Di teras rumah, Jhoni dan Sam sibuk berbincang sambil merokok. Di tengah-tengah mereka terdapat sebuah meja bundar yang tak terlalu besar menyekat mereka, di atas meja itu ada sebuah botol minuman besar yang mereka minum bergantian setelah menghisap rokok.
Beberapa menit berlalu, perbincangan itu tiba-tiba lenyap sesaat, sunyi seperti mengadu mereka kembali.
“Siapa setelah ini?” celetuk Jhoni.
Sam tidak menjawab sama sekali, ia langsung mengambil botol itu lalu diminumnya isi di dalamnya.
“Kau tau orang-orang di pos ronda di depan gang itu, Sam? Mereka hanya berpura-pura gila saat mereka mabuk!”
“Kita juga sama, Jhoni. Hanya saja kita tidak mau pamer,” jawab Sam dengan muka masam.
“Siapa selanjutnya?” tanya Jhoni kembali.
Sam mengambil botol itu, lalu diminumnya kembali isi botol itu. Jhoni memandang Sam lalu memandangi langit kemerahan, sementara Sam hanya terpaku pada gadis cantik di ujung gang, anak seorang konglomerat yang rumahnya memang di gang itu.
Suara musik terus terdengar dari sejak siang tadi. Suara itu berasal dari pos ronda, di ujung gang. Anak-anak muda sedang menikmati hidupnya.
“Ini sudah sore, apa kau tidak mau pulang saja, Sam?” tanya Jhoni.
“Siapa gantinya?” Sam.tak menjawab. Ia justru bertanya.
Jhoni juga tidak mau menjawab. Ia tampak kesal pertanyaannya tidak dijawab.
Sam kembali meminum isi di dalam botol itu.
“Sudah berapa kali?” tanya Jhoni sedikit kesal.
“Sekali!”
“Setelah kau, selanjutnya aku?” tanya Jhoni kembali.
“Tidak, aku setelah kau,” jawab Sam.
“Tadi siapa? Aku?” sambil memegang botol itu yang masih terisi setengahya.
“Aku..” jawab Sam kembali sembari menghidupkan rokoknya.
Jhoni kembali menaruh botol itu di atas meja. Sam kembali meminum isi di dalam botol itu. Mereka lantas saling menerka, siapa yang akan menenggak minuman itu lagi. Hening sebentar.
Tak lama berselang, lemparan kursi pertama melayang ke arah Jhoni, begitu pula sebaliknya kembali ke arah Sam. Mereka saling beradu pukulan, tidak ada yang tahu kebisingan di rumah itu. Suara kursi yang terlempar k earah pagar dari teras rumah itu kalah jauh dengan suara music dari depan gang.
***
Motor Triumph Clasic melaju dengan sangat kencang. Suara musik hardcore yang sejak tadi didengar olehnya mengalahkan suara motor itu. Jhoni pulang dari pekerjaannya yang sangat rumit, bahkan lebih rumit dari permasalahan rumah tangga dengan suami istri yang saling membenci. Di dalam tas punggungnya, terdapat sebuah botol mansion berukuran sedang. Ia membawanya setiap pulang bekerja. Pernah ia membeli sebotol arak di sebuah rumah milik temannya, esoknya ia mengalami masalah peerncernaan dan tidak masuk kerja selama seminggu. Sejak saat itu, Jhoni tidak lagi berani meminum arak, walau hanya setenggak. Ia juga tidak ingin muntah dan tidur di pos ronda depan gang itu.
Setelah sampai di rumah, Jhoni melihat seseorang yang duduk di teras rumahnya. Seorang pria, berambut panjang setengah ikal yang diikat ke belakang, celana yang sedikit robek dan baju punk rock sembilan puluhan. Tidak salah lagi, itu Sam!
“Sam!” sapa Jhoni dari kejauhan.
“Yoo, Jhoni! Apa kabar?” sapa Sam kembali sembari menghampiri Jhoni.
“Kapan datang? Sudah lama sekali.”
“Baru saja, aku sengaja datang ke sini dulu sebelum pulang ke rumah.”
Mereka duduk berdua di teras itu sambil berbincang tentang masa lalu. Sam juga baru datang dari tempat peraduannya. Menjadi seniman jalanan bukanlah hal yang mudah bagi Sam. Ia menceritakan semuanya kepada Jhoni.
***
Hari sudah semakin gelap. Suara bising dari ujung gang masih terdengar, tak luput juga suara teriakan mereka berdua yang sejak sore tadi tak ada habis-habisnya. Mereka masih saja bergulat, kadang saling memisahkan diri lalu memuntahkan sisa minuman itu dari mulut mereka lalu kembali bergulat di teras itu.
“Kau melihatnya kan sejak tadi?” Jhoni bertanya geram.
“Ya! Mana mungkin aku memalingkan perhatian pada wanita secantik itu,” sahut Sam bersiap memukul Jhoni.
“Bangsat!” Jhoni memukul wajah Sam dengan sekuat tenaganya.
Selang beberapa saat, mereka berdua sepertinya sudah lelah. Keringat mereka bercucuran membasahi lantai dan sekujur tubuh mereka, darah berkucuran dari muka hingga ke dada mereka, pun luka-luka memar. Jhoni bangun perlahan lalu berjalan dan sesekali tersungkur saat menuju pintu rumah. Sam tergeletak di depan teras tak sadarkan diri. Setelah berhasil membuka pintu rumahnya, Jhoni lantas menghampiri Sam dan merangkulnya hingga ke dalam rumah.
