2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Menghidupkan Kembali Gending Sanghyang Dedari: Upaya Repatriasi Budaya

I Gde Made Indra SadgunabyI Gde Made Indra Sadguna
August 14, 2024
inEsai
Menghidupkan Kembali Gending Sanghyang Dedari: Upaya Repatriasi Budaya

Karya Rekonstruksi Gending Sang Hyang Dedari | Dok: Indra Sadguna

DALAM dunia etnomusikologi, nama Jaap Kunst merupakan figur terkemuka. Dialah yang pertama kali memperkenalkan istilah etno-musikologi pada tahun 1950 melalui bukunya yang berjudul Musicologia: A Study of the Nature of Ethno-Musicology, Its Problems, Methods, and Representative Personalities.

Dalam buku tersebut, Kunst mendefinisikan etnomusikologi sebagai studi tentang musik tradisional dari berbagai lapisan budaya manusia, mulai dari masyarakat yang dianggap primitif hingga bangsa yang dianggap beradab. Seni musik Eropa dan musik populer tidak termasuk dalam cakupan etnomusikologi menurut definisi awal ini, tetapi fokusnya adalah pada musik suku dan rakyat, serta semua bentuk musik seni non-Eropa.

Seiring perkembangan zaman, etnomusikologi telah meluas cakupannya dan kini mencakup berbagai jenis musik dan suara dari seluruh dunia. Meski bidang ini semakin kompleks, etnomusikologi tetap setia pada akar tradisinya: penelitian lapangan dan studi dokumentasi. Dari sekian banyak budaya di dunia yang menjadi objek kajian, Indonesia, khususnya Bali, menempati posisi khusus di hati para peneliti musik.

Bali, dengan kekayaan tradisi musik dan tari yang tak tertandingi, menjadi salah satu destinasi favorit para etnomusikolog di awal abad ke-20. Selain Jaap Kunst, ada beberapa nama besar lain seperti Odo Deodatus Tauern, Walter Spies, dan Colin McPhee yang juga telah berkontribusi besar dalam mendokumentasikan dan memperkenalkan keindahan seni musik Bali ke dunia internasional. Namun, di antara semua tokoh ini, Jaap Kunst memiliki peran yang sangat signifikan, terutama dalam mendokumentasikan nyanyian ritual Sanghyang Dedari.

Pada tahun 1925, Kunst melakukan perjalanan ke Bali dengan membawa gramofon, alat perekam canggih pada masa itu. Dalam perjalanannya, ia tidak hanya mengamati tetapi juga merekam berbagai peristiwa musikal yang ditemuinya. Hasil dari perjalanan ini adalah 15 silinder lilin yang berisi rekaman-rekaman dari berbagai tradisi musik Bali. Enam di antaranya mengabadikan nyanyian Sanghyang Dedari, sebuah ritual suci yang penuh makna dan spiritualitas.

Jaap Kunst | Sumber foto: Wikipedia

Ritual Sanghyang Dedari adalah salah satu tradisi sakral di Bali, di mana para penarinya—yang biasanya adalah anak-anak perempuan—memasuki keadaan trance atau kesurupan, dianggap dirasuki oleh roh dewa atau leluhur. Mereka kemudian menari dengan gerakan yang anggun dan tanpa kesadaran penuh. Musik yang mengiringi ritual ini bukan hanya sekadar hiburan; ia adalah medium spiritual yang diyakini memiliki kekuatan magis untuk berkomunikasi dengan dunia roh.

Keputusan Kunst untuk merekam lantunan Sanghyang Dedari tidak datang begitu saja. Ia didorong oleh Walter Spies, seorang seniman dan peneliti berkebangsaan Jerman yang tinggal di Bali. Spies, yang sudah lebih dulu tinggal di Bali, menulis kepada Kunst tentang keunikan dan keindahan musik Sanghyang. Spies menggambarkan melodi yang dinyanyikan dalam ritual ini sebagai sesuatu yang begitu berbeda dari tangga nada lain yang pernah ia dengar di Indonesia. Ia pun mendorong Kunst untuk merekamnya sebagai bagian dari upaya untuk mendokumentasikan tradisi ini.

