28 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Perjalanan
Kapal-kapal yang Berlabuh di Sekitar Pulau Kelor [Foto: IK Gde Subagia]

Kapal-kapal yang Berlabuh di Sekitar Pulau Kelor [Foto: IK Gde Subagia]

Melawat ke Flores [2]: Mengarungi Perairan Komodo

I Komang Gde Subagia by I Komang Gde Subagia
February 5, 2020
in Perjalanan
11
SHARES

Baca juga:

  • Melawat ke Flores [1] : Perjalanan Dimulai Dari Labuan Bajo

Sekoci kecil membawa saya meninggalkan pelabuhan. Berlenggak-lenggok di antara kapal-kapal lain yang sedang parkir. Menuju salah satu kapal yang parkir di tengah, kapal yang akan saya tumpangi.

Saya akan melaut tiga hari ke depan. Mau mengelilingi perairan Taman Nasional Komodo. Menuju satu pulau ke pulau lain. Bersama teman-teman baru yang bergabung dalam satu kapal.


Sebuah Kapal yang Biasa Mengarungi Perairan Taman Nasional Komodo, Menarik Sekoci di Belakangnya [Foto: IK Gde Subagia]

Nama keren kegiatan ini adalah open trip. Perjalanan dari gabungan individu atau beberapa orang yang tak saling kenal sebelumnya. Ini adalah paket jualan wisata umum di Labuan Bajo. Dan saya mencobanya. Cocok untuk berbagi ongkos kapal dan biaya perjalanan.

Total ada delapan belas orang di kapal yang saya naiki. Empat belas wisatawan. Satu pemandu. Satu nahkoda. Satu koki. Dan dua anak buah kapal. Nama teman-teman baru dalam satu kapal ini tak saya hafal seluruhnya. Nanti akan saya tulis khusus satu per satu dari mereka untuk kenang-kenangan. Okelah kalau begitu.

Mulai Melaut

Perjalanan di laut pun dimulai. Kapal berjalan perlahan. Meninggalkan pelabuhan Labuhan Bajo.

Ricardus Gopong, pemandu kami sangat ramah. Ia yang berumur 20 tahun selalu melucu. Selalu mewanti-wanti untuk hemat air selama di kapal. Tak membuang sampah sembarangan ke laut, terutama yang dari plastik. Mantap.


Kapal Mulai Berjalan Perlahan Meninggalkan Labuan Bajo [Foto: IK Gde Subagia]
Abire, Sang Nahkoda Kapal [Foto: IK Gde Subagia]

Nahkoda kapal bernama Abire. Nama lengkapnya hanya Abire. Satu suku kata saja. Tak ada embel-embel lain. Lelaki 65 tahun yang berasal dari Bone ini dipanggil Opa Abi. Ia telah lama malang melintang di tengah laut. Sering pulang pergi dari Labuan Bajo ke Makassar. Saya mempercayakan nasib di laut kali ini padanya.

Taman Nasional Komodo

Taman Nasional Komodo adalah kawasan perairan dan kepulauan. Terletak di perbatasan Pulau Flores dan Pulau Sumbawa. Secara administratif, menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Terdiri dari tiga pulau besar : Komodo, Rinca, dan Padar. Serta puluhan pulau kecil lainnya. Dengan berbagai macam spesies. Termasuk komodo, kadal raksasa yang menjadi satwa endemik di wilayah ini.


Papan Petunjuk Tentang Taman Nasioanl Komodo yang Bisa Dijumpai di Setiap Pulau [Foto: IK Gde Subagia]
Saya (penulis) di Dalam Kawasan Taman Nasional Komodo [Foto: IK Gde Subagia]

Taman nasional yang dinobatkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO mengalami polemik belakangan ini. Rencananya mau ditutup sementara waktu. Usulnya dari pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur. Di bawah arahan sang gubernur, Viktor Laiskodat.

Tapi usul itu mendapat tentangan. Terutama dari pelaku pariwisata. Seperti hotel, jasa transporasi darat, persewaan kapal, dan oleh-oleh. Jika Komodo ditutup, matilah usaha mereka. Daripada ditutup, pembangunan hotel atau resort di taman nasional lah yang harus dicegah. Hmmm…

Sementara dari kalangan peneliti, khususnya dari LIPI, mengatakan bahwa tak ada korelasi signifikan antara kegiatan wisata dengan populasi komodo. Wisatawan hanya melihat. Tidak mengambil atau membunuh komodo. Juga mengikuti jalur-jalur yang memang diperbolehkan. Yang perlu dititikberatkan malah pada penduduk sekitar dan pemukiman di taman nasional.

