HASIL PISA 2022 menunjukkan adanya peningkatan peringkat dibanding tahun 2018. Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengatakan posisi untuk literasi membaca naik 5 posisi dibanding sebelumnya, literasi matematika naik 5 posisi, sedangkan literasi sains naik enam posisi (Kemendikbud, 2023). Namun, peringkat Indonesia dibandingkan dengan negara-negara peserta PISA 2022 masih jauh di bawah. Indonesia menempati peringkat 68 dari 81 negara. Jika dicermati lagi ternyata hanya 18% siswa-siswi usia 15 tahun Indonesia yang memiliki kemahiran matematika minimal level 2 (Mediaindonesia.com, 2023).
Kondisi yang tentu sangat mengkhawatirkan. Anak-anak Indonesia belum mampu berpikir kritis, berpikir untuk pemecahan masalah yang dihadapinya—salah satu keterampilan abad-21 selain kolaborasi, komunikasi, dan teknologi informasi. Globalisasi dan perubahan zaman menuntut anak-anak Indonesia menguasai 4 keterampilan abad-21 dan karakter sebagaimana tercermin dalam Profil Pelajar Pancasila. Mereka tidak akan mampu bersaing di tengah tantangan global jika tidak menguasai kompetensi ini. Anak-anak akan kehilangan jati diri pun dengan bangsa dan negara ini. Kelak mereka akan jadi penonton di rumah sendiri. Suatu kondisi yang tentu tidak kita inginkan terjadi di kemudian hari.
Kondisi ini menjadi cerminan jika upaya transformasi pendidikan di Indonesia harus terus dilakukan secara masif jika menginginkan peningkatan kualitas pendidikan. Upaya Nadiem Anwar Makarim—Mendikbudristek periode 2019-2024, melalui Merdeka Belajar yang kemudian diikuti dengan kebijakan-kebijakan turunannya, seperti, Kurikulum Merdeka, guru penggerak, asesmen nasional berbasis komputer (ANBK), penyaluran dana bos langsung ke rekening sekolah dan penggunaan yang lebih fleksibel, guru penggerak, revitalisasi bahasa daerah, dan masih banyak lagi patut diapresiasi.
Sekarang yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan adalah pendekatan pembelajaran mendalam (deep learning) seperti yang diungkapkan oleh Mendikdasmen teranyar, Abdul Mu’ti. Menurutnya guru abad-21 harus mampu menghadirkan tiga pilar pembelajaran mendalam itu di ruang kelas, yaitu pembelajaran penuh kesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menyenangkan (joyful).
Akan tetapi, semua itu belum cukup jika satuan pendidikan belum sepenuhnya menyadari pentingnya perubahan. Iklim belajar mengajar yang tidak kondusif, sekolah belum menjadi rumah yang sehat secara fisik dan psikologis bagi peserta didik, sarana dan prasarana yang belum memadai, pemanfaatan dana BOS yang belum tepat guna akan menjadi batu sandungan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Apalagi guru sebagai ujung tombak implementasi kurikulum masih tetap memimpin kelas dengan gaya lama—pembelajaran berpusat pada guru, menganggap semua siswa sama, materi yang tidak relevan dengan tuntutan zaman.
Lalu apa yang harus dilakukan guru agar mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang sejalan dengan kodrat alam dan zaman anak-anak? Mengapa guru harus membaca dan menulis? Apa hubungan antara membaca, menulis, dan kesadaran dalam mewujudkan pembelajaran yang mendalam itu?
Jawaban inilah yang ingin saya coba uraikan pada bagian isi artikel ini. Sekelumit pengalaman selama berkarya—menulis fiksi dan nonfiksi hingga pada beberapa kesempatan beruntung bisa terpilih sebagai pemenang sayembara atau lomba, saya harap dapat memberikan sumbangan pengetahuan atau informasi kecil kepada pembaca khususnya rekan-rekan guru hebat semua.
Membaca sebagai Vitamin Jiwa
Membaca dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang sesuatu. Setidaknya inilah yang paling umum terlintas dipikiran kita ketika ditanya tentang manfaat membaca. Metode membaca memang sebagai salah satu cara bagi manusia untuk mengetahui dan memahami gejala atau fenomena.
