1 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Langit Bumi

Satia GunabySatia Guna
February 2, 2018
inCerpen

Ilustrasi: IB Pandit Parastu

34
SHARES

Cerpen: Satia Guna

Sendirian, aku masih sendirian, menanam puluhan rindu dalam hati. Memandang percikan cahaya dari bingkai foto itu. Mengingatkan aku denganmu, pada belahan hati yang kini entah di mana gerangan engkau berada. Akankah nikmat hirup mie ayam itu kembali membawa rinduku padamu. Selamat pagi kekasih.

***

Pagi ini kuawali kisahku dengan menenteng beratnya tumpukan tugas yang diberikan dosen kepadaku. Ya, aku menjalani hidupku lagi di sini. Di tanah yang disebut tanah tandus ini, dipenuhi dengan orang-orang yang berpikir bahwa diri mereka seorang intelek yang bersahaja. Singaraja, kota pendidikan yang kujejaki, kurang lebih 2 tahun aku sudah menyelami pahitnya penderitaan di sini. Tanpa kekasih. Tanpa senyuman orang tua.

***

Awan! Indahnya awan pagi ini. Aku siap menaiki burung itu, burung yang siap membawaku dan beberapa orang pergi entah ke mana. Pergi untuk meninggalkan rumah mereka, meninggalkan rindu yang tak berujung, tapi hanya sebentar saja, mereka akan pulang, tenanglah. Semua penumpang yang kutemui selalu kutekankan dengan kata-kata manis seperti itu. Tak kan ada habisnya karena rinduku sama persis seperti rindu mereka.

***

Rinduku semakin menumpuk kasihku. Jalanan menuju kampus terasa berbuih. Mengantarkan gelembung demi gelembung yang akan mengiringi kerinduanku. Kita berada di persimpangan kasih. Aku sempat bertemu dengan kembaranmu di sudut kampus gelap ini. Senyum yang manis sepertimu. Tangan yang sehalus tanganmu, dan hati yang damai sedamai percikan air terjun. Oh aku rindu

***

ENTAH berapa surat yang telah kusampaikan padanya. Itulah kerinduan, hanya surat yang bisa mengantarkan perasaanku. Aku berjalan menuju puing demi puing pengetahuan hanya demi bertemu dengannya. Dia adalah seorang gadis yang mengudara di atas awan tanpa tahu kapan harus mendarat dan menemukan sebuah cinta. Setiap aku berjalan ke kampus, kepalaku selalu mengahadap ke langit. Melihat burung itu melintasi kepalaku, dan berharap ia ikut bersama burung itu.

Empat tahun aku melalui beribu pesakitan di tanah pendidikan itu. Kini aku siap menjelajahi beratnya tanah dan ringannya langit. Aku adalah lulusan Sarjana Pendidikan yang entah bagaimana nasibnya, sebutan “Guru” akan mengiringi setiap langkah ini. Lama sekali aku menghabiskan isi kepala dan tenagaku untuk mendapatkan gelar itu, habis sudah harta, habis sudah ceramah, sudahilah sudah memang celoteh orang sekampung.

Sarjana Pendidikan hanyalah sebuah alasan yang digunakan para pemuda sebagai kunci kebanggan orang tua. Aku pasrah dengan nasibku yang tidak karuan ini, tapi kembali kuteringat dengan seorang gadis yang yang berdiri di dalam perut burung yang selalu melewati kepalaku. Andai ia tahu keadaanku sekarang. Mungkin rindu itu perlahan akan memudar dirayu musim.

Seminggu lagi gadis rinduku pulang ke kampung dan ia berjanji untuk menemuiku di rumah. Ia mengirimiku surat lagi. Isinya tentang kerinduannya yang semakin hari semakin besar. Sementara aku memilih untuk menyerap seluruh rindu dan mengeluarkannya hingga habis.

Seminggu telah berlalu, ia pun datang menemuiku dengan beberapa kantong plastik yang berisi barang-barang yang aku tahu itu tak gratis. Ibuku sangat perhatian padanya. Aku tak dihiraukan. Ia melihatnya seperti melihat seorang bidadari yang datang dari khayangan.

Aku hanya di sudut, ya dsudut. Setelah bosan mengobrol dengan semua keluargaku. Ia pun datang menemuiku mempertilahatkan alis matanya yang sudah meruncing, bibirnya yang sudah dihiasi gincu, dan rambutnya yang dipotong pendek blow khas penampilan seorang pramugari, yang kecantikannya menenangkan seluruh penumpang yang ada di dalam pesawat.