Bahkan kepala taman nasional pernah mengatakan bahwa rencana penutupan hanyalah wacana saja. Popolasi komodo aman-aman saja. Walaupun penataan dan perbaikan pengelolaan tetap harus dijalankan. Untuk menghindari mass tourism, perizinannya saja yang diperketat. Atau tiket masuknya dinaikkan.


Pulau Padar dan Sekitarnya dalam Kawasan Taman Nasional Komodo [Foto: IK Gde Subagia]

Ke Pulau Kelor

Setelah berlayar sekitar satu jam, kami tiba di Pulau Kelor. Pulau tak berpenghuni yang berlokasi tak jauh dari daratan Flores. Kondisinya berbukit dengan rumput-rumput ilalang. Pantainya berpasir putih. Airnya jernih. Kebiruan.

Tapi suasananya ramai. Ada banyak sekali kapal yang parkir di sekitarnya. Membawa banyak wisatawan. Untuk bermain di pantai. Dan mendaki bukit kecilnya. Ke puncak yang tingginya hanya 100 meter dari permukaan laut.

Di bukit ini pemandangannya memang menarik. Tempat yang pas untuk foto-foto. Jumlah wisatawan mungkin seratusan lebih. Mengantri di jalur pendakian. Dan mengantri di spot-spot foto favorit.


Pulau Kelor yang Ramai. Banyak Orang yang Akan Mendaki ke Puncak Bukitnya [Foto: IK Gde Subagia]
Kapal-kapal yang Berlabuh di Sekitar Pulau Kelor [Foto: IK Gde Subagia]

Saya sebenarnya tak begitu suka jalan-jalan ke alam yang kondisinya ramai. Tapi mau bagaimana lagi. Ini di Komodo. Dan musim liburan. Namanya sudah mendunia. Mengundang semua orang untuk datang. Mau tak mau, saya harus menikmati suasana ini.

Kesialan Wallace di Masa Silam

Selepas tengah hari, kapal melaju ke Pulau Rinca. Pulau ini adalah pulau terbesar kedua di kawasan taman nasional. Di sinilah kita bisa melihat komodo. Satwa dari zaman dinosaurus yang masih bertahan sampai sekarang. Yang luput dari pengamatan Alfred Russel Wallace, naturalis dari Inggris itu.


Garis Wallace, Membagi Nusantara Menjadi Dua Kawasan Sebaran Fauna Asia dan Australasia

Wallace terkenal karena teorinya. Ia membagi sebaran spesies nusantara dengan garis imajiner, membentang utara ke selatan. Antara Kalimantan dan Sulawesi. Serta antara Bali dan Lombok. Sebelah barat masuk kawasan Asia. Sebelah timur masuk Australasia.

Sayang, Wallace tak pernah melihat komodo dalam ekspedisinya. Spesies yang hanya satu-satunya di Kepulauan Sunda Kecil. Ia kehilangan bahan penelitian yang spektakuler : naga yang menjadi dongeng nusantara kala itu. Yang menginspirasi dunia di kemudian hari.

Melihat Komodo di Rinca

Kapal berlabuh di dermaga Teluk Loh Buaya. Wisatawan masih ramai. Beberapa kapal membuang sauh. Membawa penumpangnya dengan sekoci merapat ke tepi pantai. Lalu berkeliling di sekitar pulau bersama pemandu setempat.

Komodo-komodo di Pulau Rinca [Foto: IK Gde Subagia]
Kawasan Sarang Komodo, Tempat Betina Bertelur [Foto: IK Gde Subagia]
Komodo, Satwa Endemik yang Hanya Ada di Kepulauan Komodo [Foto: IK Gde Subagia]
Rusa, Salah Satu Spesies yang Menghuni Pulau-pulau di Taman Nasional Komodo [Foto: IK Gde Subagia]

Pulau Rinca adalah pulau terluas kedua di kawasan taman nasional. Ada sekitar 1.500 ekor lebih komodo yang hidup di pulau ini. Menyebar di berbagai tempat.

Jumah komodo yang relatif sama juga ada di Pulau Komodo, pulau terbesar. Serta sejumlah kecil di Pulau Padar, Motang, dan Kode. Kalau ditotal, ada tiga ribuan komodo di dalam kawasan taman nasional.