Membaca—sebagai aktivitas memproses bahasa tulis, manfaatnya tidak semata-mata untuk memperoleh informasi. Lebih dari itu, membaca dapat meningkatkan kinerja otak, membuat otak menjadi bekerja lebih keras. Maryanne Wolf, EdD, direktur UCLA Center for Dyslexia, Diverse Learners, and Social Justice, sebagaimana dikutip oleh (Kompas.com, 2021), mengatakan membaca memberikan kita lebih banyak waktu untuk berpikir karena menurutnya membaca memberikan kita tombol jeda yang unik untuk pemahaman dan wawasan. Berbeda hal dengan bahasa lisan atau saat menonton film dan mendengarkan kaset.
Jangan lupa membaca juga memiliki fungsi sebagai sarana rekreatif. Membaca buku atau tulisan fiksi, seperti puisi, cerpen, novel, pun nonfiksi, seperti artikel ilmiah, esai populer, dan sejenisnya dapat membuat kita memperoleh kesenangan, bisa membuat kita tertawa. Ahli mengatakan membaca dapat mengurangi stres. Artinya, membaca sebagai vitamin jiwa. Jiwa kita akan tercerahkan. Seperti yang dikatakan oleh Buya Hamka “Membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik”.
Membicarakan tentang kesehatan jiwa sangat relevan dengan paradigma gerakan sekolah sehat (GSS). Program ini menekankan 5 sehat di satuan pendidikan (sehat gizi, sehat fisik, sehat imunisasi, sehat jiwa, dan sehat lingkungan). Khusus untuk menciptakan lingkungan yang sehat jiwa—meningkatkan perkembangan peserta didik, baik secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga mampu menyadari kemampuan sendiri dan dapat mengatasi tekanan (https://uks.kemdikbud.go.id/sekolah-sehat), kebiasaan membaca dapat sekali menjadi metode untuk membebaskan anak dari tekanan, menyegarkan sekaligus mengasah pemikiran. J.S. Khairen penulis peraih penghargaan ‘Best Writer of the Year 2024″ dari IKAPI, seperti dikutip dari akun X-nya mengatakan jika bacaan nonfiksi dapat mengasah nalar dan pemikiran. Maka bacaan fiksi dapat mengasah empati dan komunikasi.
Sebagai rekomendasi beberapa bacaan nonfiksi yang dapat dibaca, seperti buku Diferensiasi: Memahami Pelajar untuk Belajar Bermakna dan Menyenangkan (Literarti, 2016)karya Najelaa Shihab dan Komunitas Guru Belajar, Menghidupkan Literasi di Ruang Kelas (Kanisius, 2017) karya Sofie Dewayani, Teach Like Finland Mengajar Seperti Finlandia: 33 Strategi Sederhana untuk Kelas yang Menyenangkan (Grasindo, 2017) karya Timothy D. Walker, dan Sastra dan Pendidikan karya Sapardi Djoko Damono, esai-esai populer di website seperti di tatkala.co, serta artikel ilmiah hasil praktik baik pembelajaran di google scholar. Untuk bacaan fiksi, seperti seperti puisi-puisi Jokpin, buku puisi Aku Ini Binatang Jalang edisi 100 tahun (Gramedia Pustaka Utama, 2022) karya Chairil Anwar buku puisi Bali modern Kidung Republik karya Made Sanggra, puisi dan cerpen berbahasa Bali di Majalah Suara Saking Bali, puisi berbahasa Indonesia di tatkala.co dan/atau media daring lainnya.
Jadi, membaca memberikan banyak manfaat positif bagi kita sebagai guru. Membaca menyehatkan pikiran. Pikiran yang sehat dapat membantu kita lebih fokus dalam melaksanakan tugas-tugas mengajar juga belajar. Menjadi lebih siap karena dapat menguasai konten materi ajar lebih dalam. Ini sangat mendukung terciptanya pembelajaran yang aktif dan efektif. Lantas apa hubungan antara membaca dan menulis?
Menulis: Karya dan Jejaring
Kemampuan menulis yang baik tidak akan pernah diperoleh tanpa dibarengi dengan kemampuan membaca yang baik. Dengan kata lain menulis dan membaca adalah dua hal yang sangat berkelindan. Menulis entah tulisan apapun itu (fiksi dan/atau nonfiksi) membutuhkan data dan fakta. Inilah kemudian diolah sehingga menjadi satu-kesatuan tulisan yang dapat dipahami oleh pembaca. Tantangannya adalah pemerolehan data dan fakta itu tidak mudah. Perlu membaca referensi dari berbagai sumber. Bahkan tak cukup hanya itu, penulis membutuhkan metode observasi dan wawancara untuk memperdalam data dan fakta yang diperoleh dari sumber bacaan.
