit, De Gajah membuka hasil buruannya itu, dengan sebutan “potret kelam Bali”.
De Gadjah saat memaparkan gagasannya di uji publik BEM Rema Undiksha | Foto: tatkala.co/Son
“Pertama, Bali kekurangan air bersih, dan terancam krisis air. Bali banyak sampah, dan mulai macet parah. Pembangunan infrastruktur Bali yang masih belum merata. Bahkan rencana pembangunan Bali Utara pada pemerintahan lalu, ditolak. Padahal pembangunan bandara Bali utara itu sangat membantu dalam proses pemerataan ekonomi di Bali,” ungkap De Gadjah.
Dan bahkan, kemarin, dua hari yang lalu, lanjut De Gadjah, Presiden Prabowo Subianto mengatakan komitmennya dalam membangun bandara Bali Utara—seperti kawasan New Singapur dan New Hongkong. De Gadjah menyampaikan akan satu jalur dengan pemerintahn pusat, membangun bandara di Bali Utara, untuk pembangunan ekonomi Bali yang merata.
Tetapi justru maksud itu telah diplesetkan oleh oknum yang tidak bertsanggung jawab. Yang di maksud Prabowo adalah, kawasan bandaranya seperti Singapura dan Hongkong, yang bersih dan tertib.
“Ternyata [maksud] itu telah diplesetkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Mereka [justru] katakan Bali [digemborkan] akan dijadikan New Hongkong dan New Singapur. Padahal beliau berbicara dalam konteks North Bali Airport. Yaitu kebersihannya, kerapihannya—dan tentu itu tidak akan mengurani nilai-nilai budaya yang ada di Bali,” kata De Gajdjah saat memaparkan grand design-nya.
Berbicara tentang bandara—sebagai grand design pembangunan Bali yang merata, terutama dalam sisi ekonominya itu—I Nyoman Jampel selaku Panelis, tentu juga mantan rektor Undiksha sebelumnya, menilik bagian ini cukup kritis.
Jampel memandang pembangunan infrstruktur (fisik) mesti juga dibarengi dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM). “Cuma memang dalam infrastruktur, tidak berarti kita hanya membangun bangunannya atau fisiknya. Tentu hal yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa menyertakan untuk pembangunan SDM-nya,” kata Jampel, panelis.
Suasana auditorium Undiksha saat uji publik calon pemimpin Bali | Foto: tatkala.coo/Son
Sampai di sini, ia melanjutkan di mana pembangunan infrastruktur itu akan menjadi bermanfaat, dalam artian untuk kesejahteraan masyarakat Buleleng, masyarakat Bali. Kalau masyarakat Bali Utara tidak ditingkatkan SDM-nya dan hanya menjadi pekerja di bagian yang rendah seperti tukang sapu atau job sedot WC, itu adalah suatu yang kurang mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
“Apalagi hanya menonton. Kita tidak ingin. Jadi apa program unggulan di bidang sumber daya manusia?” lanjut Jampel, bertanya.
Dalam sesi pendalaman itu, De Gadjah tampak tenang dan mulai menyusun jawaban, yang tentu saja telah disampaikan di banyak kampanyenya di tengah masyarakat. Setidaknya, ada tiga langkah program untuk membangun SDM di Bali Utara atau di Bali secara keseluruhan.
Pertama, SMA negeri gratis, dan SMA swasta akan disubsidi, sesuai dengan jumlah atau nilai SMA negerinya, sesuai dengan klasternya di suatu daerah.
Kedua, ia akan membuat beasiswa Bali Dwipa Jaya, untuk adik-adik yang kuliah baik yang berprestasi atau adik-adik yang tidak mampu, lanjut De Gadjah dengan tenang.
“Kemudian yang ketiga, adalah melakukan sertifikasi atau uji kompetensi, kepada masyarakat yang nanti akan layak pada bidang-bidang tertentu dalam setiap pekerjaan,” tegas De Gadjah.
Seperti itulah kira-kira…tapi, kira-kira gimana menurutmu, Ton? Komen di bawah.[T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Jaswanto