RANGKAIAN Nyepisecara umumdiawali dengan prosesi Melasti di masing-masing desa adat di Bali. Seiring dengan makin banyaknya krama Bali dari Gumi Delod Ceking (kawasan Nusa Dua, Jimbaran dan sekitarnya) bertransmigrasi, ternyata tradisi melasti juga berlangsung di daerah transmigrasi.
Di media sosial misalnya, viral melasti di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dengan penampilan tari rejang masal yang dibawakan ibu-ibu Bali di rantau. Artinya, proses transformasi budaya di daerah transmigrasi berlangsung secara alami dan dikembangkan sesuai dengan semangat desa, kala, patra.
Orang Bali bertransmigrasi membawa serta budayanya untuk dapat dilestarikan dalam menciptakan Bali yang lain atau Bali baru di daerah transmigran. Hal serupa juga terpantau orang Bali di luar negeri seperti Jepang dan Australia. Mereka membuat ogoh-ogoh menjelang Nyepi dan ngelawar menyambut Galungan. Seni dan budaya Bali makin bersinar, menyinari dunia.
Fenomena itu sangat positif dari segi penyebaran seni dan budaya Bali ke seantro Indonesia bahkan dunia. Para tamu bisa melihat Bali di luar Bali terutama di kantong-kantong transmigran asal Bali. Para bule bisa menikmati seni dan budaya Bali di luar negeri. Paling tidak, sebagian rindunya pada Bali terobati di tengah keterbatasan waktu, misalnya. Hal itu membanggakan bagi Bali sekaligus menunjukkan keunggulan (transmigrant) Bali.
Jika dikelola dengan baik, tidak tertutup kemungkinan daerah trasmigran asal Bali itu menjadi objek kunjungan wisata. Secara tidak langsung, mereka mempromosikan pariwisata dengan Bali sebagai ikonnya. Lambat laun, mereka juga potensial mengembangkan jasa sektor pariwisata.

Prosesi Melasti Desa Adat Bualu di Pantai Samuh Nusa Dua | Foto : Patih Sumedang
Kembali ke tradisi melasti menjelang Nyepi di Gumi Delod Ceking. Dari 9 desa adat yang berada di Gumi Delod Ceking, satu-satunya desa adat yang tidak melasti menyambut Nyepi adalah Desa Adat Kutuh. Desa tempat kelahiran saya melasti dilakukan setiap dua tahun sekali, saban tahun Masehi/Isaka ganjil bertepatan dengan Purnama Sasih Kasa (sekitar bulan Juli). Melasti setiap 2 tahun sekali ini disebut Melasti Dewa Cili, dengan prosesi selama 3 hari.
Pada hari pertama puncak acara melasti diawali dengan berkumpulnya pralingga dan prasanak Ida Bhatara di Bale Agung Pura Desa. Pralingga dan prasanak Ida Bhatara yang mengikuti prosesi melasti berasal dari beberapa Pura di wewidangan Desa Adat Kutuh, secara turun temurun.
Sebelum diiring melasti ke segara, ada prosesi ritual dan maider murwadaksina mengelilingi Bale Agung sebanyak tiga kali. Setelah itu, Ida Bhatara kairing melasti ke Segara Pantai Pandawa.
Prosesi di segara juga cukup lama karena ritual paecan-ecan seperti pujawali pada umumnya, selain ngamet tirta amerta di tengah laut.
Pada hari kedua dilaksanakan upacara memben. Pada malam harinya ada pentas tari dan pesantian. Ida Ratu Ayu Manik Sari katurang mapajar yang diawali dengan tari legong dari penyungsungnya krama Banjar Pantigiri.
Pada hari ketiga dini hari dilaksanakan ritual yang disebut masesinah. Krama Desa Kutuh menyebutnya sinah kangin dengan tabuh galang kangin.

