28 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Opini
Kredit foto; Sugi Lanus

Kredit foto; Sugi Lanus

Memicu “Erupsi Literasi” Gunung Agung, Lebih Cepat Lebih Baik

Wayan Paing by Wayan Paing
February 2, 2018
in Opini
79
SHARES

 

SANGAT menarik membaca tulisan “Gempa Literasi” karya Gol A Gong dan M. Irkam. Dalam bagian “Jambi Membaca” disebutkan: ”Gempa literasi di Jambi cukup sukses. Gempa literasi ini meliputi pertunjukan seni (musik, teater, tarian), lomba literasi (menggambar, menulis cerpen, novel, esai), bedah dan peluncuran buku, pelatihan, wakaf buku, dan diskusi. Dengan kegiatan ini diharapkan tumbuh generasi baru yang cerdas dan kritis.”

Dari penjelasan itu terlihat bahwa salah satu kegiatan literasi dapat dilakukan dengan kegiatan menulis. Jika dipadukan dengan pengertian dalam KBBI daring, maka literasi bisa diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca. Sedangkan literasi sekolah dalam konteks Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.

Lebih lanjut dalam Gempa Literasi diuraikan: “Selama ini kita mengenal gempa yang menghancurkan. Tapi, mulai sekarang kita mengenal gempa literasi sebagai peristiwa yang membangun masyarakat dari kebodohan. Gempa literasi bisa saja menghancurkan, tapi yang dihancurkan adalah kebodohan.”

Jika bencana alam berupa gempa bisa memunculkan “gempa literasi”, mungkinkah ancaman erupsi Gunung Agung bisa menjadi dasar pemikiran untuk membentuk “erupsi literasi”?

Disadari atau tidak, di tengah arus pengungsian akibat status Gunung Agung yang belum normal sampai saat ini, banyak guru mengungkapkan perasaannya lewat media sosial. Ada yang berupa puisi maupun prosa. Ada yang berbahasa Indonesia ada pula menggunakan bahasa Bali. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman yang mereka alami mampu mereka ungkapkan melalui kata-kata. Hal ini merupakan kabar dan contoh baik.

Kabar baiknya, ternyata banyak guru mempunyai kemampuan yang mumpuni dalam mengungkapkan ekspresi hatinya dalam bentuk tulisan. Itulah modal utama yang paling penting bagi seorang penulis.

Sedangkan contoh baiknya, ketimbang menggunakan media sosial untuk mengunggah kata-kata yang kurang sopan atau menanggapi berita-berita hoax yang tidak terjaga kebenarannya, lebih baik menulis puisi dan prosa sebagai ungkapan hati. Hal itu tentu menjadi contoh baik yang perlu dikembangkan oleh semua pihak, tak terkecuali oleh guru.

Selama ini menulis menjadi momok yang menyeramkan bagi kebanyakan guru. Dikatakan demikian, karena banyak guru yang mengeluh ketika harus melengkapi administrasi kenaikan pangkatnya dengan karya tulis. Banyak guru yang mandeg pangkatnya akibat kurangnya kemampuan untuk menelurkan karya tulis.

Bahkan, sambil sedikit berseloroh, ada ungkapan nyeleneh: kalau bisa, lebih baik membayar daripada harus disuruh membuat karya tulis. Sebuah ungkapan yang sangat tidak professional. Semoga ungkapan itu hanya sebuah ungkapan, dan tidak benar-benar terjadi dalam proses kenaikan pangkat.

Dari gambaran itu bisa disimpulkan, jika erupsi diartikan sebagai letusan gunung api atau semburan sumber minyak dan uap panas, maka erupsi literasi bisa diartikan sebagai upaya untuk meletuskan gerakan literasi di tengah pekik kepanikan ancaman erupsi Gunung Agung. Bisa juga diartikan sebagai gerakan untuk memunculkan gerakan literasi dengan merangkum semua kejadian selama status Gunung Agung belum stabil.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menuju hal tersebut, antara lain:

Guru yang mendampingi siswa di pengungsian dapat mengarahkan siswanya mengungkapkan ekspresi, pengalaman, dan kata hatinya dalam bentuk tulisan. Demikian pula sekolah-sekolah yang menerima pengungsi mengarahkan guru-guru yang mengajar untuk melakukan hal yang sama.

