Aku lelah bicara tentang cinta
Untuk setiap kata yang berujung derita
Untuk setiap pelukan berbalik kesepian
Untuk jemari yang meraba batu di kepala
Aku lelah bicara tentang rindu
Untuk setiap waktu yang penuh ragu
Untuk jalan terjal , jauh dari yang dituju
Untuk sebuah mufakat berubah peluru
Menembus dadaku
Merobek jantungku
Mengoyak hatiku
Membakar darahku
Aku di ambang batas
Aku lelah mendengar bunyi
Untuk kegelapan jiwa yang sembunyi
Untuk amarah yang berakhir sunyi
Untuk duka terakhir legam terpatri
Menembus dadaku
Merobek jantungku
Mengoyak hatiku
Membakar darahku
Aku di ambang batas
Aku lelah selelah-lelahnya
Aku rindu serindu-rindunya
Aku cinta secinta-cintanya
Aku mati semati-matinya
Lirik kata penuh emosi berundak-undak: cinta, derita, rindu, kesepian, lelah, dan mati. Kata-kata itu sudah terlalu kuat.
Terlalu kuat memancarkan rasa, makna, juga citraan diri manusia. Dan makin kuat lagi pancaran itu, ketika alat-alat musik yang tak biasa-biasa saja mengalirkan kata-kata itu ke ruang paling kecil dalam telinga. Bahkan saraf kulit pun terasa mendengarkannya.
Undak-undakan emosi itu dibangun sejak intro dimainkan, tak putus dibawa sampai ke akhir lagu. Kesedihan aeakan digesek dari senar-senar biola lewat kuartet string ala Adagio secara simultan di intro.
Dan segenap kabut kesedihan ini berubah menjadi kemarahan, benang kelelahan berubah menjadi energy, dibunyikan dengan elegan oleh piano dan timpani sepanjang 3 menit.
Itulah lagu “Legam” yang digagas Pohon Tua, moniker dari Dadang SH Pranoto. Tahun ini, “Legam” adalah gagasan musikal terbarunya.
Gitaris Navicula juga frontman Dialog Dini Hari ini merilis single terbarunya itu, bertajuk “Legam”. Dirilis oleh RainDogs Records,. Dan ini adalah single pertama sejak enam tahun lalu, setelah keluarnya debut album Kubu Carik yang dirilis di 2017.
Enam tahun sejak album ini, Pohon Tua mengalami evolusi musikal yang luar biasa. Sebuah evolusi yang datang dari ruang-ruang perenungan dan kontemplasi yang luar biasa.
“Legam” menghadirkan segenap kompleksitas yang berbeda dan tidak akan ditemui di debut albumnya. Single ini adalah puncak kegelisahan Dadang akan situasi diri sebagai bentuk refleksi akan lingkungan dan keadaan sekitar dalam beberapa tahun terakhir.
Kita bisa merasakan gagasan musikal yang dituangkan dalam sebuah arsitektur organik nan megah. Segenap perasaan dari kemarahan, kebosanan, kekalutan dan kesedihan diramu dalam gagasan tema di single ini.
Suasana lalu menjadi dramatis sesaat pertama kali lirik diucap dari dasar kerongkongan kasar Dadang, lalu pelan-pelan dari situ, pendengar ditarik makin dalam lagi ke dasar pemikiran soal kegelapan yang hakiki.
Dalam proses penggarapannya, Dadang dibantu barisan kuartet gesek, timpani, yang dimainkan oleh musisi lokal Bali.
Dua drummer dilibatkan langsung dalam single ini, yaitu Palel (drummer Navicula) dan Denny (drummer Dialog Dini Hari). Bassist Indra Gupta yang kerap mengiringi Indra Lesmana diajak mengisi part bass.
Sementara di departemen vokal latar, suara khas Riko (vokalis Modjorido) dan Lyta dari Soulfood dipercaya untuk mengisinya.
Sebuah single yang menjadi pengantar dari album penuh yang akan dirilis kemudian. “Legam” menjadi sebuah momen kembali-nya Pohon Tua dalam dimensi musik yang layak diberikan apresiasi.
“Ada pertanyaan yang selalu kembali hadir di kepalaku “Kamu ingin dikenang seperti atau sebagai apa/siapa? Aku menjawabnya dengan ringan, meskipun tindak lanjutnya sungguhlah berat namun ya, aku ingin dikenang sebagai musisi/manusia yang bermanfaat buat banyak orang,“ kata Dadang.
“Legam” sudah hadir di berbagai layanan musik streaming. Selamat menikmati bab terbaru dari Pohon Tua.[T][Pranita/*]