Pada akhirnya, Kunst berhasil merekam enam lagu Sanghyang Dedari di luar konteks ritual aslinya, dengan meminta seorang solois wanita bernyanyi langsung ke gramofon. Rekaman ini dibuat di Celuk pada 3 Agustus 1925, dan kini menjadi salah satu peninggalan paling berharga dalam arsip Berlin Phonogrammarchiv. Namun, meskipun rekaman-rekaman ini telah didigitalisasi dan dapat didengar secara umum, kenyataannya mereka masih berada jauh dari tanah asalnya—Bali.

Ada perasaan bittersweet ketika mendengarkan rekaman-rekaman ini. Di satu sisi, ada kebanggaan karena warisan budaya Bali terdokumentasikan dengan baik dan diakui di panggung internasional. Namun di sisi lain, ada rasa pedih karena rekaman-rekaman fisik tersebut masih terasing di negeri orang. Inilah yang mendorong munculnya pertanyaan besar: bagaimana cara ‘memulangkan’ atau merpatriasi rekaman-rekaman ini ke Bali?

Memindahkan arsip fisik dari Berlin ke Bali jelas merupakan sebuah tantangan besar, jika tidak bisa dibilang mustahil. Oleh karena itu, maka dilakukan upaya dalam mencari cara lain untuk membawa kembali rekaman-rekaman ini ke tanah kelahirannya, dan salah satu solusi yang muncul adalah melalui proyek rekonstruksi. Proyek ini bertujuan untuk tidak hanya mendengarkan kembali suara-suara yang telah lama hilang, tetapi juga menghidupkan kembali esensi dari musik tersebut dengan memberikan sentuhan artistik dan musikal.

Proyek rekonstruksi ini didanai oleh program Penelitian, Penciptaan, Diseminasi, Seni – Desain (P2DSD) Tahun 2024. Program ini berupaya mendorong terciptanya karya seni berbasis penelitian di kalangan dosen dan peneliti di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Melalui skema hibah yang disediakan oleh Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP), proyek ini bertujuan untuk merekonstruksi Gending Sanghyang Dedari yang direkam oleh Kunst pada tahun 1925 sebagai bagian dari upaya repatriasi budaya.

Rekonstruksi, seperti yang diungkapkan oleh B.N. Marbun, adalah usaha untuk mengembalikan sesuatu ke tempatnya yang semula atau menyusun kembali sesuatu dari bahan-bahan yang ada. Dalam konteks ini, rekonstruksi tidak hanya berfungsi untuk menyelamatkan kesenian yang hampir punah, tetapi juga sebagai pendekatan untuk menciptakan karya seni baru. Meskipun ada keraguan di kalangan tertentu mengenai keberadaan kreativitas dalam pendekatan rekonstruksi, kenyataannya kreativitas justru sangat dibutuhkan. Rekonstruksi menyediakan ruang yang luas untuk bereksperimen dan menciptakan sesuatu yang baru berdasarkan bahan-bahan dari penelitian yang dilakukan.

Proses rekonstruksi Gending Sanghyang Dedari ini tidaklah mudah. Meski sudah didigitalisasi, rekaman yang dihasilkan oleh Kunst masih sulit untuk didengar dengan jelas. Suara rekaman yang kasar dan penuh dengan noise membuat liriknya sulit dipahami, apalagi karena bahasa yang digunakan dalam nyanyian Sanghyang sering kali merupakan bahasa kuno yang tidak lagi lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari di Bali. Oleh karena itu, wawancara dengan narasumber yang kompeten menjadi langkah penting dalam proses ini untuk mendapatkan lirik yang tepat dan memahami maknanya.