Selain komodo, ada banyak kerbau liar. Rusa. Monyet ekor panjang. Dan burung elang laut. Setidaknya satwa-satwa inilah yang saya lihat dengan mata kepala sendiri.

Kerbau, rusa, dan monyet adalah mangsa alami komodo. Makanya saya melihat tulang belulang kerbau dan rusa dipajang di depan pintu masuk.

Komodo adalah mahluk siang hari. Memburu mangsanya dengan menunggu. Ia tak bisa bergerak cepat. Hanya memangsa jika sang mangsa berada dalam jangkauannya. Makanya kita harus hati-hati saat berada di dekat komodo. Reptil ini sama berbahanya seperti buaya.

Umur hidup komodo rata-rata adalah dua puluhan tahun. Paling lama yang tercatat adalah lima puluh tahun. Musim kawinnya setiap tahun, sekitar April. Dan bertelur sekitar tujuh bulan kemudian. Bertelurnya di dalam lubang yang dibuat oleh burung. Saat menetas, anak-anak komodo bisa dimangsa oleh komodo dewasa. Termasuk induknya. Ngeri juga. Mereka kanibal.

Pulau Rinca sebenarnya berpenghuni. Kampung yang hanya satu-satunya bernama Kampung Rinca. Warganya bertani di sekitar kampung. Beberapa melaut sebagai nelayan. Karena berdampingan dengan komodo, pernah ada kejadian seorang warga kampung diterkam komodo. Ia terluka dan berhasil diselamatkan.

Bertemu Teman Lama

Sewaktu berlabuh di Teluk Loh Buaya, saya melihat sebuah kapal phinisi. Nama kapalnya adalah Helena. Saya tahu kapal ini. Milik teman lama saya : Untung Sihombing.

Saya celingukan mencarinya. Dan ketemu. Saya melihatnya. Tapi posisinya jauh. Tak mungkin ia melihat saya. Kalaupun berteriak memanggilnya, tak mungkin pula ia mendengar. Kalau ditelpon, telepon saya sudah tak mendapatkan sinyal sejak meninggalkan Labuan Bajo.

Tapi di dermaga, saya melihat anak buah kapalnya. Dari kaos yang bertuliskan Helena. Saya katakan kepada mereka bahwa saya ingin bertemu dengan pemilik kapal. Dan akhirnya bisa. Untung Sihombing pun kaget. Ia tak menyangka akan bertemu saya di Pulau Rinca.


Saya (penulis) melihat Helena [Foto: IK Gde Subagia]
Saya (penulis) bersama Untung Sihombing

Dulu, Untung Sihombing adalah karyawan sebuah perusahaan telekomunikasi di Jakarta. Satu kantor dengan saya. Kenal bukan karena urusan kerjaan. Tapi karena sering jalan bersama ke alam. Naik gunung atau menyelam di laut.

Ia memang memiliki passion besar di alam. Petualang sejati. Ia berani resign untuk berkelana ke mana-mana. Sampai akhirnya, ia bermarkas di Labuan Bajo dua tahun terakhir ini. Membeli phinisi. Sambil mengelola bisnis pariwisata. Semoga sukses terus, Bro!

Pulau Kalong

Menjelang sore, kami meninggalkan Pulau Rinca. Tujuan berikutnya adalah ke Pulau Kalong. Untuk melihat sunset, matahari terbenam.

Seperti namanya, Pulau Kalong memang menjadi sarang kalong, kelelawar besar. Sambil santai di geladak kapal bagian atas, saya menyaksikan langit yang makin memerah.

Ketika remang-remang pertanda malam mulai turun, kalong-kalong mulai berterbangan. Jumlahnya ratusan ribu. Atau mungkin jutaan. Karena memang banyak sekali. Dan kejadiannya lama. Dari yang terbang pertama, sampai yang terbang terakhir.


Kalong-kalong yang Terbang Mencari Makan Saat Malam Menjelang [Foto: IK Gde Subagia]

Pemandangan mahluk ciptaan Tuhan yang unik. Tapi merugikan manusia. Karena kalong adalah hama. Ketika malam telah dimulai seperti ini, mereka terbang mencari makan. Ke pulau-pulau seberang. Flores, Sumba, Sumbawa, Timor, dan lain-lain.

Petani kopi, pisang, dan buah-buahan lainnya tak akan pernah suka dengan kalong. Tak bisa dibayangkan jika semua kalong yang terbang tadi berburu makan di satu kebun. Hasil kebun pasti langsung ludes. Habislah sang petani merugi. Maka tak heran, beberapa orang di Flores juga memakan daging kalong. Hasil menjerat atau berburu di kebunnya.

