ENAM sastrawan menyuarakan semangat kepahlawanan saat membaca puisi dalam acara “Puspa Suara Pujangga”, serangkaian Festival Seni Bali Jani (FSBJ) VI Tahun 2024 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Kamis malam, 15 Agustus 2024.
Keenam sastrawan itu adalah Gde Artawan, I Gusti Putu Bawa Samargantang, Hartanto Yudho Prasetyo, Ni Putu Putri Suastini, Mas Ruscita Dewi dan I Wayang Jengki Sunarta.
Para sastrawan itu dengan penuh semangat membacakan karya-karya puisi yang mengungkap semangat untuk menyuarakan kepahlawanan dan nilai-nilai luhur kebangsaan yang niscaya terwariskan dari generasi ke generasi.
Ke enam sastrawan tersebut membawakan karyanya masing-masing, diantaranya penyair Hartanto membacakan puisi berjudul Argo Buat Octovia Pas, Ni Polok dan Ni Reneng. Ketiga puisi tersebut menyiratkan perjalanan sosok yang dikagumi Hartanto akan kedaulatan pikiran seorang tokoh yang sungguh-sungguh mengabdikan kepada budayanya.
“Sosok Ni Reneng, penari maestro era 70-an yang patut di apresiasi mengabdikan pada kecintaanya akan seni tari, begitu pula Ni Polok tokoh yang menjadi model pelukis Adrian Jean Le Mayeur asal Belgia yang terkenal, apakah Ni Polok dicintai karena kelihaian menari atau hanya dijadikan model saja, “ kata Hartanto.
Keluhuran pada sosok perempuan atau ibu juga diungkapkan penyair Wayan Jengki Sunarta, lewat puisi-puisinya berjudul Ibu Pasar Kumbasari, yang menyiratkan kegigihan seorang ibu di pasar dengan kesibukan dan rutinitasnya menjadi inspirasi sang penulis menuangkan pikirannya dalam puisi. Jengki juga membawa dua puisi lainya diantaranya Kuda Puisi (Umbu Landu Paranggi) dan Pralaya Matra.
Putri Suastini | Foto: Ist
Sementara penyair Putu Putri Suastini tak kalah semangatnya ketika membacakan puisi berjudul Agustus karya Yudistira A.N.M Massardi. Puisi tersebut padu padan dengan iringan musik penuh dengan gelora dan membakar semangat penjiwaan sang penyair yang merupakan o istri dari mantan Gubernur Bali Wayan Koster.
Malam itu juga disajikan puisi berbahasa Bali dibawakan dengan karakter khas “ngakak”oleh penyair I Gusti Putu Samar Gantang. Sastrawan kelahiran Tabanan, Tegal Belodan ini dikenal dengan puisi modré-nya. Puisinya berjudul Abicara Ambara, sebuah kisah yang sedikit menyentil iklim demokrasi politik saat ini.
Mas Ruscitadewi, penyair sekaligus pegiat teater membawakan karya berjudul Aku, Kau dan Kita berkolaborasi dengan gitaris dan penari. Dan Gde Artawan menyajikan puisi berjudul Tubuhmu tak Selebar Daun.
Puspa Suara Pujangga dimana Puspa yang berarti bunga, merujuk pada makna keindahan. Sedangkan Suara mewakili pengejawantahan ragam seni panggung yang ditampilkan, yakni sebentuk seni pembacaan puisi dengan unsur artistik dan dramatik yang mengesankan.
Dalam seni pembacaan puisi, artikulasi dan intonasi diolah sebagai sarana menyampaikan pesan yang terkandung di dalam puisi. Pujangga adalah sebutan untuk penulis puisi, serta karya sastra dunia.
Hartanto | Foto: Ist
“Parade Seni Pembacaan Puisi kali ini mengundang penyair-penyair terpilih bereputasi nasional dan internasional yang dikenal pula sebagai pembaca puisi yang menawan. Beberapa diantara para pembaca puisi bahkan terpujikan karena seni pembacaan puisinya di atas panggung yang tidak saja puitik, tetapi juga mengedepankan unsur artistik dan dramatik,” kata Warih Wisatsana selaku kurator.
Warih menegaskan, puisi-puisi yang dibacakan bukan saja mengandung kedalaman pemaknaan tentang sosok panutan atau Manusia Mulia dan Berbudaya, tetapi juga menyuarakan semangat kepahlawanan dan nilai-nilai luhur kebangsaan yang niscaya terwariskan dari generasi ke generasi selaras perayaan momentum Bulan Kebangsaan. [T][Rls]
Sumber: Rilis FSBJ 2024
Editor: Adnyana Ole