DI sebelah Utara Masjid At-Taqwa, Kelurahan Kampung Bugis, Buleleng, Bali, angin laut berembus dengan pelan. Di dalam gang kecil itu, tiga orang anak kecil sedang asik bermain engklek dengan riang gembira. Sedang, di dua rumah terakhir sebelum bibir pantai, tampak penghuni rumah sedang merapikan karpet-karpet yang baru saja ditinggalkan tamu-tamunya.
Rumah tersebut milik Zaenab Zainudin. Perempuan pensiunan guru sekolah dasar itu mengaku rumahnya akhir-akhir ini memang sering kedatangan tamu.
“Akhir-akhir ini banyak yang silaturahmi ke rumah, kadang saudara, kadang juga tetangga di kampung sini,” ujarnya memulai pembicaraan. Jum’at, 24 Mei, 2024.
Benar, kedatangan orang-orang itu lantaran Zaenab bersama anaknya akan menunaikan ibadah haji tahun ini. Yang menarik perhatian, anaknya itu menjadi calon jamaah haji termuda dari Bali. Anaknya itu bernama Dimas Adi Sudarmono, biasa disapa dengan nama Dimas.
Zaenab menjelaskan, keberangkatan Dimas, putranya itu, menjadi calon jemaah haji termuda dari Bali karena menggantikan mendiang suaminya yang telah meninggal dunia dua tahun lalu.
“Saya dan ayahnya Dimas sudah mendaftar haji sejak April tahun 2013, dan rencananya kuota keberangkatan kami itu di tahun 2025,” ujar perempuan berusia 61 tahun itu. “Karena ada penambahan jumlah kuota calon jamaah haji untuk tahun 2024, akhirnya jadwal keberangkatan haji dimajukan di tahun 2024 ini,” tambahnya
Ya, di Indonesia, untuk calon jemaah haji memang harus menunggu hingga bertahun-tahun untuk mendapatkan kuota keberangkatan ke tanah suci tersebut. Seperti Zaenab misalnya, harus menunggu sebelas tahun
Namun sayang, dengan rasa sesak yang tertahan, ia menceritakan bahwa suaminya meninggal dunia dua tahun lalu sebelum mendapatkan jadwal keberangkatan hajinya. “Karena ayahnya Dimas meninggal, jadinya Dimas yang menggantikan ayahnya untuk berangkat haji.
Dimas, pemuda kelahiran 26 Desember 2005 itu, ternyata tidak mengetahui jika kedua orang tuanya telah mendaftar haji sejak tahun 2013. Ia mengaku baru mengetahui kedua orang tuanya mendaftar haji pada Februari awal tahun 2024.
“Ya kaget awalnya, sama sekali tidak pernah diceritakan kalau orang tua sudah mendaftar haji,” ujarnya dengan malu-malu.
Dimas pada awalnya menolak ketika diminta untuk menggantikan ayahnya berangkat haji bersama ibunya. Alasannya, ia merasa malu untuk menyandang gelar haji pada umurnya yang masih 18 tahun.
“Awalnya nolak. Karena malu. Masak masih muda sudah dipanggil haji,” ujar pemuda berbaju koko itu.
Namun, karena tidak ada pilihan lain, akhirnya ia mengiyakan tawaran tersebut. Meski pada awalnya ia menolak karena rasa malu, kini, ia merasa yakin dan bertekad untuk menjadi calon Jemaah haji termuda dari Bali.
“Setelah dipikir-pikir, akhirnya saya mengiyakan ajakan itu. Kasian Ibu sudah tua kalau tidak ada pendamping, toh ke tanah suci juga keinginan semua umat muslim, kan?” jelasnya.
Dimas tahu bahwa di Makkah, jamaah haji tidak hanya datang dari Indonesia saja. Dan sebagai anak laki-laki dengan fisik yang masih bugar, ketika nanti sudah berada di Makkah, Arab Saudi, ia akan sepenuh hati untuk mendampingi ibunya. “Takut Ibu nyasar sebenarnya, jadinya saya di sana selain beribadah, juga fokus mendampingi ibu,” terangnya.
Ketika ditanya mengenai persiapannya sebelum berangkat menunaikan ibadah haji, Dimas, sekali lagi, mengaku bahwa sebenarnya rasa malu tersebut belum benar-benar hilang. Ia masih memiliki rasa ketakutan jika harus menyandang gelar haji di usia muda.
