4 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Perjalanan
Perjalanan Naik Motor Selama Enam Jam Bersama Leonardus Jalo [Foto: IK Gde Subagia]

Perjalanan Naik Motor Selama Enam Jam Bersama Leonardus Jalo [Foto: IK Gde Subagia]

Melawat ke Flores [4]: Enam Jam di Atas Motor

I Komang Gde Subagia by I Komang Gde Subagia
February 21, 2020
in Perjalanan
7
SHARES

Baca juga:

  • Melawat ke Flores [1] : Perjalanan Dimulai Dari Labuan Bajo
  • Melawat ke Flores [2]: Mengarungi Perairan Komodo
  • Melawat ke Flores [3] : Masih di Perairan Komodo

Sudah beberapa hari terakhir ini saya berada di Labuan Bajo. Waktunya untuk melanjutkan perjalanan. Tujuan saya berikutnya adalah Ruteng. Tapi, sebelum sampai di Ruteng saya akan ke Wae Rebo, sebuah kampung tradisional di Manggarai.

Teman Baru

Namanya Leonardus Jalo. Panggilannya Leon. Lelaki 23 tahun ini berasal dari Ruteng, Manggarai. Ia pegawai hostel tempat saya menginap. Hari terakhir di Labuan Bajo, saya meminjam motornya untuk keliling-keliling cari makan.


Saya (penulis) bersama Leon

Saya mengajaknya pergi ke Wae Rebo. Lokasinya dekat dengan Satarmese, kampung halamannya. Sebagai orang asli Manggarai, ia belum pernah ke sana. Kebetulan ia akan libur dua hari ke depan. Dan ia bersedia ikut.

Bergerak ke Timur

Jam lima pagi di hari berikutnya, Leon sudah siap. Bensin di motornya sudah penuh. Helm untuk saya pun dibawakannya. Kami kemudian berangkat, saat pagi belum terang benar.

Keluar kota Labuan Bajo ke arah timur. Menyusuri Jalan Raya Trans Flores. Yang tak ramai. Yang berkelok-kelok. Mendaki dan menuruni bukit. Makin lama udara makin dingin.


Pegunungan di Manggarai yang Lebat Membuat Sungai-sungainya Mengalirkan Air Sepanjang Musim [Foto: IK Gde Subagia]

Kondisi Flores ke arah timur sungguh berbeda. Jika di Labuan Bajo kering dan gersang, ke arah timur justru hijau dan sejuk. Perbukitan tak lagi ditumbuhi padang ilalang. Berganti menjadi pepohonan hutan yang rapat.

Jembatan-jembatan yang saya lalui sungainya mengalirkan air. Rasanya, banyak sumber mata air di bukit-bukit ini. Maka tak salah, ada air mineral produk Manggarai yanng mendapatkan airnya dari sini. Namanya Ruteng. Nama produk yang sama dengan nama ibukotanya.

Insiden Pecah Ban

Ban motor bagian belakang tiba-tiba bocor. Pantas saja dari tadi oleng. Kami berhenti. Melihat kondisinya. Bocor total. Motor tak bisa dinaiki berdua. Kalaupun dinaiki sendiri, agak dipaksa dan pelan-pelan.

Saya turun. Leon menuntun motornya. Kondisi di jalan sepi. Rasanya akan susah mendapatkan bengkel tambal ban. Di sekitar kami hutan, ladang, dan sawah. Sesekali rumah-rumah penduduk. Wilayah ini namanya Mbliling. Karena ada sekolah negeri dengan papan namanya yang saya lewati.

Leon saya minta mengendarai motornya saja. Mencari tukang tambal ban di depan. Saya akan berjalan menyusulnya di bekakang. Ada sekitar dua kilometer saya berjalan kaki. Long march. Sampai akhirnya menyetop seorang pengendara motor. Ia saya boncengi menyusul Leon.