Karya Rekonstruksi Gending Sang Hyang Dedari | Foto: Dok: Indra Sadguna

Setelah lirik dan maknanya teridentifikasi, langkah berikutnya adalah mempelajari melodi gending tersebut. Made Ayu Desiari, seorang penembang yang terlibat dalam proyek ini, mencatat bahwa Gending Sanghyang Dedari memiliki gregel dan alur melodik yang unik. Ini berbeda dari versi gending Sanghyang Dedari yang banyak beredar di internet, yang biasanya mengadopsi gaya dari Desa Bona, Gianyar. Rekaman Kunst, di sisi lain, menawarkan melodi yang berbeda dan menarik, yang mencerminkan keunikan dari gaya daerah tersebut.

Selain rekonstruksi gending, proyek ini juga menambahkan elemen aksentuasi dari vokal kecak. Sanghyang Dedari memang diyakini sebagai asal mula tari Kecak yang kita kenal saat ini, sehingga penambahan unsur kecak dalam rekonstruksi ini terasa sangat tepat. Aksen-aksen yang dibuat diinterpretasi dengan gaya kecak pada awal abad ke-20, dengan mengambil referensi dari rekaman-rekaman yang ada.

Presentasi Karya pada PASEA 2024 di Filipina | Foto: Dok: Indra Sadguna

Hasil dari rekonstruksi ini telah dipresentasikan pada The 7th Symposium of the ICTMD Study Group on Performing Arts of Southeast Asia (PASEA) di Iloilo, Filipina, pada 26 Juni 2024. Presentasi ini mendapatkan respon yang sangat positif dari para audiens, yang memandangnya sebagai langkah penting dalam upaya repatriasi dan dekolonialisasi budaya. Salah satu hal menarik yang terungkap dalam diskusi adalah adanya tradisi serupa di Filipina yang juga disebut “Sanghyang,” di mana penarinya juga mengalami kesurupan. Ini membuka peluang untuk penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya hubungan historis antara kedua tradisi ini.

Proyek rekonstruksi Gending Sanghyang Dedari ini bukan sekadar upaya artistik. Ini adalah langkah penting dalam menjaga dan merawat warisan budaya Bali. Dengan menghidupkan kembali suara-suara yang telah lama hilang, kita tidak hanya mendengar masa lalu tetapi juga membawa warisan tersebut ke masa depan. Tradisi tidak harus menjadi fosil dalam sejarah—dengan kreativitas dan dedikasi, kita bisa terus menghidupkannya, mengadaptasikannya, dan membuatnya relevan bagi generasi mendatang. [T]

“Cane”, Karya Musik yang Mengeksplorasi “Patutan” atau “Modal System” pada Gamelan Saih Pitu
Penutupan Pengabdian Masyarakat Nata Citta Swabudaya ISI Denpasar di Desa Batur, Inilah yang Sudah Dilakukan
PKM ISI Denpasar : Pembinaan Gending Bopong Gaya Kayumas di Sanggar Tabuh Kembang Waru Denpasar
Tags: apresiasi seniISI Denpasarpenelitian seniSanghyang Dedari
Previous Post

Ibu Tapa dan Pura Penataran Kampial, Keistimewaan Lain dari Gumi Delod Ceking

Next Post

Otot dan Rahasia Bugar di Usia Senja

I Gde Made Indra Sadguna

I Gde Made Indra Sadguna

Dosen karawitan di ISI Denpasar sejak tahun 2012. Ia meraih gelar Ph.D. dalam bidang Etnomusikologi dari Florida State University pada tahun 2022 yang disponsori oleh program Fulbright-DIKTI. Sebagai seorang seniman dan peneliti, Indra telah tampil baik di tingkat lokal, nasional, serta internasional di banyak negara seperti Australia, Jepang, Singapura, Thailand, India, Filipina, Malaysia, Kanada, dan Amerika Serikat.

Next Post
Otot dan Rahasia Bugar di Usia Senja

Otot dan Rahasia Bugar di Usia Senja

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co