PANGGUNG PEMBUKAAN Ubud Campuhan Budaya (Neoclassic Culture Festival) Tahun 2022 tanggal 25 november 2022 tampak spesial dengan kelahiran serta suguhan satu buah karya apik yang digagas oleh Yayasan Janahita Mandala Ubud bersama Komunitas Napak Tuju bertajuk Amrtatula.
Di hadapan para undangan insan budaya dan para tetua Desa Ubud, pementasan Amrtatula tampil sebagai klimaks serangkaian prosesi pembukaan Ubud Campuhan Budaya (UCB).
Ide ini tercetus mendadak tatkala pertemuan awal panitia penyelenggara saat merancang konsep kemasan seremonial pembukaan. Saat itu hadir beberapa pengurus Yayasan Janahita Mandala, panitia dan tim kerja UCB. Spontan, I Gusti Putu Dika Pratama dan I Wayan Diana Putra mengutarakan ide untuk menampilkan garapan gerak tubuh yang sedikit berbeda tanpa diiringi suara gamelan.
“Kinetis tubuh yang biasanya dibalut oleh suara gamelan atau alat musik, kali ini alangkah baiknya dibelit dengan apik oleh syair dari alunan tembang geguritan,” kata Dika Pratama.
Pentas “Amrtatula” di Ubud Campuhan Budaya
Cokortda Gde Bayu Putra yang saat itu memimpin rapat persiapan mendampingi Tjokorda Gde Agung Ichiro Sukawati – Ketua Yayasan Janahita Mandala Ubud, bersama para peserta rapat lainnya, menyepakati untuk melanjutkan sepenuhnya ide tersebut kepada Gede Agus Krisna Dwipayana dari Komunitas Napak Tuju yang juga koordinator sie acara UCB untuk mengeksekusi ide tersebut.
Termasuk berdiskusi lebih lanjut dengan Ida Bagus Oka Manobhawa – Sekretaris Yayasan Janahita Mandala Ubud untuk pemilihan tajuk garapan sembari memutuskan penggalan sajak geguritan yang pas digunakan untuk direspon oleh gerak tari napak tuju. Singkat cerita terlahirlah tajuk pementasan dengan judul Amrtatula.
Ida Bagus Oka Manobhawa yang akrab disapa Gus Oka menuturkan, Amrtatula diilhami sebagai konsep lapis-lapis keseimbangan dalam hidup. Dengan mengedepankan konsep pemuliaan air telaga dan spirit pertemuan air campuhan, dimensi Air diyakini memiliki banyak keutamaan sebagai sarana penyembuhan dan pemuliaan hidup serta membangun keseimbangan dunia termasuk keseimbangan hidup manusia didalamnya.
Secara koreo gerak, I Gede Krisna Dwipayana yang sering dikenal dengan nama Gede Krisna – pemuda asal Ubud Kaja ini, menjelaskan bahwa pertemuan antara kinetis ketubuhan dengan artikulasi vokal melahirkan dimensi baru dalam kontek penciptaan karya seni.
Selain itu pemilihan kata per kata dari penggalan geguritan telah dipikirkan ketika akan ditembangkan serta dikaitkan dengan nada-nada, sehingga ketika geguritan tersebut ditembangkan maka secara otomatis membangun suasana-suasana pemantik dari tata olah kinetis tubuh.
Krisna merasa sangat bergembira dan penuh semangat menggarap Amrtatula terlebih geguritan yang dibawakan akan ditembangkan oleh Putu Wiwin Astari – akademisi Unhi Denpasar yang diketahui aktif terlibat dalam upaya edukasi karya sastra bali ditengah-tengah masyarakat.
Pentas “Amrtatula” di Ubud Campuhan Budaya
Secara terpisah, Ketua Panitia Ubud Campuhan Budaya (Neoclassic Cuulter Festival) Tahun 2022 Cokorda Gde Bayu Putra yang akrab disapa Cok Bayu menjelaskan bahwa Amrtatula persembahan Janahita Mandala berkolaborasi dengan Napak Tuju ini merupakan cerminan generasi muda Ubud yang tak kenal lelah melahirkan ide-ide kreatif.
Cok Bayu merasa bangga karena pemilihan sajak geguritan yang digunakan pada Amrtatula ini adalah penggalan Geguritan Rajendra Prasad karya Alm. Tjokorde Gde Ngoerah dan geguritan Bali Tatwa karya Alm. Ida Putu Maron. Keduanya merupakan rakawi Ubud yang telah berpulang lama, mewarisi banyak karya sastra klasik serta terlibat aktif dalam beberapa aktivisme kebudayaan bali dijamannya.
Menurut Cok Bayu, sejak berdiri Yayasan Janahita Mandala Ubud sangat aktif bergerak dalam upaya memperkenalkan kepengarangan dan kekaryaan kedua Rakawi tersebut kepada masyarakat luas baik melalui diskusi, penerbitan buku sarasastra maupun tayangan video documenter singkat.
Ditempat terpisah, Ketua Yayasan Janahita Mandala Ubud – Cok Gung Ichiro, menyambut haru telah lahirnya Amrtatula di arena UCB sembari mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh yang terlibat melahirkan serta menyukseskan garapan ini.
“Amrtatula dan Banyumili (karya yang dipentaskan saat penutupan Ubud Campuhan Budaya) setidaknya cerminan dua karya yang menunjukkan kontribusi Janahita Mandala Ubud yang tek kenal lelah membangun ekosistem produktif penguatan kebudayaan bali ditengah-tengah anak muda pelanjut masa depan,” kata Cok Ichiro. [T]
Pentas “Amrtatula” di Ubud Campuhan Budaya