Akhirnya saya melihat Leon di sebuah bengkel tambal ban. Di pinggir jalan yang sepi. Di sebuah pertigaan jalan yang akan menuju ke Danau Sano Nggoang. Tapi bengkelnya tutup. Sial. Beberapa pengendara motor yang bannya bocor juga saya lihat kebingungan.

Tiga puluh menit menunggu tukang bengkel yang tak kunjung datang, Leon akhirnya lanjut mencari bengkel. Saya menunggu saja di depan bengkel yang sudah tutup ini.

Sambil menunggu, saya sempatkan menulis. Juga mengirimkan kabar ke istri. Tentang kondisi dan posisi. Mumpung ada sinyal internet.

Di banyak titik di Flores, sinyal internet sangat susah didapatkan. Saya masih setia memakai kartu provider warisan tempat kerja saya dulu. Walaupun jangkauannya di Flores terbatas. Kalau kartu provider lain, sepertinya jangkauannya lebih luas.

Dari Lembor ke Nanga Lili

Sejam menunggu, akhirnya Leon datang. Motor sudah normal kembali. Perjalanan pun dilanjutkan. Kami sampai di sebuah kota kecamatan, Lembor. Di sini kami istirahat makan. Sudah lapar. Tadi pagi saya hanya sarapan roti tawar dan air putih saja.

Kami akan menuju Denge. Sebuah kampung terakhir yang bisa diakses kendaraan bermotor, sebelum ke Kampung Wae Rebo. Jalur umum menuju Denge adalah melalui Kota Ruteng. Tapi Leon mengajak lewat Nanga Lili saja.

Nanga Lili adalah desa yang lokasinya tak jauh dari pesisir selatan Pulau Flores. Daerahnya kering dan panas. Di beberapa garis pantai, banyak ada perahu nelayan. Juga ikan-ikan yang sedang dijemur.


Salah Satu Pemukiman di Nanga Lili [Foto: IK Gde Subagia]

Selalu Berjumpa Otokol

Jalan yang kami tempuh sepi. Hanya satu dua kendaraan melintas. Salah satunya adalah otokol. Atau oto kayu. Kendaraan penumpang khas di Flores. Berupa truk yang bak belakangnya dimodifikasi dengan tempat duduk.

Yang unik, hampir semua otokol memutar musik dengan kencang. Bahkan ada yang saya lihat memiliki loudspeaker yang arah suaranya keluar. Dari jauh, musiknya sudah terdengar. Saya selalu menebak, ini pasti otokol.

Otokol, Moda Transportasi yang Umum Dijumpai di Flores [Foto: IK Gde Subagia]

Menyusuri Pantai Selatan

Setelah melewati Nanga Lili, tibalah kami di pesisir selatan. Deburan ombak sudah terlihat dan terdengar jelas. Jalan menuju Denge akan menyusuri pantai ke arah timur.

Kondisi jalan tak begitu baik. Karena jalan adalah jalan pedesaan. Udara bertambah panas khas pesisir. Angin bertiup kencang.


Leon dan motornya [Foto: IK Gde Subagia]
Setelah Melewati Desa Nanga Lili, Jalan Menuju Dintor Menyusuri Pantai Selatan [Foto: IK Gde Subagia]

Pemandangan di pesisir selatan ini membuat perjalanan kami tak membosankan. Pantai berpasir atau berkerikil dengan deburan ombak. Kadang berganti menjadi terjal dengan ombak-ombak yang ganas.

Di seberang lautan, ada satu pulau. Namanya Pulau Mules. Pulau dengan hamparan bukit berbatu, padang rumput, dan pepohonan dataran rendah.

Leon sepertinya senang. Sebagai orang Manggarai asli, ia tak pernah lewat sini. Hanya dengar cerita dari temannya yang pernah ke sini. Yang bersepeda motor di pesisir pantai dengan pemandangan indah.


Pemandangan di Pesisir Selatan Flores. Tampak di Kejauhan Pulau Mulas [IK Gde Subagia]

Dari Dintor ke Denge

Akhirnya kami sampai di Desa Dintor. Tempat persimpangan jalan yang akan ke Denge atau ke Ruteng. Jika ke Denge, jalan mendaki ke utara. Jika ke Ruteng, maka tinggal meneruskannya ke timur, berlanjut menyusuri pantai.

