25 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Cerpen
Lukisan Kabul Suasana (croping)

Lukisan Kabul Suasana (croping)

Semusim Saja

Wulan Dewi Saraswati by Wulan Dewi Saraswati
February 10, 2019
in Cerpen
43
SHARES

Musim ini adalah nasib buruk bagi kami. Di luar, angin begitu kencang.  Dedaunan berbaring di sepanjang jalan, toko-toko tutup lebih awal, dan pejalan kaki terburu-buru pulang.

Sekarang masih pukul tiga siang, waktu yang tepat untuk mengurung diri lebih lama di kantor atau secepat mungkin kembali tidur karena hujan akan tiba. Di media sosial pun banyak berseliweran berita-berita tentang bencana yang akan terjadi mulai dari tsunami, erupsi, gempa bumi, hujan badai, dan banjir bandang. Semua masih prediksi atau hanya ilusi, tentu masih ada waktu untuk mencegahnya.

Satu-satunya bencana yang bisa dicegah adalah banjir. Belakangan warga kota mulai sadar untuk bersikap bersih dan tanggap sampah. Mereka mulai kewalahan untuk mengurus banjir. Saluran-saluran air sudah dibersihkan dan diperbarui. Dua hari sekali petugas kebersihan sudah mengambil gumpalan sampah yang mengendap di kali. Anehnya, kali itu tepat ada di depan kantor pejabat kota. Setiap pagi udara sejuk menggiring bau amis kali itu ke masing-masing hidung pejalan kaki dan pekerja kantor.

Mengeluh karena bau amis, itu terasa sia-sia saja. Pejalan kaki, pekerja kantor, dan pengendara yang melintasi jalan utama itu sudah malas. Ketabahan mereka cukup teruji karena situasi ini dihadapi hari demi hari. Setidaknya pemerintah sudah berupaya untuk mempekerjakan petugas kebersihan.

Masalah bau tak sedap dan jalanan macet akibat truk sampah pagi hari masih bisa diampuni asalkan warga tidak terkena dampak dari banjir itu. Aksi saling menyalahkan adalah warisan yang tidak ada habisnya. Bagi pejabat itu, selama warga belum punya sikap, maka bau ini akan makin parah. Sedangkan warga acuh karena tidak ada solusi yang efektif dari pejabat.

Nampaknya pejabat belum cukup puas dengan riuh tepuk tangan dan sanjungan dari warga. Bagi mereka, jasa dan pengorbanannya sudah maksimal. Terlebih saat mereka berusaha mencegah erupsi gunung api. Bukan hal yang mengejutkan lagi. Kehebatan pejabat itu sudah tersiar ke pelosok negeri. Erupsi yang semakin besar mampu diredam.

Berbagai cara dilakukan mulai dari membuat ritual besar-besaran, memohon pada dewa agar membatalkan rencananya, memainkan level darurat bencana, sampai mengontrol berita heboh dari para jurnalis. Retorika-retorika palsu yang disebar semata agar acara akbar berstandar internasional tetap digelar. Nyatanya hanya soal melindungi ladang devisa yang terguncang.

Kami juga berkeyakinan bahwa mereka pun mampu mencegah tsunami. Rencana demi rencana diluncurkan. Mereka mencoba melindungi kota ini dengan membuat gerbang. Alih-alih membuat gerbang sebagai menara perlindungan, justru daerah baru dibangun.

Pasir dari negara lain datang dan menimbun sedikit demi sedikit terumbu karang. Tentu ada kematian masal di laut. Hewan laut itu mati seketika. Mungkin hanya beberapa orang yang berduka, selebihnya masih tetap fokus pada urusan masing-masing yang tentu lebih penting. Semisal bekerja lebih giat agar disayang atasan, atau mempercantik diri agar mampu menjadi artis media sosial.

Sikap tidak peduli ini adalah bentuk ketabahan. Tentu ketabahan ini sangat amis seperti bau sampah di depan kantor pejabat. Anak-anak makin tahu cara mengasingkan diri dari polusi ini. Mereka memilih mengurung diri di kamar sambil menyantap mie instan dan menonton drama korea. Keasikan yang sangat intim. Sudah tidak ada waktu lagi mengeluh. Waktunya kini hanya diam, santai, dan curhat di media sosial.

“Tulisanmu sangat pesimis. Tidakkah lebih pantas kamu membuat sesuatu yang memiliki pengaruh penting?” kata @bagusgenjing mengomentari unggahan perempuan itu.

“Sudah seharusnya kita fokus bekerja. Lebih baik selamatkan dirimu sebelum tulisan ini dilaporkan!” kata pemilik akun @ajegjegeg18 dengan emoticon yang tidak bisa ditranskripkan.

“Santai saja! Masih ada hukum karma. Roda berputar kok!” sahut @panjoul91 dengan melampirkan link tentang hukum karma menurut ajaran Budha.

Perempuan yang mengunggah tulisan tersebut merasa keributan ini berlebihan. Baginya tak ada salahnya membuat tulisan tentang bau selokan di depan kantor walikota. Mungkin saat itu yang dia pikirkan hanya bau yang tak kunjung hilang karena banyak hal yang sudah busuk tersimpan.

Bencana awal tahun, bau amis dan busuk di kantor pejabat. Truk sampah yang mengganggu dan hal-hal yang tak bisa disampaikan.

Tulisan yang sederhana. Berkata hal remeh yang tidak ada pengaruhnya dan tidak ada bentuk provokasi. Entah kenapa sangat ribut mempergunjingkan hal remeh ini. Cukuplah angin di luar saja yang kencang. Biarkan dedaunan saja yang berserakkan, tidak perlulah kita membuat sampah lagi. Keracunan sampah di media sosial lebih berbahaya daripada mencium bau amis selokan.