Bermalam di Teluk

Saat malam telah benar-benar gelap, pemandangan yang terlihat hanya lampu-lampu kapal di kejauhan.

Kami berencana akan ke Pulau Padar. Tapi gelombang tinggi. Kapal terombang-ambing cukup hebat.

Nahkoda memutuskan untuk merapat di sebuah teluk. Bagian dari Pulau Rinca. Begitu juga dengan kapal-kapal lain. Merapat di sekitar kami juga.

Teluknya tenang. Kapal hanya bergoyang pelan mengikuti irama gelombang. Cukup nyaman untuk melewatkan malam. Untuk beristirahat. Juga mandi dan makan malam.

Ini pertama kalinya saya bermalam di tengah laut. Walaupun bukan di tengah lautan lepas. Tapi di pinggir. Berlokasi tak jauh dari daratan. Menyenangkan. Sekaligus mendamaikan.


Suasana malam di kapal [Foto: IK Gde Subagia]

Saya berbaring menengadah menatap langit. Di geladak kapal bagian atas. Merasakan angin yang berhembus. Melihat bintang-bintang bertaburan. Berkerlap-kerlip. Berkilauan menjadi bagian semesta raya. Pikiran melayang ke mana-mana. Berlarian menembus ruang dan waktu. Siapalah saya, yang terdampar di satu titik kecil galaksi ini. [T]

Labuan Bajo, Juni 2019


Selanjutnya baca:

  • Melawat ke Flores [3] : Masih di Perairan Komodo

Tags: FloresIndonesia TimurLabuan BajoPariwisata
I Komang Gde Subagia

I Komang Gde Subagia

Biasa dipanggil Gejor. Suka menulis. Suka memotret. Suka jalan-jalan. Suka tidur. Tinggal di Denpasar.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Acara

Artisan Day-Out by Plataran Canggu Revisit the Tradition

Canggu, 5 dan 6 Desember 2020 Plataran Canggu menyelenggarakan Artisan Day-Out dengan tema Revisit the Tradition. Dalam acara ini, Plataran ...

December 4, 2020
Foto diolah dari sumber Google
Esai

Ini yang Terjadi di Jembrana Bila Tol Gilimanuk-Tabanan Terealisasi

SEPANJANG hari ini, kawan-kawan saya yang mukim di Jembrana, sibuk membagikan tautan berita tentang pembangunan jalan tol. Konon ruas Gilimanuk-Tabanan ...

January 23, 2020
(ANTARA FOTO/Wira Suryantala)
Esai

Orang Bali dan Garuda

Sebagai orang yang lahir dan besar serta hingga sekarang berada di Bali, menurut saya, orang Bali akrab dengan garuda. Secara ...

December 7, 2019
Ukiran patung di Pura Tirta, Silakarang, dibuat sekitar tahun 1800-an. /Foto: Purwita Sukahet
Esai

Silakarang: Cerita tentang Peradaban Seni Ukir dan Padas Palimanan

  ... Agung Kerung (keturunan Mengwi) bersekutu dengan Cokorda Sukawati dari Ubud dan secara terang-terangan melawan Dewa Agung Klungkung. Koalisi ...

February 2, 2018
Foto: Istimewa
Esai

Catatan Harian Sugi Lanus: “Simakrama”, Ruang Mengasah Kemanusiaan

KELAHIRAN istilah 'simakrama' menarik untuk ditelusuri. Awalnya istilah ini yang lebih mengarah pada padanan kata 'silahturahmi', yang mencerminkan keinginan untuk ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pedagang lalapan di balik pagar  yang buka tapi tertutup
Khas

Semua Akan Ilegal Pada Waktunya | Cerita Dagang Lalapan Unik di Malam PSBB

by Agus Noval Rivaldi
January 28, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Puji Retno Hardiningtyas saat menyampaikan ringkasan disertasi dalam ujian terbuka (promosi doktor) di Universitas Udayana, Selasa, 26 Januari 2021.
Opini

Antara Keindahan dan Kehancuran | Wacana Lingkungan Alam dalam Puisi Indonesia Modern Karya Penyair di Bali Periode 1970-an Hingga 2010-an

by Puji Retno Hardiningtyas
January 28, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1363) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (5) Khas (313) Kiat (19) Kilas (193) Opini (472) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (330)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In