15 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Screen Shot 2019-11-11 at 10.18.09 PM.png

Screen Shot 2019-11-11 at 10.18.09 PM.png

“Waktu, Kenangan dan Ruang Sunyi” – Single Baru dari Nicolas Mora

Jong Santiasa Putra by Jong Santiasa Putra
November 12, 2019
in Ulasan
15
SHARES

Kamarnya 3×3 meter, lampunya redup kuning-jingga, pagi hari di jendela lawas itu cahaya matahari menyisir lantai yang dingin. Di rak kecil sejumlah kamera analog dijajar rapi,  sudut kemiringannya diperhitungkan dengan baik, di beberapa pojok rak  sejumlah bunga cemara kering rekah, beberapa foto lawas dipajang  simetris. Kasurnya ukuran untuk satu orang, bantal bertumpuk  dengan selimut, di meja kerja ada beberapa tumpuk buku, teratur, di belakang pintu sejumlah baju digantung, di atas lemari ada produk  parfum, cuci muka, pomade dan alat-alat sehari-hari di tata dengan dinamika bentuk yang sedap dipandang mata. Dekat jendela ada beberapa tanaman tumbuh, sepertinya sengaja diletakkan di sana.

Sekiranya begitulah kamarnya Nicolas Mora, salah seorang kawan musisi solo dari Malang, Jawa Timur. Saya menginap di sana sekitar 3 harian awal tahun 2019, rumahnya agak jauh dari kota Malang. Daerah puncak yang sejuk-dingin dan sering saya jumpai pohon cemara tumbuh di beberapa tikungan.

8 November 2019,  ia merilis single dan video lirik di kanal youtube berjudul Time Will Heal Us. Sampai tulisan ini dibuat saya masih mendengar lagu tersebut, alih-alih saya terjebak pada lirik romatis-sakitnya itu, saya malah membayangkan kamar Nico yang saya deskripsikan di atas. Kamar yang begitu intim, sejuk dan lawas. Di sana lah saya dan Nico berdiskusi apapun, mulai dari buku, musik, puisi dan proses kami mencipta satu karya. Ia selalu memiliki cerita realitas yang begitu fiksi berdasarkan pengalaman hidupnya. Sudut pandang penciptaannyapun menarik dari sudut pandang , wajarlah dia seorang sosiolog membaca fenomena masyarakat kemudian dialihwahanakan ke dalam lagu.

Time Will Heal Us, nampaknya hendak menyerahkan segala prahara hidup kepada sang waktu, aih nampaknya klise dan melankolis sekali si Nico ini.Ia bermain pada tataran memori koletif untuk menyampaikan pesan dengan gamblang, liriknya berbahasa Inggris dan mudah dipahami, tidak jauh pada metafor  sehari-hari. mungkin saja ia sedang menyederhanakan realitas kita hari ini yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan tidak pasti. Yang saya suka darinya ia selalu berhasil menangkap komponen terkecil misalnya hidup tukang ojek, hidup seorang wanita yang dicampakkan, dan lain-lain.

Manusia seperti apa yang dihasilkan dari realitas jamak hari ini ? realitas jamak yang saya maksud adalah realitas fisik dan realitas dunia maya media sosial. Di medsos kita bisa jadi siapa saja, jadi orang bijak, pemarah, tukang hakim, tukang bully lalu siapa sebenarnya kita pada realitas fisik ?.

Satu di antaranya adalah menjadi bijak, simak lirik satu ini

“If there’s no way out for it

I will not hold you here

Promise me you’ll keep our memory”

Aaiiiih betapa dewasanya tokoh yang ia hendak ceritakan dalam lagunya, mari kita berpisah namun jagalah setiap kenangan yang kita pernah rangkai bersama. waktu mencatat, juga mengekalkan segalanya, namun sekaligus memakannya. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono “Yang Fana Adalah Waktu”  tahun 1978

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi,
yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu. Kita abadi.