Dalam beberapa tulisan saya—fiksi dan nonfiksi, selain dikuatkan oleh data dan fakta yang diperoleh dari hasil membaca beberapa referensi, juga wawancara, dan tentunya observasi. Artikel praktik baik pembelajaran, artikel populer di tatkala.co dan golagongkreatif.com, puisi Bali modern dan bahasa Indonesia, semua tercipta melalui proses membaca, wawancara, dan/atau observasi.
Selain membaca buku dan artikel di media daring, saya juga melakukan pembacaan tentang fenomena alam, sosial, agama, budaya, politik, untuk memperoleh ide atau menguatkan tulisan. Untuk penulisan fiksi, pembacaan ini melibatkan rasa dan imajinasi. Hal inilah yang sedikit berbeda dengan menulis artikel yang lebih bersifat ilmiah. Pada sebuah esai yang ditulis oleh I Wayan Artika—akademisi Undiksha dan pegiat literasi akar rumput Komunitas Desa Belajar Bali, dinyatakan bahwa dalam dunia sastra semesta itu adalah ayah, penulis adalah ibu. Agar seorang ibu bisa melahirkan maka harus dekat dengan ayah. Oleh sebab itulah saya terus berusaha mendekatkan diri dengan semesta melalui pembacaan, pencermatan, dan pemahaman fenomena yang terjadi di sekitar agar mampu melahirkan karya.
Sebuah tulisan yang baik tidak bisa diselesaikan dalam kurun waktu yang singkat. Setelah selesai menulis beberapa bait, saya mencoba untuk membacanya kembali, merevisi, menata ulang kalimat-kalimat yang telah disusun. Pembacaan ulang dan revisi ini bertujuan agar kalimat mengandung unsur kohesi dan koherensi. Selain itu, penyuntingan bertujuan untuk menghindari typo atau kesalahan ketik. Seperti, kapan di harus ditulis dipisah dan digabung. Banyak penulis yang karyanya menjadi kurang baik karena tidak melakukan penyuntingan. Maka dari itulah penyuntingan menjadi salah satu bagian penting dari proses publikasi tulisan (https://penerbitdeepublish.com/teknik-menulis-penerbit-buku-g019/).
Keterampilan menulis bagi guru tidak hanya berguna untuk menulis karya fiksi dan nonfiksi, perencanaan pembelajaran, dan artikel praktik baik pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan keterampilan menulis untuk pemberitaan kegiatan sekolah di laman media sosial sekolah (facebook, instagram, atau website) serta menyusun jurnal pembelajaran dan aksi nyata di PMM sebagai tagihan PPG. Keterampilan menulis meminimalisasi plagiasi. Selain itu, tulisan menjadi lebih terstruktur sebab sejatinya menulis adalah melatih pikiran untuk berpikir secara sistematis.
Aktivitas membaca dan menulis yang selama ini saya lakukan telah mengantarkan saya melahirkan beberapa karya, seperti gaguritan Pamarisudha Gering Agung sebagai salah satu karya terpilih buku dalam buku Saraswati Sewana Pamarisuda Gering Agung Karya-karya Terpilih (Yayasan Puri Kauhan Ubud, 2021) buku kumpulan puisi Bali modern: Cangkit Dén Bukit (Mahima Institute Indonesia, 2023), Renganis (Pustaka Ekspresi, 2024), dan esai yang dimuat di buku Aku & Duta Baca (Perpusnas Press, 2024). Bahkan ada beberapa karya yang beruntung memenangi sayembara, seperti kompetisi menulis praktik baik pembelajaran, puisi, dan esai.
