Cerpen: Luh Riasih
“Aku sangat mencintaimu, apapun akan kulakukan untukmu!”
Terdengar manis. Begitulah perasaan Gusti terhadap Dayu. Ketulusan besar Gusti yang mencintai Dayu. Dan meski ia hanya kuli bangunan, Dayu menerima kekurangan itu dari Gusti.
Mereka sudah lama menjalin kasih, bahkan masing-masing keluarga sudah saling mengenal. Dayu, yang sehari-hari mengajar di salah satu sekolah dasar di kampungnya sangat sulit untuk bertemu Gusti. Tempat tinggal mereka lumayan saling berjauhan.
Malam itu mereka bertemu. Gusti ingin menikahi Dayu. Ia merasa sudah mampu untuk menafkahi dan menjadi kepala keluarga yang baik. Mendengar hal itu Dayu merasa sangat bahagia, namun di sisi lain dia ingat akan perkataan ayahnya saat di meja makan.
“Jika kau nanti menikah dengan seorang PNS, maka ikutlah bersama suamimu, ayah yakin kamu bahagia bersamanya. Namun jika kamu menikah dengan seorang kuli bangunan, maka tetaplah tinggal di rumah ini, biarkan suamimu yang ikut denganmu. Ayah tidak yakin kamu bahagia jika ikut dengan kuli bangunan itu!”
Begitulah ucapan ayah Dayu, malam itu, sekitar tiga bulan lalu,
Dengan sabarnya Gusti menunggu jawaban Dayu. Dayu berpikir sebentar. Lalu dia menerima ajakan Gusti. Syaratnya, tentu saja ikut apa perkataan ayah Dayu. Gusti ikut di rumah Dayu.
Mendengar hal itu, Gusti sangat senang, namun agak terusik, dia tidak yakin jika keluarga akan mengiklaskan anak lelakinya ikut dengan istri. Melihat adat yang berlaku di desanya, sebagian besar orang-orang yang sudah menikah pasti istrinya tinggal dengan suaminya.
Gusti lantas bertemu dengan keluarganya. Ia menceritakan tentang syarat calon istrinya tersebut, dia juga menceritakan perasaan cinta yang sangat dalam terhadap Dayu. Mendengar hal itu keluarganya dengan sangat berat mengiklaskan anak sulungnya harus mau menuruti kata sang kekasih.
Satu bulan setelah mereka menikah menjadi hal yang sangat membahagiakan, namun beberapa hari belakangan ini Gusti dan Dayu sering mengalami keributan, Gusti yang sekarang tidak lagi bekerja, hanya bisa mengandalkan gaji yang diterima Dayu sebagai pengajar.
“Aku sangat menyesal menjadi istrimu, selama ini, kamu tidak bisa memberikan apa yang aku mau!”
Itulah ucapan Dayu ketika mereka ribut.
Selama ini Gusti hanya dianggap seperti budak oleh sang istri, namun Gusti tidak pernah mengeluh. Dia paham akan statusnya yang harus ikut adat istrinya. Pekerjaan yang seharusnya menjadi kewajiban istri, namun juga harus dia yang mengerjakan, dan hal itu sudah menjadi kebiasaannya.
Hingga suatu ketika dia merasa sudah gagal menjadi seorang kepala keluarga yang tidak bisa membimbing istrinya.
Suatu pagi, si saat matahari mulai menampakkan diri, Gusti mencoba berbincang dengan sang istri. Setiap kalimat yang diucapkannya selalu berusaha meyakinkan sang istri untuk kembali seperti yang dulu, wanita yang dikenalnya polos, lugu, dan ,menerima segala kekurangannya. Namun, Dayu seperti tidak menggubris perkataan suaminya, dia terlihat biasa-biasa saja, entah apa yang terjadi padanya.
Setiap pagi Gusti selalu mengingatkan tentang kewajiban sang istri, dan selalu istrinya bersikap tidak peduli. Tetapi dia terus berusaha agar istrinya bisa berubah.
