RITUAL tahunan umat Hindu di Nusantara, Indonesia, Hari Suci Nyepi, sudah di depan mata. Tahun 2025 ini, Nyepi menjadi lebih unik karena bersamaan dengan jatuhnya Hari Suci Tumpek Wariga.
Pada hari itu, masyarakat Hindu melakoni pemuliaan atas anugerah kebaikan dari alam dengan menyepi, hening. Pemuliaan alam sebagai tempat hidup mulai tak disadari oleh kita yang tak tahu pasti bagaimana kesungguhan leluhur dari Nusantara ini untuk menjaga alam. Padahal makna Nyepi ini sebagai upaya untuk kembali ke jati diri, bahwa perayaan Tahun Baru Saka adalah arahan atas kesyukuran di alam indah Nusantara ini.
Nyepi sebagai peringatan Tahun Baru Saka merupakan hari perayaan yang berjalan panjang hingga sampai ke Bali. Awalnya hari ini hanya sebagai hari yang digunakan sebagai peringatan Tahun Baru Saka, sekadar sebagai perayaan yang mengingatkan bahwa masyarakat Hindu adalah masyarakat agraris. Pada saat itulah masyarakat kita memaknai pentingnya jyotisa atau ilmu perbintangan dalam menentukan hari baik untuk melakukan pemuliaan tanah sebagai mandala hidup manusia.
Kemampuan Sang Aji Saka sebagai purohita kerajaan yang fasih dengan ilmu jyotisa memang perlu diapresiasi dengan perayaan akan kesuburan alam semesta, yang telah memberikan kehidupan kepada kita sekalian isi alam. Pada titik ini maka perayaan Tahun Baru Saka bukanlah khayalan tentang tahun baru, tetapi fakta bahwa kehidupan kita disangga oleh alam dan kita mesti mensyukurinya dengan gembira, perayaan dan juga makna sakral di dalamnya.
Perayaan Hari Suci Nyepi berjalan dari daerah asalnya Tahun Baru Saka yaitu India, lalu berkembang di Jawa dan kemudian di Bali. Perjalanan panjang ini, menjadikan makna perayaan Tahun Baru Saka berbeda-beda. Di India perayaan Tahun Baru Saka pada awalnya dilakukan dengan kesadaran akan hasil alam yang melimpah berkat digunakannya penanggalan saka. Lalu berkembang pada jamannya ke daerah Nusantara yaitu di Pulau Jawa dengan perayaan yang sama dilakukan di alun-alun desa oleh masyarakat pendukungnya pada masa itu.
Hal itu memang sangat masuk akal, hasil bumi Pulau Jawa saat itu melimpah akibat adanya jyotisa atau prembon tentang hari baik yang dikembangkan oleh leluhur mereka yang terilhami oleh ajaran Sang Aji Saka. Berkembang sampai di Bali menjadi perayaan dengan semangat persembahan. Yaitu yang awalnya hanya sekadar perayaan rasa syukur atas hasil alam, di Bali berubah menjadi perayaan Bhuta Yadnya terbesar sepanjang satu tahun Saka.
Perubahan ini merupakan perubahan yang sangat unik, tentang bagaimana masyarakat Hindu Bali memandang dasar dari sebuah ritual. Leluhur Bali memandang bahwa pergantian Tahun Baru Saka bukan hanya dilakukan perayaan tahun baru tetapi perayaan pemuliaan kepada alam melalui persembahan. Cara pandang inilah yang membuat Bali seperti sekarang yaitu pulau dengan sebutan yang pantastis oleh masyarakat luar Bali.
Pada tahun 2025 ini, Nyepi menjadi unik karena bersamaan dengan pelaksanaan Hari Suci Tumpek Wariga. Hari di mana pada saat ini kita melakukan pemujaan kepada Dewa Sangkara, sebagai dewanya sarwaning tumuwuh atau segala tumbuh-tumbuhan. Sunya dan kemurnian dalam nyepi, ditambah dengan pemuliaan akan tumbuh-tumbuhan berlangsung dalam sehari, ini artinya keharmonisan itu snagat diwujudnyatakan oleh hari suci.
Hal ini mesti diikuti oleh pola laku kita sebagai umat agar melakukan dan juga mewujudnyatakan hari suci ini kedalam aksi nyata, ujungnya adalah untuk keharmonisan itu setidaknya terencana, terlakukan dan hasilnya bisa kita nikmati.
Prosesi Nyepi yang berlangsung, puncaknya di penanggal apisan sasih kedasa, diawali dengan prosesi melasti. Kata melasti memiliki arti prosesi bersuci, mensucikan dalam hal ini adalah pensucian alam semesta. Perlukah alam ini disucikan?
Menurut pandangan Hindu sangatlah diperlukan karena alam bagi manusia bali di personifikasikan sehingga dianggap perlu dilakukan penyucian oleh penyangga alam semesta ini yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pada saat itulah seluruh manifestasi kekuatan Brahman yang berupa pratima diiring ke sumber air untuk bersuci, dan sekaligus saat itulah alam Bali, dan seluruhnya disucikan oleh kekuatan alam itu sendiri yang dimohonkan oleh umat Hindu.