Bagi sekolah-sekolah yang tidak terdampak, dapat pula mengarahkan siswanya untuk memberikan empati bagi teman-temannya yang mengungsi lewat tulisan. Tulisan ini bisa berupa pandangan dan pendapat mereka tentang nasib para pengungsi. Bisa pula pengalaman dalam membantu para pengungsi.

Kegiatan perpustakaan keliling ke tempat-tempat pengungsian, dan

Para donatur memberikan sumbangan berupa buku buku bacaan yang dapat para pengungsi baca untuk mengisi waktu luangnya.

Hal-hal tersebut di atas sedikit banyak akan menumbuhkan jiwa literer bagi siswa, guru, maupun relawan. Baik yang harus mengungsi ataupun yang menerima dan melayani pengungsi.

Tentunya semua itu tidak akan menjadi kenyataan jika tidak difasilitasi dengan baik. Kepala sekolah, guru, dan semua pihak yang terkait di dalamnya, sebisa mungkin memberikan fasilitas berupa ruang ekspresi bagi siswa dan gurunya.

Karya mereka dapat dikumpulkan dan diseleksi lalu dibukukan dalam sebuah antologi. Hal ini akan sangat membanggakan bagi siswa dan memberi nilai lebih bagi guru. Salah satu bentuk karya tulis yang bisa dibuat oleh guru adalah antologi tulisan karya siswa yang diterbitkannya.

Ketimbang menyalahkan situasi, akan lebih baik mengambil hikmah dari kondisi yang terjadi. Kerugian akibat gejala erupsi Gunung Agung memang tak terhindarkan. Baik itu kerugian moril maupun materiil. Akan tetapi, mengambil jalan terbaik di tengah pilihan terburuk tentu saja menjadi pilihan yang bijak.

Lalu, bisakah kita menjadi pemicu “erupsi literasi” Gunung Agung? Bisa. Ayo, siapa yang mulai? Lebih cepat lebih baik. (T)

Tags: erupsiGunung AgungLiterasi
Wayan Paing

Wayan Paing

Lahir di Gulinten, 6 April 1983. Menjadi guru di Ababi, Abang, Karangasem. Saat mahasiswa suka sastra dan teater yang kini ingin ditekuninya kembali

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Ilustrasi tatkala.co | Nana Partha
Esai

Memaknai Kata “Terserah” Dari Kacamata Kesehatan Jiwa

Belakangan ini, kata yang cukup favorit terdengar dan dibaca di media massa adalah “terserah”. Banyak yang kemudian bereaksi terutama tenaga ...

May 22, 2020
Riris Sanjaya [penulis]
Khas

Belum Saatnya Membawa Kebiasaan Lalai Pulang ke Tanah Air | Kabar dari Jepang

Baca Kabar dari Jepang lain: Karena Bersih dan Indah Tak Dicapai dengan BerserahKarena Pintar Mencuci Tangan Bukanlah Kebanggaan _____ Masih ...

January 26, 2021
Esai

Restorasi Lontar Antar Generasi – Catatan Harian Sugi Lanus

Dalam foto ini ada 2 jejak generasi. Sebuah lontar isinya tetap utuh walaupun terdapat 2 jejak gurat aksaranya berbeda. Halaman ...

October 1, 2019
Tangga menuju Pura Pucak Bukit Sangkur
Perjalanan

Pura Pucak Bukit Sangkur: Tangga Lumut dan Keheningan di Tengah Hutan

Pura Pucak Bukit Sangkur, atau sering juga disebut Pura Pucak Resi. Saya tidak tahu, entah di wilayah mana pura ini ...

May 19, 2019
Sumber foto: antaranews.com
Opini

“Om Telolet Om” Mungkin Rencana Tuhan di Tahun Baru – Tapi Pedagang Terompet tak Ngerti…

DI sejumlah tempat di Denpasar, misalnya di sepanjang Jalan Sudirman, sejumlah pedagang terompet meraup rejeki musiman menjelang Tahun Baru 2017. ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Moch Satrio Welang dalam sebuah sesi pemotretan
Kilas

31 Seniman Lintas Generasi Baca Puisi dalam Video Garapan Teater Sastra Welang

by tatkala
January 27, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
dr. Putu Arya Nugraha, penulis, yang juga Direktur RSUD Buleleng, divaksin, Rabu 27 Januari 2021
Esai

Berbagai Kekeliruan Tentang Vaksin

by Putu Arya Nugraha
January 27, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1363) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (312) Kiat (19) Kilas (193) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (330)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In