2 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Khas
Anak-anak di Desa Penuktukan, Tejakula, Buleleng, sedang mempersiapkan diri dengan melakukan sedikit latihan untuk persiapan di hari pengerupukan serangkaian Hari Raya Nyepi tahun 2020.

Anak-anak di Desa Penuktukan, Tejakula, Buleleng, sedang mempersiapkan diri dengan melakukan sedikit latihan untuk persiapan di hari pengerupukan serangkaian Hari Raya Nyepi tahun 2020.

Sambut “Pangerupukan” di Desa Penuktukan: Ketimbang Sound System, Lebih Baik Tektekan

Nyoman Darma Wibawa by Nyoman Darma Wibawa
March 4, 2020
in Khas
31
SHARES

Pelaksanaan hari raya Nyepi dilaksanakan setiap satu tahun sekali dan sudah ditetapkan sebagai hari libur nasional. Sehari sebelum perayaan nyepi biasanya akan dilaksanakan  yang namanya pengerupukan asal katanya dari kata ngerupuk  yang dipercaya umat Hindu sebagai upacara mengusir para bhutakala atau segala kekuatan negatif.

Hari pengerupukan jatuh tepat pada saat tilem sasih kasanga dimana seluruh umat Hindu melaksanakan upacara bhuta yadnya yaitu Tawur Agung Kasanga. Pada hari yang sama sorenya atau biasa disebut sandikala akan diadakan pertunjukan ogoh-ogoh yang dibuat oleh masing-masing sekaa truna-truni dengan ukuran besar serta ditambah beberapa sosok menyeramkan sebagai perwujudan dari bhuta-bhuti yang akan diarak keliling dengan diiringi gambelan baleganjur atau tektekan.

Dari kegiatan tersebut ada dua alat musik yang akan dipakai yakni gambelan yang terbuat dari tembaga untuk kesenian baleganjur dan gambelan tektekan yang dibuat dari bambu. Keduanya memiliki alunan suara yang berbeda yang dihasilkan untuk mengiringi pementasan ogoh-ogoh.

Kedua jenis seni music itu dibawakan oleh para penabuh dengan kreasi mereka masing-masing, sehingga bunyi yang dihasilkan bisa menghibur penonton yang datang langsung menyaksikan pawai ogoh-ogoh. Akan tetapi ada hal yang lebih spesial akan dibahas ditulisan ini, bukan tentang upacara pengerupukan ataupun gambelan baleganjur, melainkan alat musik tradisional yang dibuat dari bambu (kulkul/kentongan) yang lebih dikenal dengan nama kesenian tektekan.

Menurut sumber yang pernah saya baca kesenian tektekan merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang berasal dari Desa Kerambitan, Tabanan, bahkan kesenian ini sudah mendapat penghargaan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2014 oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Namun entah apa penyebabnya tektekan sendiri saat ini sudah mulai jarang dijumpai semenjak kesenian Baleganjur mulai merambah dan lebih dominan dipakai, bahkan tidak hanya itu di beberapa wilayah justru pernah sampai memakai soundsystem dengan musik yang bukan gambelan bali untuk mengiringi ogoh-ogoh. Hal tersebut sontak mendapat teguran keras dari beberapa pejabat pada tahun 2016 yang mungkin sudah pernah diberitakan oleh media cetak, online dan lainnya karena dikatakan tidak layak dan bisa menghilangkan unsur ritual Bali saat pelaksanaan pengerupukan.

Tak berhenti disana pada tahun-tahun berikutnya sejak mendapat teguran ada pro dan kontra yang terjadi dikalangan masyarakat terkait hal tersebut bahkan mereka memiliki pendapat dengan latar belakang yang berbeda untuk menguatkan opini masing-masing.

Tektekan dari Desa Penuktukan

Kesenian tektekan ternyata masih bisa ditemukan selain di Desa Kerambitan,  Tabanan, namun kali ini cukup jauh dari wilayah asalnya yaitu di Desa Penuktukan, Buleleng disini setiap kali pelaksanaan pengerupukan kesenian tektekan tidak pernah absen. Kesenian ini seolah sudah menjadi kebiasaan yang sudah dilakukan secara terus-terusan setiap pelaksanaan pawai ogoh-ogoh. Meski setiap banjar hampir sudah memiliki kelengkapan untuk gambelan Baleganjur anak-anak justru  lebih senang memainkan tektekan yang dikolaborasikan dengan beberapa gerakan yang memacu semangat mereka pada saat hari pengerupukan dilaksanakan.