Hingga suatu hari, Gusti diberitahu seorang guru, teman Dayu, kalau Dayu masih berada di sekolah bersama seorang lelaki. Gusti pun penasaran. Ia pergi ke tempat istrinya mengajar, ketika menengok ke salah satu ruangan, dia melihat sang istri bersama seorang lelaki, entah itu siapa. Kakinya mulai gemetaran, wajahnya mulai memerah, cinta tulus yang selama ini dia berikan terhadap istrinya, merasa sudah dikhianati.
Dengan sigapnya dia melangkahkan kaki menghampiri sang istri, namun ruangan itu tiba-tiba gelap gulita, istri dan pria yang tadi sudah tidak ada, Gusti merasa semakin marah, lalu seketika ada suara wanita sedang bernyanyi terdengar dari ruangan itu, dia langsung mencari sumber bunyi tersebut, hingga tiba di sebuah ruangan yang dihiasi begitu banyak balon dan origami yang meriah, dia benar-benar kaget, ternyata wanita itu adalah istrinya, dan pria itu juga di sana bermain gendang, ayah bahkan keluarga Dayu juga di sana. Hal itu semakin membuat Gusti bingung.
Dayu menarik tangan sang suami, dia mengajak Gusti untuk menari di tengah ruangan tersebut, yang diiringi dengan irama gendang lelaki tadi, dan disaksikan oleh keluarga Dayu.
“Aku tidak pernah berubah, aku masih tetap wanita yang kamu kenal dulu, perasaan ini masih tetap sama seperti yang dulu, I LOVE YOU My Husband,” ucap Dayu kepada sang suami,
Itu semakin membuat Gusti kebingungan, entah apa yang terjadi dengan istrinya, yang pasti dia tahu kalau istrinya berubah sikap satu bulan belakangan ini. Namun dia hanya diam, sambil memandang bola mata istrinya.
“Kamu tidak perlu bingung, selama ini aku hanya ingin pranksuami kesayanganku, tidak mungkin suami sebaik dan setulus sepertimu tega aku sia-siakan. Aku hanya ingin tahu batas kesabaranmu jika dihadapkan terhadap suatu masalah yang besar. Dan kamu benar-benar lelaki yang tangguh, aku juga ingin membuktikan kepada ayahku, kalau suami yang baik itu tidak harus dipandang seberapa kekayaan yang dia miliki, na mun juga dari ketulusan dan tanggung jawabnya,” ucap Dayu sambil membalas pandangan manis sang suami.
Mendengar hal itu, Gusti baru bisa mengucapkan sesuatu hal terhadap Dayu
“Hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Prank iya prank. Dia yang hampir buat aku gelap mata. Aku merasa lega, karena kamu tidak pernah berubah. Aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku, jika istri yang selama ini aku cintai harus jatuh kepelukkan orang. So I LOVE YOU Beby”. Itulah ucapan yang dilontarkan Gusti terhadap Dayu.
Sontak mereka berdua tertawa akan kejadian di pernikahannya yang dibilang masih seumur jagung. Ayah Dayu merasa sangat bersalah menilai Gusti, dia merasa malu terhadap menantunya.
“Saya sebagai mertua benar-benar merasa bersalah karena menilai dirimu berdasarkan materi. Ayah minta maaf atas semua ini!” kata sang mertua terhadap Gusti.
“Bagiku itu wajar, karena pasti setiap orangtua ingin yang terbaik untuk anaknya,” ucap Gusti.
Sang mertua lalu memeluk Gusti sambil menangis terharu akan ucapan Gusti.
Di hari selanjutnya mereka melakukan aktivitas yang sudah tidak lagi sama dari hari-hari sebelumnya, Gusti dipanggil untuk mengerjakan proyek besar, dan dia dipercayai sebagai kordinatornya. Sedangkan Dayu masih mengajar di sekolah dasar, namun sembari menjalani kewajibannya sebagai istri.
Mereka sudah tidak tinggal dengan keluarga Dayu, Gusti yang mendapat bonus dari atasannya, bisa membeli rumah sendiri. [T]
*Cerpen ini hasil workshop penulisan cerpen sehari dalam acara Mahima March March March, 14 Maret 2020 di Rumah Belajar Komunitas Mahima.
Luh Riasih, Lahir di Panji, Sukasada, Buleleng, 13 Maret 2003. Kini masih menempuh pendidikan di SMAN 1 Sukasada.