SUB tema “Pengembangkan SDM, Perempuan, Anak, dan Kaum Marjinal” pada acara debat pertama calon Bupati dan Wakil Bupati yang diselanggarakan oleh KPU Buleleng dilaksanakan pada Rabu, 23 Oktober 2024 lalu di Hotel Banyualit SPA’N Resort.
Sub tema tersebut menjadi salah satu tema yang menarik, tidak hanya bagi calon, tapi juga bagi beberapa orang yang hadir di sana. Bahkan itu sampai menciptakan perdebetan yang sengit di antara mereka (para calon), Sutjidra dan Sugawa Korry.
Begitu urgennya tema ini, terutama dalam melihat lebih dekat Singaraja sebagai Kota Pendidikan, khususnya. Pada tema ini, para calon memiliki perbedaan pandangan dan saling tanggap satu sama lain dalam berargumen.
Sutjidra, Calon Bupati nomor urut 02, menjadi yang pertama menaggapi tema itu—karena memang gilirannya. Ia menyikapi tema itu selama 3.00 menit dengan lugas.
Pada tema ini, calon diminta ditekankan menjawab pertanyaan terkait bagaimana indeks partisipasi masyarakat terhadap pendidikan, terutama pada perguruan tinggi yang masih kurang. Dan tanpa wasweswos, Sutjidra segera menjawabnya dengan mantap.
“Buleleng, Singaraja, dengan wacana sebagai Kota Pendidikan, sudah barang tentu memerlukan sebuah proses,” kata Sutijidra membuka pemaparan.
Yang pertama, katanya, mengoptimalkan sarana dan prasarana pembelajaran 12 tahun, dan memberikan beasiswa miskin dan beasiswa berprestasi kepada anak-anak yang memiliki prestasi. Dan hal itu, telah menjadi salah satu misi mereka di bidang pendidikan.
Kemudian, untuk mencegah anak-anak putus sekolah, selain akan memberikan pendidikan gratis tadi, Calon Bupati nomor urut 02 itu juga akan memberikan pakaian, seragam, sepatu, sekolah gratis, bagi anak-anak yang baru sekolah di tingkat TK, SD, maupun SMP.
Sementara dari mutu pendidikannya, Sutjidra memberikan dua kriteria terhadap perguruan tinggi. Yaitu yang berkualitas dan yang exellent.
“Kota ini, tidak hanya dengan perguruan tinggi yang berkualitas, tetapi juga harus exellent [yang pertama, atau melampaui apa yang diharapkan],” lanjut Sutjidra.
Kemudian ada pilihan lain, yaitu pada perguruan-perguruan tinggi yang berkualitas di Buleleng, selain Undiksha (Universitas Pendidikan Ganesha). Selain itu, ia juga menyoal penyediaan-penyediaan sarana pendidikan yang berbasis pada IoT.
Ia menekankan terkait penyerapan ruang-ruang terbuka hijau, yang edukatif, sehingga mahasiswa, katanya, dapat memanfaatkan itu di ruang-ruang terbuka itu.
Jawaban dan Tanggapan yang Serius
Setelah Sutjidra selesai memaparkan. Sugawa Korry kemudian langsung menanggapinya, dengan waktu 1.30 detik, dengan lugas—dan kritis.
Ia menganggap apa yang dijawab oleh Sutjidra itu masih jauh dari pertanyaan dan tema. Pemaparannya tidak sesuai pertanyaan yang diberikan oleh moderator debat.
“Karena kita tahu, IPM Buleleng tahun 2011 berada pada nomor 4 di Bali. Tapi sekarang, 2023, kita berada pada nomor 6. Ini suatu masalah yang serius. Oleh karena demikian, maka, kita harus bangun kesejahteraan masyarakat dan kita harus tingkatkan kemampuan pendidikannya, kualitas SDM-nya. Oleh karena demikian, wujudkan Kota Singaraja sebagai Kota Pendidikan adalah sebuah keniscayaan,” Sugawa Korry menanggapi.
Sampai di sini, ia kemudian menjelaskan bahwa dalam rangka mewujdukan Singaraja sebagai Kota Pendidikan, ia bersama pasangannya, Suardana, justru telah menyiapkan strategi dasar yang kuat daripada yang dipaparkan oleh Sutjidra.
“Pertama, kami akan mengikutsertakan para ahli khususnya dari Undiksha, yang akan dibantu oleh [mereka] dari Jogja maupun dari Malang yang sudah berpengalaman. Untuk membuat grand desain bagaimana Singaraja sebagai Kota Pendidikan,” lanjutnya.
Ini harus diwujudkan, tahapan demi tahapannya, kata Sugawa lago. “Oleh karena demikian, kalau kita ingin nyata, memperbaiki tingkat pendidikan kita,” kata Sugawa Korry memberi jeda. “Sudah tentu kebijakan kita adalah pro terhadap pendidikan itu sendiri. Tidak seperti, misalnya, kita harus menghentikan sekolah Bali Mandara,” tegasnya.
Sampai di sini, Sutjidra menangkis anggapan dirinya tak sesuai pertanyaan—dalam menjawab. Di sinilah perdebatan itu agaknya panas dengan waktu.
“Mohon maaf, ya, Kakanda,” kata Sutjidra. “Yang ditanya ini angka partisipasi, bukan IPM secara keseluruhan. IPM itu ada tiga, unsurnya pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Jadi yang ditanya itu apa? Partisipasi! Makanya kami jawab dengan angka partisipasi!” tutur Sutjidra agak menyindir.
“Data-datanya juga kami punya. Kemudian, kalo dari pendidikan, emang rata-rata lama sekolah kita masih rendah. Kemudian harapan lama sekolah juga masih rendah. Ini yang kita akan kejar, dengan cara; satu, untuk meningkatkan IPM di bidang pendidikan, yaitu mendirikan atau mewujudkan penyetaraan-penyetaraan bis masing-masing kecamatan. Kemudian penyetaraan ini ada kejar paket, ada Paket A, Paket B, Paket C,” tutup Sutjidra.
Tema-tema dalam acara debat ini telah di susun begitu apiknya oleh lima panelis professional di bidangnya, antara lain : Dr. I Putu Gede Parma, S.ST., Par., M.Par; Prof. Dr. Dra. Ni Ketut Srie Kusuma Wardhani, M.Pd; Prof. Dr. Ir. I Nengah Kencana Putra, M.S; Prof. Dr. Ketut Agustini,S.Si.,M.si; dan I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja,S.H.,M.Hum.,LL.M.,Ph.D.[T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Jaswanto