AJANG paling bergengsi dalam dunia seni di Bali masa kini adalah lomba/wimbakara Baleganjur, sebuah perhelatan yang selalu dinantikan oleh para penikmat Pesta Kesenian Bali (PKB). Tahun ini (2024), duta Kabupaten Badung diwakili oleh Sekaa Gong Dewa Ayu dari Desa Adat Jimbaran, Kuta Selatan. Mereka tampak sangat siap menghadapi pertempuran sengit ini, dengan persiapan matang yang mencerminkan dedikasi dan keahlian mereka dalam seni Baleganjur.
Dalam tulisan ini, saya tidak akan banyak mengomentari tentang struktur gending, pola garap, fokabuler musik maupun isen-isen yang terdapat dalam sajian musikal ini. Namun, saya akan lebih menyoroti ketertarikan saya terhadap konsep yang dibawakan yang sejatinya menjadi tantangan tersendiri bagi Sekaa Baleganjur ini.
Sebuah konsep dalam konteks Baleganjur ini tidak hanya mencerminkan kreativitas dan inovasi dalam komposisi musik, tetapi juga menghadirkan interpretasi baru yang segar. Melalui ide dan gagasan dari I Komang Tri Sandyasa Putra, S.Sn atau yang terkenal dengan nama Mang Monot, lahir konsep “Wayah” sebagai sebuah wahana dalam Baleganjur ini.
Kata “Wayah” bisa diartikan secara sederhana sebagai perubahan menuju pendewasaan diri. Ada yang mengartikannya sebagai pendalaman keterampilan, sementara yang lain mengaitkannya dengan proses “menua”. Banyaknya interpretasi terhadap kata “Wayah” justru menjadi menarik. Hal ini memberikan ruang bagi setiap penafsiran, mulai dari yang bijak hingga yang nyeleneh, dari yang mendalam hingga yang nyentrik.
Dalam keragaman interpretasi makna ini, kita bisa melihat fleksibilitas konsep dalam seni Baleganjur, memungkinkan setiap penampilan menjadi cermin unik dari perspektif yang berbeda.
Saya akan mencoba membedah kata “Wayah” yang menjadi tema besar Baleganjur ini, “versi saya,” setelah menyaksikan penampilannya. Semoga interpretasi saya ini dapat diterima, hehe.
Saya buka dengan mengutip dalam buku “Trilogi Seni” yang ditulis oleh Soedarso Sp (2006:219) menyebutkan:
“Masalah kehebatan suatu karya seni bukanlah dilihat dari apakah karya tersebut menyenangkan atau tidak, melainkan seberapa dalamkah gerangan kehidupan jiwa yang diekspresikan itu berasal.”
PENGEMBARAAN DIRI MENUJU PENDEWASAAN SIKAP
Bagi saya, Wayah dapat diartikan sebagai pengembaraan diri, sebuah perjalanan yang mendalam menuju pemahaman yang lebih luas. Ini bukan hanya tentang pendewasaan atau peningkatan keterampilan, tetapi juga tentang kedalaman rasa yang kita peroleh dari setiap pengalaman. Dalam konteks ini, Wayah juga mencerminkan intelektualitas, di mana setiap momen dalam perjalanan kita memperluas pandangan dan memperkaya pemahaman kita tentang dunia. Melalui penampilan Baleganjur ini, saya melihat bagaimana konsep “Wayah ” diterjemahkan menjadi sebuah narasi musikal yang kuat, mengajak kita untuk merenungkan perjalanan pribadi kita sendiri dalam mencari makna dan kedalaman hidup.
Baleganjur duta Kabupaten Badung di Pesta Kesenian Bali 2024 | Foto: Pemkab Badung
Dalam pengembaraan diri, kita belajar untuk melepaskan ego dan keterikatan dengan identitas diri, sehingga mampu mencapai manunggaling bayu, sabda, dan idep, kesatuan energi, kata, dan pikiran. Proses ini membawa kita menuju saman sepel, atau harmonisasi, di mana kita menemukan keseimbangan sejati antara diri kita dan lingkungan sekitar.