Prosesi Melasti Desa Adat Bualu di Pantai Samuh Nusa Dua | Foto : Patih Sumedang
Teramat filosofis. I Made Wena, mantan Bandesa Adat Kutuh, mengatakan, masesinah dimaknai sebagai dharma pemutus untuk nyinahang (ngalangang) program niskala desa adat selama dua tahun ke depan. Keputusan niskala diambil secara simbolik melalui paruman Agung di Bale Panjang Pura Desa Adat Kutuh diikuti oleh Prawatek Bhatara Bhatari lan Prasanak sawewidangan Desa Adat Kutuh.
Sementara itu, sore harinya juga ada prosesi maprani yang ternyata tidak ada di desa lain di Gumi Delod Ceking. Hakikat prani adalah mengaturkan sarin tahun (hasil panen) di abian. Oleh karena petani makin terdesak dan abian makin menyempit, maka saat maprani krama menghaturkan hasil pertanian impor. Apakah ini sebuah kemajuan atau kemunduran, bergantung pada pembaca menyikapinya.
Selain Desa Adat Kutuh, semua desa adat di Gumi Delod Ceking tampaknya melasti nyaris bersamaan waktunya pada 26 Maret 2025 di pantai masing-masing desa adat. Hanya Desa Adat Tengkulung yang melasti sehari pada Tilem Kasanga, Jumat 28 Maret 2025 di Pantai Tengkulung dan langsung nyineb sebelum ngerupuk dimulai.
Dalam konteks ini, melasti Desa Adat Tengkulung menjadi permerlain sekaligus memperindah wacana melasti yang tidak seragam. Bahkan Desa Adat Ungasan saat Purnama Sasih Kapat juga dikenal adanya Melasti Maayu-ayu selain juga melasti menyambut Nyepi.
Patut disyukuri, semua desa adat di Gumi Delod Ceking dekat dengan pantai penuh wibawa berpasir putih, dambaan para wisatawan. Tidak berlebihan, bila para bule terkesima menyaksikan prosesi melasti di pantai. Pantai tempat melasti serangkaian Nyepi Isaka Warsa 1947 di Gumi Delod Ceking adalah Pantai Tanjung (Desa Adat Tanjung), Pantai Samuh (Desa Adat Bualu dan Kampial), Pantai Mengiat (Desa Adat Peminge), Pantai Melasti (Desa Adat Ungasan), Pantai Labuhan Sait (Desa Adat Pecatu), dan Pantai Muaya (Desa Adat Jimbaran).
Pantai tempat melasti itu bersifat permanen dan tidak berpindah dari dulu hingga kini sehingga bersifat sakral, orang Bali menyebut tenget. Ida Bhatara nyejer di Bale Agung selama 3 hari sampai saat ngerupuk pada Jumat, 28 Maret 2025.
Upacara Ngerupuk didahului dengan Tawur Kasanga di setiap Catus Pata Desa Adat di Bali dengan nunas tirta dan nasi tawur sampai ke Pura Besakih untuk nyomia butha kala sajebag Bali. Begitulah Bali merawaat Pulaunya dalam satu payung langit Bali, satu pola pembangunan dengan satu sistem tatakelola. Begitu seyogyanya karena Bali dengan pulau-pulaunya adalah satu-kesatuan ibarat itik (Bahasa Bali: bebek) dengan punggungnya di Buleleng, mulutnya di Jemberana, ekornya di Karangasem, lambungnya di Bali tengah, kakinya di Bali Selatan.
Bebek yang diakui sebagai binatang suci, memiliki telor emas (Nusa Penida dan Nusa Dua). Telornya wajib dijaga agar tidak sampai kehilangan kesucian Bali. Telor bebek untuk melengkapi daksina dan guling bebek untuk be banten suci yang munggah ke luhur.
Lagu anak-anak, “Bebeke putih jambul makeber ngaja kanginan…” adalah syair wajib pendidikan anak Hindu Bali. Syair yang nyaris dilupakan, kini. pangangon bebek pun tidak menjadi daya tarik generasi Z kini.

Prosesi Melasti Desa Adat Bualu di Pantai Samuh Nusa Dua | Foto : Patih Sumedang
Dalam tradisi agama Hindu di Bali, bebek selain munggah ka luhur juga menjadi layang-layang saat caru Resi Gana. Dengan demikian, bebek menjadi binatang suci karena selain munggah ke luhur juga terhubung ke pertiwi.
Oleh karena itu, rayunan Ida Peranda biasanya juga menggunakan betutu bebek. Dalam tradisi Hindu Bali, bebek dipercaya dengan sifat-sifat satwiknya yang mengedepankan dharma wiweka. Bisa memilah dan memilih makanan di lumpur sekali pun bisa menemukan bulir padi dan menyisihkan lumpur.
Begitulah seyogyanya Bali, dengan tradisi melasti menyambut Nyepi, saban tahun nemoning penanggal apisan Sasih Kadasa. Nyepi Tahun Baru Saka 1947 nemu gelang dengan Tumpek Wariga, 25 hari menjelang Galungan, Sabtu Kliwon Wariga, 29 Maret 2025. Tumpek wariga berdasarkaan perhitungan wuku, sedangkan Nyepi bersandarkan perhitungan sasih.
PHDI dan MDA Bali juga mengeluarkan edaran, dengan aturan fleksibel. Karena patokan hari menurut Hindu dimulai saat Matahari terbit, disarankan umat mengunakan rasa tetimbang, wuku alah dening sasih.
Rahajeng Rahina Suci Nyepi Saka 1947. Rahajeng Tumpek Wariga. Mogi rahayu sekala-niskala. [T]
Penulis: I Nyoman Tingkat
Editor: Adnyana Ole