Namun, manfaat membaca dan menulis yang tak kalah penting adalah dapat menghubungkan saya dengan para pegiat literasi, sastrawan, dan akademisi. Gara-gara menulis puisi Bali modern saya akhirnya bisa menyimak lebih dekat obrolan-obrolan tentang sastra dan kebudayaan di Komunitas Mahima—komunitas yang menginisiasi festival sastra terbesar di Bali Utara, yaitu Singaraja Literary Festival (SLF). Di komunitas yang didirikan oleh Kadek Sonia Piscayanti—akademisi sekaligus aktivis literasi ini saya memperoleh banyak hal yang berhubungan dengan dunia tulis menulis. Kadang hal-hal yang kecil, sederhana, unik, yang tak terpikirkan oleh orang kebanyakan justru saya temui di komunitas ini. Pergumulan di komunitas yang tepat dapat menjadikan kita sebagai guru yang lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Menjadi Pribadi yang Lebih Sadar
Muara akhir dari membaca dan menulis adalah literasi. Kadek Sonia Piscayanti saat menjadi narasumber kegiatan Bincang-Bincang Bersama Duta Baca Indonesia Kamis, 24 April 2024, di Hotel Banyualit, mengatakan literasi tak sekadar kemampuan baca tulis. Tetapi kemampuan untuk mengelola pikiran, perasaan, emosi, dan perilaku sehingga tercapai kesadaran penuh dalam diri atau mindfullness. Pribadi yang mindfull adaptif terhadap perubahan bahkan mampu menciptakan kebaruan.
Bukankah kemampuan adaptasi yang tercipta karena kesadaran penuh (mindfull) adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru masa kini? Ya, perubahan adalah keniscayaan. Maka guru yang adaptif akan melahirkan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, produktif, dan menyenangkan. Selain itu, kita akan menjadi pendidik yang lebih peduli dengan lingkungan belajar peserta didik. Kepedulian yang akan menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan aman bagi anak-anak, lingkungan yang memberikan kemerdekaan belajar anak secara fisik dan psikis.
Sejak diangkat menjadi guru pada Desember 2020 sampai sekarang, melalui aktivitas membaca dan menulis saya terus mencoba belajar menyesuaikan aktivitas belajar (modifikasi proses) dan memfasilitasi peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam berbagai bentuk (modifikasi produk). Selama itu hasil belajar bahasa Bali siswa beragam sejalan dengan keberagaman minat, kesiapan, dan profil belajarnya. Seperti, membuat poster cetak dan digital, menulis puisi Bali modern yang terhimpun dalam buku Nyurat Rasa Ngupapira Basa (Pustaka Ekspresi, 2023), menulis cerita bergambar, dialog singkat baik tulis dan lisan, wawangsalan dan paparikan (pantun).
Namun, terlalu dini bagi saya untuk mengatakan semua ini sebagai pencapaian yang besar. Ini baru seberapa. Saya merasa seperti baru memulai. Apalagi tantangan untuk menciptakan pembelajaran yang penuh kesadaran, bermakna, dan menyenangkan itu terus mengalir sebagaimana perubahan itu.
Maka dari itulah, guru yang belajar menulis akan membentuk guru sebagai pembelajar sepanjang hayat. Seperti kata AS Laksana—sastrawan dan kritikus sastra, belajar menulis menyebabkan kita harus belajar terus-menerus sebab pengetahuan tidak ada habisnya. Dengan terus belajar maka niscaya akan menjadi pribadi yang memiliki kesadaran penuh untuk terus beradaptasi terhadap perubahan. Hanya guru adaptif yang mampu menjadi pemimpin pembelajaran.
Kepada pembaca khususnya rekan-rekan guru hebat se-Kabupaten Buleleng saya menaruh hormat karena bapak/ibulah sejatinya inspirasi saya untuk terus mengabdikan diri menjadi guru. Bahkan pengalaman bapak/ibu guru hebat semua jauh lebih kaya daripada saya. Namun, hemat saya, perlu kiranya pengalaman itu dituliskan untuk diabadikan sebab pikiran tentu terbatas mengingat kejadian.
Maka dari itu, mari mulailah dengan membaca kemudian jangan takut untuk mencoba menulis kata demi kata. Jika dilakukan dengan tekad yang kuat niscaya menulis akan membudaya dalam diri. Nil Volentibus Arduum, tidak ada yang tidak mungkin bagi yang memiliki kemauan.
Ayo, membaca dan menulis. Seperti kata Gol A Gong—Duta Baca Indonesia tahun 2021-2025, “Membaca Itu Sehat, Menulis Itu Hebat”.
Selamat Hari Guru Nasional tahun 2024
Selamat HUT ke-79 PGRI
Guru Hebat, Indonesia Kuat
Catatan: artikel ini (dengan sedikit penyesuaian) disusun sebagai syarat mengikuti Lomba GTK dan Penganugerahan Saraswati Awards (LPSA) Disdikpora Kabupaten Buleleng Tahun 2024 bidang insan pendidikan produktif kategori guru.
Penulis:Komang Sujana
Editor: Adnyana Ole