Ia memberikanku barang yang ia peroleh selama perjalanannya menuju Prancis. Di sana katanya ia melihat Menara Eiffel yang tingginya menjulang sampai ke langit. Ia juga menceritakan betapa senang ia di sana karena setiap hari ia bisa berganti parfum dan berganti busana tren masa kini. Tetapi disela-sela ceritanya aku menanyakan satu hal.

“Kapan kau akan menginjak bumi kasihku?”

Ia hanya terdiam, tapi setelah itu ia menjawab diimbangi dengan tertawa “Saat Tuhan, memberikanmu pekerjaan, memberikanmu sebuah kewibawaan, setelah itu aku akan menginjak bumi Gusti, dan hidup bersama denganmu.”

“Sudahlah, jangan bicarakan itu lagi.”

Aku mengalihkan pembicaraan, takut membuat rinduku semakin hilang.

Tiga hari berselang, ia kembali mengepakkan sayapnya lagi dan bergegas melanjutkan tugasnya sebagai seorang pramugari. Mengepakkan sayap dan mengarungi luasnya langit yang tak kan pernah habis. Sementara aku, masih dalam pesakitan bumi, menyelami lautan dan mengembara di tengah gurun kehidupan. Cintaku padanya bagai bumi dan langit, bersatu namun tak diperkenankan menyatu, karena kalau langit dan bumi bersatu maka yang terjadi adalah kehancuran.

Kehancuran, kehancuran yang senyatanya adalah kami sepasang kekasih yang berbeda kasta. Ya, Bali masih menyimpan kegelisahanya, walaupun dewasa ini kasta tak kan jadi masalah tapi hal tersebut tak kan disetujui oleh para tetua. Mereka yakin kalau perkawinan sesama kasta akan menghasilkan keturunan yang mulia dan menjadi kebangaan keluarga.

Dulu orang berkasta adalah orang yang dipenuhi dengan kemewahan, dipenuhi dengan keagungan, dulu, wangsa Kesatria, wangsa yang berkasta menjadi seorang polisi, petinggi negara, pejabat. Tapi sekarang, di tahun 2015 ini, semua serasa terbalik. Tuhan telah membalik roda kereta kudanya. Kaum Sudra yang tak berkasta kini membalaskan dendamnya.

Sekarang merekalah yang kebanyakan meduduki kursi pejabat, sebagai seseorang yang disegani dan dipandang di masyarakat. Dan dia, dia, gadis yang kucintai, yang menelan rinduku ini adalah kaum sudra dan menjadi tulang punggung di keluarganya menjadi seorang pramugari. Sementara aku wangsa ksatria, yang hingga kini luntang-lantung mencari pekerjaan yang entah kapan akan mendapatkannya.

Rasa sakit ini menusuk piluku, tapi keajaibanpun muncul. Akhirnya setelah 3 tahun aku menapaki krikil berduri ini. Aku akhirnya medapatkan pekerjaan menjadi tenaga pengajar di Sekolah Menengah Atas dekat dengan rumahku. Aku bersyukur kepada Tuhan walau aku sedikit kecewa. Seminggu kemudian, Ayah Iluh menemuiku dan mengantarkan kabar yang menggembirakan kepadaku, katanya.

“Gusti Ngurah! Besok Iluh akan pulang, dan dia ingin membicarakan sesuatu dengan Gusti Ngurah, Penting katanya.”

“Baik, Pak Yan!”

Keesokan harinya dengan rasa gembira aku menyambut kedatangan gadis rinduku di bandara. Sesampainya di bandara, tak perlu waktu lama untuk menunggunya. Senyum manisnya sudah menggiringku untuk memeluknya dengan erat. Tak kusadari Pak Yan berada di belakangku bersama istrinya. Dan tiba-tiba berkata.

“Ayo, apa yang kalian tunggu lagi, kami sudah tidak sabar untuk menggendong cucu”

“Iya Gusti, sekarang Gusti sudah memiliki pekerjaan, tiang akan mendampingi Gusti sampai maut memisahkan kita.”

Sekarang giliranku yang terdiam mendengarkan pernyataanya. Lalu pertanyaan yang selalu aku tanyakan kembali aku tanyakan padanya.

“Ketika kau sudah mendampingiku, akankah kau menginjak bumi dan berhenti mengudara?”

Ia hanya tersenyum dan mengangguk. Aku tahu ia berbohong pada dirinya sendiri, karena jarang sekali ia kulihat tersenyum selebar itu.