Wayah, dalam konteks Baleganjur ini, menjadi sebuah metafora yang menggambarkan perjalanan spiritual dan intelektual, sebuah perjalanan menuju pencerahan dan harmoni. Melalui penampilan yang penuh dengan simbolisme dan makna mendalam. Sekaa Gong Dewa Ayu, Desa Adat Jimbaran berhasil mengajak penonton untuk merenungkan perjalanan mereka sendiri dan menemukan kedalaman dalam setiap langkah yang diambil. Inilah keindahan dari seni Baleganjur, di mana setiap irama dan gerakan tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sebuah cermin bagi jiwa, mengajak kita untuk terus menjelajah dan menemukan diri yang sejati.
Dari kesadaran yang telah meluas, intuisi atau feeling diaktifkan, membuka pintu bagi hadirnya hal-hal yang tak terduga. Proses ini membawa kita melampaui batas-batas rasionalitas dan logika, menuju wilayah di mana kreativitas dan inspirasi mengalir bebas. Dalam keadaan ini, kita mampu merasakan dan memahami makna yang lebih dalam dari setiap pengalaman, serta menemukan kebijaksanaan yang tersembunyi di balik setiap kejadian.
Penampilan Baleganjur dengan tema “Wayah” ini mengajak kita untuk merasakan perjalanan spiritual. Setiap formulasi komposisi musik baleganjur ini seolah-olah menjadi nadi dari perjalanan diri, menggugah kesadaran kita untuk terhubung lebih dalam dengan intuisi. Kehadiran hal-hal tak terduga dalam pertunjukan ini tidak hanya menciptakan kejutan artistik, tetapi juga simbol dari kebebasan ekspresi dan kedalaman kreativitas yang tak terikat oleh aturan konvensional.
Dengan demikian, “Wayah” dalam konteks falsafi ini bukan hanya sebuah tema, tetapi juga sebuah panggilan untuk mengeksplorasi dan merangkul perjalanan menuju kesadaran yang lebih tinggi. Ini adalah ajakan untuk melepaskan keterikatan, menyelaraskan diri dengan energi universal, dan membuka diri terhadap kemungkinan-kemungkinan baru yang dapat membawa kita ke harmoni yang lebih besar.
WAYAH = TEKNIKAL
Dalam konteks teknikal, Wayah mengandung makna ketepatan Tindakan bukan hanya benar, tetapi juga tepat dalam waktu dan keadaan. Ini mengacu pada kemampuan untuk menggunakan skill dengan cermat dan bijaksana, memanfaatkan momentum yang ada. Wayah dalam konsep Baleganjur ini menggambarkan bagaimana setiap elemen musik dan gerakan diatur dengan presisi, sehingga menghasilkan harmoni yang sempurna antara ritme, nada, dan energi.
Ketepatan tindakan ini memerlukan pemahaman mendalam akan setiap aspek pertunjukan, dari struktur lagu hingga isen-isen yang rumit. Para seniman Baleganjur harus memiliki kesadaran penuh terhadap setiap detil, memastikan bahwa setiap tabuhan dan gerakan dilakukan pada saat yang paling tepat, menciptakan dampak maksimal pada penonton.
Penggunaan skill yang terampil menjadi kunci dalam mencapai ketepatan ini. Setiap penabuh/musisi baleganjur ini telah mengasah kemampuan mereka melalui latihan intensif. Skill ini memungkinkan mereka untuk merespons dengan cepat dan akurat terhadap perubahan dalam pertunjukan, menyesuaikan diri dengan dinamika dan emosi yang berkembang.
Momentum, dalam hal ini, adalah momen kunci di mana semua elemen bersatu untuk menciptakan sebuah pertunjukan yang tak terduga. Ini adalah titik di mana energi kolektif dari para seniman pendukung dan penonton mencapai puncaknya, menghasilkan pengalaman yang mendalam.
Sehingga dalam tatanan teknikal, Wayah dapat diartikan sebagai keterampilan teknik dan teknis yang tinggi, ini mencakup kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan tepat dan efektif, menggunakan keterampilan yang mendalam dan presisi. “Ngutang igel, ngutang gegedig, ngalih pemantes” adalah ungkapan yang mencerminkan keterampilan dalam mengontrol dan mengekspresikan gerakan, ritme, dan ekspresi dengan benar serta pada waktu yang tepat.