Jauh di utara, pegunungan menghijau tertutup kabut tebal. Juga mendung. Kami tetap memacu motor ke atas. Hingga tiba di Denge, kampung terakhir sebelum Wae Rebo.

Setelah sampai di Denge, kami memutuskan memacu motor terus. Menuju ujung aspalnya yang terakhir. Tak ada pemukiman yang dilewati lagi. Hutan semua. Jalan menanjak berkelok-kelok.


Ujung Jalan Aspal Kampung Denge Berupa Jembatan, yang Susah Dilalui Kendaraan Bermotor [Foto: IK Gde Subagia]

Kabut makin tebal. Mendung membuat hari makin gelap dan muram. Untuk ke Wae Rebo, kami harus mendaki. Berjalan kaki. Menyusuri hutan. Di jalan setapak berupa tanah dan bebatuan. Selama dua sampai tiga jam ke depan.

Melihat alam yang menampakan wajah tak bersahabat, Leon terlihat ragu. Saya membebaskannya. Terserah ia saja. Mau ikut mendaki ke Wae Rebo, boleh. Mau kembali ke Labuan Bajo, juga saya persilahkan. Dalam hati, saya berharap ia ikut. Setidaknya ada yang menemani saya dalam perjalanan ke atas.

Sementara itu, gerimis mulai turun. [T]

Manggarai, Juni 2019


BACA SELANJUTNYA:

  • Melawat ke Flores [5] : Singgah ke Wae Rebo
Tags: FloresIndonesia TimurLabuan Bajoperjalanan
I Komang Gde Subagia

I Komang Gde Subagia

Biasa dipanggil Gejor. Suka menulis. Suka memotret. Suka jalan-jalan. Suka tidur. Tinggal di Denpasar.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi diolah dari gambar Google
Cerpen

Bagaimana Surat Pertama Ditulis | Cerpen Rudyard Kipling

by Juli Sastrawan
March 3, 2021
Pentas STIKOM Bali di Taman Budaya Denpasar
Kilas

Pentas STIKOM Bali, Sederhana, Sarat Makna

  SUARA khas gamelan Bali mengurai malam yang dingin. Sayup sayup keramaian pun mulai mengisi Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman ...

February 2, 2018
Esai

Buleleng, Pesona Pluralisme Nusantara dan Dunia

“Assalamualaikum, nggih Ibu, Ida masih di Singaraja, benjang Ida pulang ke Pegayaman. Nggih, Ida sampung ngajeng, nggih Ibu. Assalamualaikum!” Indonesia ...

September 17, 2019
Ilustrasi: Juli Sastrawan
Esai

Ah, Kartu Kuning Tidak Kreatif, Cobalah Acungkan Kartu-kartu Ini…

HARUS saya akui bahwa Zaadit Taqwa, ketua BEM UI adalah mahasiswa dengan keberanian yang sangat tinggi dan luar biasa. Bagaimana ...

February 9, 2018
Pandita Rsi. Foto oleh Sugi Lanus.
Esai

Bacaan Wajib Pendeta Hindu Bali

Catatan Harian Sugi Lanus 16 Februari 2021 ____ 1. Kependetaan Hindu Bali sangat jelas bacaan wajibnya. Artinya, punya pedoman kependetaan, ...

February 16, 2021
Opini

Hampir tak Mungkin Penulis Sejarah Benar-benar “Jujur”

MEMBACA buku sejarah adalah membaca penafsiran-penafsiran. Membaca buku sejarah adalah membaca kejadian masa lampau yang hanya mungkin ditilik kembali dengan ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Mom Called Killer
Kilas

Mom Called Killer Melompat dengan “The Crow and The Serpent Crown”

by tatkala
March 4, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Saṃpradāya Kuno Sampaikah ke Nusantara?*

by Sugi Lanus
March 4, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (157) Dongeng (11) Esai (1422) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (197) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In