Dalam puisi Sapardi kenangan di rangkai menjadi buket bunga, disimpan, lalu terlupakan-untuk apa bunga itu ada, namun bentuknya hadir sebagai objek yang mengacu pada suatu peristiwa. Objek itu abadi, waktu berjalan abai saja, dan manusia abadi nampaknya suatu hal mustahil, tapi objek hasil kenangan adalah ruang jejak sejarah yang tidak mungkin hilang.

Co kamu lupa, putus cinta sekalipun manusia mampu memanipulasinya dengan sempurna. Tidak semata-mata menye-menye dan melankolis, tapi terimakasih lagumu mengajarkanku untuk mengenal riwayat luka-luka dalam pengalaman tubuh selama ini.

Di balut alunan gitar yang pelan dan melodi eletrik yang dipetik panjang, Nico seolah mengajarkan kita untuk perlahan dalam melanjutkan perjalanan diajaklah kita menyelami kesedihan dalam-dalam, mengenalnya, mengajaknya tidur, mengajaknya minum kopi di beranda, lalu mengobrol segala rencana masa depan, kemudian kita bosan dan pulang ke rumah masing-masing.

Pemilihan video liriknya pun termasuk berkarakter, alih-alih menggunakan editan teknologi yang menampilkan teks di layar, ia memilih mengetik teksnya dengan mesin ketik, sesekali diselingi gambar abstrak dengan komposisi sendu nan syahdu. Keseluruhan gambar memakai filter hitam putih.

Mesin ketik, filter hitam putih menyiratkan ruang kenangan yang jauh di belakang. Simbol ini saya tangkap sebagai ruang kontemplatif diri yang sudah beranjak, agar kenangan semestinya ditata, diletakkan dalam ruang sunyi di kepala. Ruang-ruang sunyi inilah nampaknya yang akan dilindas waktu, dikepingkan, dikekalkan, atau menjadi satu cacatan untuk hidup berkelanjutan.

Time Will Heal Us menjadi list wajib saya, sejajar bersama Laura Marling – What He Wrote, Archade Fire – Song On The Beach yang langsung saya dengarkan ketika baru bangun atau menemani membaca buku sembari menyesap rokok dan kopi.

Selamat atas kelahirannya, Co, aku senang-bangga, sekaligus benci sebab kau yang dapat merekam suasana sedalam itu. [T]

Tags: musikPuisi
Jong Santiasa Putra

Jong Santiasa Putra

Pedagang yang suka menikmati konser musik, pementasan teater, dan puisi. Tinggal di Denpasar

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Ilustrasi foto: Mursal Buyung
Cerpen

Ketemu Puisi di Jalan #catatanfiksidirumahsaja

Di masa pandemi ini, aku bertemu puisi yang paling muram ia tersungkur di trotoar Jalan Sudirman, Denpasar. Jalan besar yang ...

May 23, 2020
Esai

Bukan Masalah Minat Bacanya, Yang Jadi Masalah Justru Pada Kesungguhan

“Lagi apa, Ted? Pasti lagi baca buku ya?” Sesaat saya teringat percakapan dengan ayah saya via telepon beberapa hari yang ...

May 4, 2020
Foto: Mursal Buyung
Peristiwa

Pesan Kamboja Usai Ditebang di Kampus Bawah: Keiklasan Melepas Kenangan

SETIAP orang memiliki kenangan. Entah itu kenangan indah atau kenangan pahit. Termasuk kenangan terhadap pohon kamboja di Kampus Bawah Undiksha ...

February 2, 2018
Foto: Ole
Khas

In Memoriam Durpa: Merdekalah di Sorga Seperti Kemerdekaan dalam Berkesenian

KASAR itu kebebasan yang indah dan menghibur. Tak percaya? Dengarlah ungkapan-ungkapan kasar tak terduga dari karakter-karakter Bondres Dwi Mekar, Buleleng, ...

February 2, 2018
Umbu Landu Paranggi/Lukisan Wayan Redika, 2016
Esai

Purnama Kapat dan Ingatan tentang “Rajer Babat”

Di era 1990-an, kawan-kawan seniman dan seniwati di Jembrana atas prakarsa penyair legendaris Umbu Landu Paranggi rutin menggelar "Rajer Babat", ...

October 1, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In