Selanjutnya setelah prosesi melasti, maka dilakukan ritual Tawur Agung Kesanga, yaitu ritual Bhuta Yadnya yang merupakan persembahan kepada alam dengan pengharapan perubahan untuk keseimbangan, perubahan kekuatan Bhuta menjadi kekuatan Dewa. Perubahan unsur negatif agar menjadi unsur positif.
Nyomya Bhuta merupakan upaya penyeimbangan atau melebur hal negatif menjadi yang lebih positif. Ritual ini kemudian dalam sastra dinyatakan sebagai ritual untuk mempercantik dan mengharmoniskan alam. Prosesi dilanjutkan dengan pelaksanaan Nyepi yaitu berdiam tanpa aktifitas kerja dan tanpa penerang, sehingga Bali saat itu gelap seolah tidur lelap untuk bertenang diri menyiapkan hari esok di tahun yang baru.
Prosesi diakhiri dengan ngembak geni dimana aktifitas sudah mulai digelar di tahun baru saka yang lebih baik dari sebelumnya.
Catur Brata Penyepian adalah prosesi yang paling menarik dalam perayaan Tahun Baru Saka ini. Dimana empat pantangan yang dilakukan oleh umat Hindu. Pertama adalah amati geni. Artinya adalah berpantang untuk menyalakan api. Api yang dimaksud adalah api untuk memasak, selain itu pula tidak menyalakan api dalam tubuh, yaitu berpantang makanan, sebab makananlah yang menciptakan api di dalam tubuh. Begitupula dengan mengurangi emosi serta ego di dalam diri sebagai bukti berpengendalian di hari suci.
Selanjutnya adalah amati karya, berpantang untuk bekerja. Bekerja yang dimaksud adalah mengurangi aktifitas fisik dan juga aktifitas yang berkaitan dengan alam dan lingkungan. Diharapkan untuk tenang dan diam agar saat itu energi kembali mendaur di alam semesta dan kita bisa peroleh energi baru yang sudah terbaharukan.
Selanjutnya adalah amati lelungan, berpantang untuk melakukan bepergian. Kita diam agar lingkungan juga merasakan kemerdekaan saat itu.
Dan terakhir adalah amati lelanguan yaitu berpantang untuk melakukan kegiatan yang menggembirakan, berfoya-foya dan acara ceria berlebihan lainnya termasuk judi didalamnya. Pada titik ini kita diharapkan untuk melakukan perenungan tentang hakikat dalam diri dan kehidupan kita.
Pada dasarnya semua aktivitas itu adalah nasehat kepada untuk kembali pada jati diri, kembali menuju suci dan mengetahui hakikat diri, ketika hal ini terjumpai maka keharmonisan akan bisa kita gapai. Pada pemahaman inilah Nyepi menjadi sangat berarti bagi umat hindu di Bali, dimana saat ini kita diingatkan agar selalu merangkai diri dengan jalan yang sunyi, menuju perenungan yang suci saat tahun berganti.
Kita menginstal pemahaman kita tentang hal buruk yang telah kita lakukan dan berharap agar beroleh baik di hari yang akan datang. Artinya hari ini adalah upaya untuk merubah hal buruk menjadi baik, dari kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik. Dari arah hidup yang tak jelas menjadi jelas karena tuntunan dari agama yang mengarahkan kebaikan.
Kembali ke air artinya kita diharapkan menjaga air, kembali suci artinya kita diingatkan untuk menjaga kesucian. Kembali ke dalam diri artinya kita diharapkan kembali ke jati diri sebagai warga NKRI dan sebagai manusia Bali juga sebagai insan yang berbudi pekerti demi alam dan bumi pertiwi ini.
Menelisik diri di hari suci, mungkin adalah pesan lainnya tentang perayaan nyepi ini. Di sini kita diharapkan benar-benar untuk introspeksi diri, peduli dengan alam dan lingkungan, terlebih dengan adanya penyatuan acara Nyepi dengan Tumpek Wariga. Hal ini sangat masuk akal, karena Hindu mengajarkan adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam, sehingga disebut hubungan yang saling berkaitan dan saling mendukung antara badan (microkosmos) dan alam (makrokosmos).
Hubungan inilah semestinya mengingatkan kita tentang bagaimana mestinya saling menjaga, artinya menjaga alam bagaikan menjaga badan kita sendiri. Bagaimana upaya kita mengurangi sampah palstik, bagaimana melestarikan lingkungan, bagaimana menjaga diri dengan sesama agar baik dan itulah sesungguhnya pondasi yang baik dalam rangka menjalin hubungan dengan Sang Pencipta.
Pada tataran ini Tuhan akan bahagia dan bangga bila kita sebagai ciptaannya menjaga alam ini sebagai juga ciptaan beliau dan itulah cikal bakal kebahagiaan itu. Mari kita menyadari akan hakikat diri, demi alam dan diri ini, demi memperoleh keharmonisan. Selamat Hari Suci Nyepi dan Tumpek Wariga. [T]
Penulis: IK Satria
Editor: Adnyana Ole