***
Sam bercerita panjang lebar tentang perjalanannya, begitu juga Jhoni menceritakan keluh kesah tentang pekerjaannya di kota besar itu.
“Aku akan segera menikah,” kata Jhoni.
“Kau jangan bercanda. Pengaruh apa lagi ini, Jhoni? Anggur, brandi, bir, brugal, atau jangan-jangan…”
“Tidak, Sam!” potong Jhoni. “Kau tau aku sudah tidak minum arak lagi. Aku serius, Sam. Bulan depan tepatnya,” sambungnya.
“Dengan siapa? Kau tahu menjadi ayah itu merepotkan, Jhoni?”
“Dengan wanita yang berada di rumah yang paling besar itu, Sam.”
“Sebentar…..” sembari mengendus “Ini bau Mansion!”
“Hidungmu masih sama saja, Sam. Hahaha!”
Mereka berdua kembali berbincang. Jhoni mengeluarkan Mansion itu dari dalam tasnya. Mereka lantas berbincang mengenai apa pun hingga minuman itu habis nantinya.
***
Jhoni lantas melempar Sam ke arah sofa, Jhoni lantas berbaring di atas sofa sebelahnya. Mereka berdua tertidur pulas. Kesekian kalinya, rumah itu kacau karena mereka berdua. Kalau saja mereka serumah, mungkin saja mereka akan mengganti rumah setiap minggu karena kekacauan yang mereka buat sendiri.
Di tengah-tengah kemeriahan pesta yang terjadi di depan gang itu, mereka berdua menyepi seperti tidak tejadi apa-apa sesaat yang lalu.
Dari kejauhan, terdengar suara teriakan dimana-mana. Dari ujung gang tepat di pos ronda dan ujung gang lainnya. Terjadi kekacauan di gang itu. Rumah-rumah terlihat dibakar. Pos ronda itupun sudah ambruk sejak tadi, orang-orang di sana sudah habis berlumuran darah. Jhoni dan Sam masih tidak sadarkan diri. Orang-orang berlarian ke sana kemari menyelamatkan diri. Jhoni lantas tersadar beberapa saat setelahnya. Ia menengok keluar karena suara keriuhan yang terjadi tepat tengah malam. Ia menyesal, sungguh menyesal. Pembantaian di mana-mana, pembakaran rumah dan penjarahan. Orang-orang yang melakukannya tidak lain beberapa orang yang sedang berpesta di ujung gang tadi siang.
Jhoni tak berpikir panjang, ia merangkul Sam menuju belakang rumah. Sebelum ia dibantai bersama Sam dalam keadaan tidak sadarkan diri karena Mansion, lebih baik ia segera lari menuju belakang rumah lalu bersembunyi. Jhoni melompati tembok rumahnya setelah melemparkan Sam terlebih dahulu. Seseorang melihat ia melompati tembok lantas mengejarnya. Jhoni hanya berlari sembari membawa Sam di punggungnya, lalu hilang di tengah semak-semak.
Jhoni terlihat memuntahkan semuanya, Sam masih tak terlihat tak sadarkan diri. Ia memukul Sam karena kesal harus merangkulnya dan berbau alkohol. Napasnya tak beraturan lalu tak sadarkan diri di tengah semak-semak.
Sam terbangun dan terekejut, ia berada di tengah semak belukar yang entah di mana. Ia hanya ingat sedang meminum Mansion bersama Jhoni di depan teras rumahnya. Beberapa saat kemudian, Jhoni terbangun dan secara tidak sengaja memukul Sam.
“Di mana kita?” tanya Sam kebingungan.
“Kau ingat orang-orang di depan gang itu? Mereka membakar dan menjarah seluruh rumah di gang!”
“Yang benar saja! Apa yang mereka pikirkan?”
“Sepertinya beberapa orang itu adalah orang bayaran, Sam.”
“Bayaran? Untuk apa? Untuk membunuh calon mertuamu itu?”
“Bukan. Untuk membunuhku.”
“Membunuhmu? Memangnya kau salah apa?”
“Mungkin aku tidak sengaja membunuh bos mereka.”
“Kenapa kau membunuh, Jhoni? Untuk apa?”
“Karena itu pekerjaanku, Sam.”
“Bajingan kau, Jhoni! Karena kau semua or….”
“Sudahlah, Sam!” potong Jhoni. “Aku bawa sebotol Brandi saat aku kabur sambil membawamu kemari.” sambungnya sambil mengambil botol itu.
“Kapan kau punya Brandi, Jhoni? Kenapa tidak kau keluarkan kemarin?”
“Ini kusimpan, untuk di acara pernikahanku. Tapi, seperitnya wanita itu sudah terbunuh.”
“Sudahlah, Sam,” sahut Jhoni kembali. “Kita diam di sini dulu sambil menghabiskan minuman ini. Nanti kita mencari rumah baru untuk kita tinggali lagi.”
Mereka berdua lantas bergantian menenggak minuman itu. Sampai hari menjelang sore kembali, mereka memulai pertengkaran mereka, lalu tidur tanpa sadarkan diri. [T]