“Saya kan suka pelihara ayam, takutnya nanti kalau sudah menjadi haji dan masih suka bermain ayam, orang-orang ngiranya saya mau adu ayam,” ujarnya sembari tertawa.
Ditambah lagi, ia mengaku banyak teman-temannya yang sudah memanggilnya haji. “Pak Haji, Pak Haji,” begitu katanya mengutip teman-temannya yang membercandainya.
Benar. Di Indonesia, gelar haji bukan semata-mata sebagai penanda bahwa orang tersebut sudah pernah menunaikan ibadah haji di Makkah saja. Melainkan, ada sebuah anggapan bahwa orang yang telah berhaji haruslah memiliki perilaku yang baik, dan dapat menjadi contoh yang baik pula di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga, hal itulah yang membuat Dimas merasa memiliki beban jika harus menyandang gelar haji di usia muda. Tetapi, ia mengaku, ketika sepulang dari tanah suci Makkah, akan berupaya menjadi pribadi yang lebih baik agar menjadi haji yang mabrur.
Meski ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji adalah cita-cita seluruh umat muslim, Dimas merasa bingung antara harus merasa senang atau merasa sedih. Mengingat bahwa yang seharusnya berangkat menunaikan ibadah haji adalah kedua orang tuanya.
Dari sorot matanya Dimas seperti menyimpan rasa sedih yang mendalam. Terlebih ketika dia berkata, “Seharusnya ayah yang berangkat, tapi ayah sekarang sudah tidak ada.”.
Kalimat itu terucap dengan suara yang bergetar barangkali karena perasaan yang begitu hebat dari dalam hatinya.
Sehingga, ia mengaku telah menyimpan doa dan harapan yang akan ia panjatkan ketika sedang berada di hadapan Ka’bah nantinya. Benar, umat muslim meyakini bahwa berdoa di hadapan kiblat dari seluruh umat muslim di penjuru dunia tersebut sangatlah mustajab. Atau dengan kata lain cepat terkabul.
“Saya nanti di sana mau berdoa memohon kesembuhan Ibu supaya bisa berjalan normal lagi,” katanya. Sesaat setelah memberi jeda, ia menambahkan “Karena orang tua tinggal ibu saja, saya berharap ibu supaya cepat pulih agar bisa bareng Dimas terus sampai Dimas sukses nanti,” tambahnya sembari megusap pelan kedua bola matanya.
Dimas sedang merapikan perlengkapan hajinya. Foto : Bayu
Selain mendoakan kesembuhan ibunya, Dimas mengaku juga mendapatkan banyak titipan doa dari teman-temannya. Ia mengaku, titipan doa teman-temannya itu bermacam-macam. Dari yang serius sampai yang tidak serius pula.
“Teman-teman saya juga titip doa. Ada yang minta didoakan supaya sukses, supaya sehat terus, ada juga sampai yang meminta didoakan agar cepat mendapatkan jodoh,” jelasnya.
Padahal, ia mengaku, untuk mendoakan teman agar cepat mendapatkan jodoh sangatlah berat baginya. “Sebelum mendoakan teman saya supaya cepat mendapat jodoh, tentu saja saya duluan yang berdoa supaya dipertemukan dengan jodoh saya, kan saya juga belum ada jodoh,” tambahnya sembari tertawa.
Selain mendoakan kesembuhan ibunya dan teman-temannya, Dimas juga berdoa agar keberangkatanya menunaikan ibadah haji berjalan lancar. Sebab, ia memiliki rasa kekhawatiran ketika nanti sedang berada di atas pesawat.
“Sebenarnya takut naik pesawat, apalagi ini pertama kalinya saya naik pesawat,” jelasnya.
Meski begitu, Dimas mencoba menguatkan rasa ketakutannya itu dengan keyakinan jika kelak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, hal itu sudah menjadi takdirnya.
“Ya kalau terjadi gimana-gimana, matinya kan syahid,” terangnya.
Nemun, dengan cepat ibunya menambahkan,” Ya semoga tidaklah. Berangkat selamat, pulangpun selamat,” tambahnya.
Dimas dan Ibunya akan berangkat ke Makkah bersama 727 calon Jemaah haji lainnya dari Provinsi Bali. Dengan jumlah tersebut, Dimas tercatat sebagai calon jamaah haji termuda dari Bali dengan usia 18 tahun 4 bulan. [T]