Keesokan harinya, prestasi baru bagi pejabat kota. Kini, mereka pun mampu mencegah polusi emosi di media sosial. Beberapa akun yang dicurigai palsu sudah hilang. Beberapa tulisan pesimis telah sirna. Dan beberapa puisi anarkis tidak muncul. Di mesin pencarian tidak ditemukan lagi kata-kata sampah dan hal-hal yang mengundang polusi.

Tidak hanya itu, beberapa tayangan anak-anak yang bersifat kekerasan dan tak patuh aturan segera dilarang. Foto-foto artis internasional diatur sedemikian rupa agar tidak menimbulkan demonstrasi. Konser artis luar negeri yang mengundang aksi anarkis secepat mungkin ditutup. Terlebih buku-buku sejarah yang dipandang menganut ajaran terlarang, menentang idelogi, dan memicu keributan disita sampai tuntas.

Tidak ada bencana yang tidak bisa dicegah oleh mereka. Kalau begitu, sudah seharusnya daerah ini lebih baik.

Selasa akhir bulan, perempuan itu menulis lagi. Kini dengan membagikan tautan tentang bebasnya pembunuh nomor satu dari jeruji penjara. Orang-orang diam. Jemari tidak mampu lagi mengetik beberapa kata. Lelah sudah mengumpat.

Orang-orang bermimpi. Bermalam-malam mimpi yang sama. Ingatan itu mendatangi mereka, di saat dentuman terdengar, ambulan sibuk, rumah sakit bergelimpangan mayat, dan pemadam kebakaran akhirnya bekerja. Saat monumen dibentuk, saat polisi mengincar pelaku, dan saat toko-toko bangkrut. Ekonomi yang lesu itu adalah musim terburuk bagi warga. Kerja yang nyata bertahun-tahun terbakar dalam ledakan semalam.

Malam yang sial, musim yang malang bagi warga. Sedangkan kini pelaku tersenyum girang hendak menghirup polusi ibu kota kembali. Kebebasannya sungguh mulia. Kemanusiaan yang sangat filosofis. Ini juga bukti yang cukup bahwa pejabat mampu mencegah bencana politik.

“Tidak bisa dipercaya! Keputusan ini pasti ada tujuannya!” komentar akun @novayanax dengan emoticon bulat merah bertanduk.

“Ini permainan politik. Ini sebuah seni. Lihat bagaimana nanti,” tulis akun @oontyoopa tanpa emoticon.

“Percayalah ini hanya berita yang tidak benar. Berita ingin menjatuhkan pejabat,” sahut akun @damaipeaace2 dengan tautan bandingan Prestasi Kabinet 4 Tahun Terakhir.

“Ingatkah kalian kata Pakde?” tanya akun @golongankita17 sambil mengunggah meme bertuliskan enakan jaman ku toh?.  

Kami hanya butuh ketabahan. Menghadapi dunia maya, melewati hidup di dunia kerja, juga menghalau bau amis di kantor pejabat. Kami menyalakan dupa, memohon untuk kali ini, semusim saja agar tidak ada bencana. Mungkinkah cahaya itu kembali?

Angin di luar semakin lebat, hujan perlahan turun. Sebelum siang, cahaya telah terbit menyibak mendung. Menyibak gelap. Tak ingin ribut. Cahaya keluar dengan santun dan lembut.

Doa kami dikabulkan. Walau semusim saja, kami cukup merasakannya. Kami pikir cahaya bukan bencana, dan tak ada yang bisa mencegahnya bahkan pejabat sekalipun.

Tags: Cerpen
Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi Saraswati

Suka menulis, suka berteman. Kini sedang menikmati masa pacaran. Setelah tamat dari Undiksha Singaraja, kini magang jadi guru bahasa Indonesia untuk turis di Ubud

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Warna warni Pameran di Galery Seni Rupa FBS Undiksha Singaraja, November 2019 [Foto Mursal Buyung]
Puisi

[Puisi-puisi Manik Sukadana] – Pernyataan Pada Perempuan Pengagum Warna

UNTUK PEREMPUAN PENGAGUM WARNA BIRU Wi. Ganjilkah cintaku itu? Tanyamu. Didesak malam, hampir tanpa balasan, ceritamu seperti pelayaran. Aku diajak ...

September 27, 2020
Foto: Mursal Buyung
Opini

“Jesus Bless You” – Tentang Saya dan Agama

SAYA suka lagu-lagu yang memberikan getaran yang baik pada suasana hati dan hidup saya. Karena itu saya menggunakan aplikasi karaoke ...

February 2, 2018
Penulis gembira dalam acara Gietman Mountain Bike 2019 (Foto-foto Istimewa)
Khas

Gietman Mountain Bike 2019: Jelajahi Hijau Alam Selemadeg & Betapa Ramah Petaninya

Waktu menunjukkan pukul 6.30 ketika saya hadir di banjar itu. Masih pagi. Beberapa lampu di depan rumah penduduk masih kelihatan ...

April 22, 2019
Esai

Aplikasi Tes Online Bahasa Bali: Somasi Karena Jaruh, Bangkis-bangkis Karena Ketawa

SELAMA sekitar dua hari ini, timeline social media khususnya Facebook disibukkan dengan perbincangan  tentang Bahasa Bali. Yang memperbincangkan, ya, tentu ...

February 2, 2018
Gambar ilustrasi diambil dari Google
Opini

Perlu “Orang Gila” di Pilkada Tabanan

Para pembaca yang budiman, sejak awal harus diingatkan, tulisan ini adalah opini. Bukan berita. Opini adalah ide yang muncul dari ...

September 2, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Umberto Eco
Esai

Baca Lontar Bersama Umberto Eco

by Sugi Lanus
February 25, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1411) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In