Dalam konteks seni Baleganjur, para musisi dan seniman pendukung harus mampu menguasai setiap nuansa musik dan gerakan sehingga setiap penampilan tidak hanya menghibur tetapi juga memancarkan keindahan dan kedalaman makna. Kemahiran ini memungkinkan mereka untuk menghadirkan pertunjukan yang kohesif, memadukan teknik yang solid dengan ekspresi artistik yang kuat.
Dengan kata lain, Wayah dalam tatanan teknikal merupakan pencapaian tingkat keterampilan yang tidak hanya mencakup aspek teknis, tetapi juga menggabungkan kepekaan terhadap detail dan kehalusan eksekusi. Ini memungkinkan para seniman untuk menciptakan karya yang tidak hanya mengesankan dari segi teknis, tetapi juga mengandung jiwa dan pesona yang memikat bagi para penonton.
KONTEKS WAYAH DAN JANA KERTHI
Hal yang terpenting adalah keterkaitan antara konsep “Wayah” dan tema Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun ini, yaitu “Jana Kerthi” harkat martabat manusia unggul. Konsep “Wayah ,” yang mencakup pengembaraan diri dan kedalaman intelektual, secara alami terhubung dengan tema ini.
Dalam konteks ini, Wayah tidak hanya menggambarkan perjalanan menuju keahlian yang lebih tinggi, tetapi juga mengajak untuk melampaui batas-batas keahlian itu sendiri. Manusia unggul bukan hanya tentang memiliki keterampilan atau pengetahuan yang tinggi, tetapi juga tentang kebijaksanaan dalam mengintegrasikan kecerdasan jiwa dan pikiran. Ini mencerminkan harmoni dalam diri dan dalam interaksi dengan lingkungan sekitar.
Menerapkan pengetahuan secara bijaksana dalam kehidupan sehari-hari merupakan esensi dari konsep “Wayah” dalam PKB tahun ini. Para seniman dalam Baleganjur tidak hanya menunjukkan keterampilan teknis mereka, tetapi juga memberikan pesan yang dalam tentang bagaimana menghormati dan menghargai perjalanan spiritual serta intelektual dalam mencapai kedewasaan dan harmoni batin.
Baleganjur duta Kabupaten Badung di Pesta Kesenian Bali 2024 | Foto: Pemkab Badung
Dengan demikian, Wayah dalam hubungannya dengan tema “Jana Kerthi” harkat martabat manusia unggul pada PKB tahun ini menekankan pentingnya tidak hanya berkembang dalam hal teknis, tetapi juga dalam hal sikap, spiritual dan intelektual, menghasilkan sebuah pertunjukan yang tidak hanya indah secara artistik tetapi juga bermakna secara filosofis.
Dari pemahaman tentang ketertenggelaman dalam pengembaraan diri menuju jiwa unggul, dapat disimpulkan bahwa manusia tidak hanya berusaha melampaui skill atau keahlian semata, tetapi juga mencari kedalaman dalam kecerdasan jiwa. Unggulitas manusia tidak hanya terletak pada kemampuannya dalam dunia tertentu, tetapi lebih pada kebijaksanaan dalam mengintegrasikan kecerdasan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih luas.
Ketika seseorang melampaui dirinya sendiri, termasuk pencapaian, ketenaran, atau kekuasaan, mereka tidak lagi terjebak oleh hal-hal tersebut. Ego tidak lagi mendominasi, tetapi digunakan sebagai alat untuk mencapai atau mempertahankan esensi kemanusiaan yang sejati.
Dalam konteks ini, manusia bijak bukanlah hanya mereka yang memiliki keahlian atau kecerdasan yang tinggi, tetapi juga mereka yang mampu memahami dan menghormati nilai-nilai yang lebih dalam dan universal, menjadikan kesadaran tentang diri dan lingkungan sebagai tujuan utama dari setiap pencapaian dan keberhasilan mereka. [T]