Khusus di Desa Penuktukan Tektekan hampir seperti alat gambelan Baleganjur hanya saja terbuat dari bambu yang beberapa memiliki nama tersendiri seperti kulkul (kecek) yang dipukul dengan alunan nada saling menyahut biasanya dimainkan minimal oleh sepuluh orang, selanjutnya ada kemong yang terbuat dari bambu dimainkan oleh satu orang yang mengatur ritme suara dari semua gambelan agar bisa didengar bagus oleh telinga, berikutnya ada ponglang terbuat dari bambu yang dimainkan oleh dua orang, kemudian ada klenting yang dimainkan oleh satu orang dan saling membalas dengan gejir atau gong dimainkan oleh satu orang serta terbuat dari bambu, dan yang terakhir dua kulkul yang dipukul dengan nada dua satu oleh dua orang.

Kesenian tektekan diharapan kedepannya bisa tetap bertahan khususnya di Buleleng dan Tabanan, namun tidak menutup kemungkinan di seluruh Bali pada umumnya karena ini sebuah budaya yang memiliki keunikan tersendiri saat pelaksanaan malam pengerupukan yang jatuh tepat pada saat tilem sasih kesanga. 

Ya, daripada pakai alat pengeras suara semacam soundsistem, lebih baik menggunakan gamelan tektekan. Membuatnya gampang, suasana yang tercipta akan lebih klasik, meriah dan enak masuk di telinga, apalagi musik tektekan kini juga bisa digubah dengan berbagai kreasi yang unik dan kreatif. [T]  

Tags: bulelengDesa PenuktukanHari Raya Nyepimusikogoh-ogohTejakulatektekan
Nyoman Darma Wibawa

Nyoman Darma Wibawa

Penulis tinggal di Desa Penuktukan, Tejakula, Buleleng

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi

Puisi-puisi IGA Darma Putra | Kematian Siapa Hari Ini?

by IGA Darma Putra
February 28, 2021
Esai

Covid-19: Sebuah Pandemi, Sebuah Cerita [1]

Lima bulan sudah virus korona-gaya-baru (SARS-CoV-2) menjadi beban kesehatan global. Beban kesehatan yang ditimbulkan benar-benar penuh seluruh: menyebar ke seluruh ...

June 8, 2020
Ist
Esai

Tak Usah Gawat-gawat, KKN itu Biasa Saja…

~Aku ditempatkan di pelosok desa, tapi aku lebih suka menempatkan diriku di gawai dan sosial media~  -- Mahasiswa KKN KKN ...

May 31, 2019
Wayan Upadana, The Moon, Yogyakarta
Ulasan

Tentang Perupa Bali: Si Eksperimental Wayan Upadana

Sebenarnya baru sempat mengikuti kekaryaan Wayan Upadana dua tahun terakhir, dan beberapa bulan lalu mendapat kesempatan untuk menulis pamerannya di ...

December 19, 2018
Dongeng

Kisah Perjalanan Mangga dan Pisau Menuju Titik Nirwana

Pisau telentang di meja dapur. Di sampingnya, Mangga terkapar tak bergeming. Wajah Pisau merona merah cemburu pada langit sore. Ulat ...

December 18, 2019
Foto koleksi penulis
Esai

Catatan Harian Sugi Lanus# Kisah Puncak Merapi Lenyap

ADA kisah puncak Merapi lenyap. R.W. van Bemmelen, dalam bukunya The Geology of Indonesia' (1949), menyebutkan super-volcano Merapi ini pernah ...

March 1, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jro Alap Wayan Sidiana memanjat pohon kelapa di Desa Les, Buleleng
Khas

Jro Alap, Kemuliaan Tukang Panjat Kelapa di Desa Les

by Nyoman Nadiana
March 2, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ilustrasi tatkala.co | Vincent Chandra
Esai

Di Nusa Penida, Ada Gadis Menikah dengan Halilintar

by I Ketut Serawan
March 1, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (156) Dongeng (11) Esai (1418) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (196) Opini (478) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In