Sesampainya di rumah, aku menyampaikan suatu hal menggembirakan kepada keluargaku tapi bagi keluargaku hal tersebut bukanlah hal yang menggembirakan. Kabar gembiraku tak lebih dari penghinaan terhadap keluarga. Aku tak habis pikir, dahulu Iluh sangat disegani oleh keluargaku tapi kenapa sekarang mereka sangat membencinya. Aku tak habis pikir, aku tak habis pikir.

“Gusti Ngurah Bhakti Yuda, apakah kamu sudah mempertimbangkan semua hal yang kamu sampaikan tadi?”. Ibuku membentak.

“Sudah matang sekali, Biang.”

“Dia itu seorang sudra, seorang gadis jabe, tak pantas bersanding dengan wangsa kesatria seperti kita, lagipula ia juga seorang pramugari, dan dia bukan istri yang pantas untukmu, dia akan meninggalkanmu di bumi sedangkan ia akan kembali ke kahyangan.”

Ibuku mengomel seakan-akan bercerita tentang cerita kisah Raja Pala dengan Ken Sulasih. Kisah cinta seorang bidadari yang berasal dari kahyangan dengan seorang pemuda yang berasal dari bumi. Tapi, yang aku takutkan adalah, cerita tersebut akan mirip dengan kisahku bersama Iluh. Tapi akan kujalani walau dosa akan menimpa keluarga kecilku bersama Iluh.

***

Upacara pernikahan begitu sepi, yang terdengar bukanlah riuh para undangan tapi yang terdengar hanyalah merdunya suara angklung yang mengiringi upacara pernikahan kami.

Sebulan sudah aku lewati bersama Iluh. Akhirnya aku akan menjadi seorang ayah, akhirnya akan ada seorang putra atau putri dalam kehidupan kami. Sembilan bulan aku menunggu dan berharap. Akhirnya lahirlah seorang putra. Wajahnya mirip sekali dengan ibunya, hanya alis matanya saja menyerupai alis mataku. Kulitnya putih secerah ibunya. Oh, betapa bahagianya hatiku kala itu. Hidupku penuh warna setiap aku bermain bersama anaku.

Kini usia anaku genap 5 tahun dan ia harus bersekolah. Tabungan istriku semakin menipis, dan gajiku sebagai guru honorer tak kan mampu membiayai sekolahnya hingga perguruan tinggi. Kegembiraan keluarga kecil kami serasa musnah diterpa ombak pasir, tak menyegarkan, hanya menyakitkan. Kini Iluh yang kukenal tak lagi seperti Iluh yang dulu, yang setia melayani suami di kala sedih maupun senang. Sampai akhirnya ia membungkus sebuah kain lalu memasukannya ke koper dan berkata.

“Aku sudah bosan, kita telah berdosa mengingkari adat dan aku telah berdusta kepada diriku sendiri.”

“Apa maksudmu?”

“Sekarang, ternyata uang adalah segalanya bagi kita, bukan berarti aku tak cinta kepadamu tapi, kita harus berusaha mencari uang sendiri-sendiri.”

“Jangan katakan kau akan meninggalkan bumi lagi, Luh.”

“Hanya dengan begitu Jik, kalau kita punya uang, kita bisa makan, bisa menyenangkan hati kita, bisa membiayai sekolah anak kita, dan bisa bahagia.”

Kalimat terakhir dari Iluh sangat menyayat hatiku. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menyuruhnya berhenti. Ia mengudara lagi, meninggalkan Aku, dan anak kami. Berat hati ini merelakannya pergi hanya untuk selembar kertas kecil berwarna merah. Sekarang Ken Sulasih telah meninggalkan suami dan anaknya di Bumi, dan memilih untuk berada dalam perut burung raksasa itu, pergi ke langit.

Tags: Cerpen
Previous Post

Reting Kiri Belok Kanan itu Biasa, Ibu Baca Puisi itu Luar Biasa

Next Post

Mereguk Toleransi di Wilayah Tanpa Batas – Catatan Seorang Jurnalis

Satia Guna

Satia Guna

Lelaki pendiam yang selalu bikin kangen, terutama dikangeni teman-temannya di Komunitas Mahima. Suka main teater, suka menulis puisi, esai dan cerpen. Kini juga melukis.

Next Post

Mereguk Toleransi di Wilayah Tanpa Batas – Catatan Seorang Jurnalis

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co