_— Catatan Harian Sugi Lanus, 9 Mei 2024.
Pada tahun 1940 Perpustakaan Gedong Kirtya — ketika itu masih bernama Kirtya Liefrinck-Van Der Tuuk — menerbitkan buku kecil LIJST DER AANWINSTEN VAN DE LONTAR BIBLIOTIEKK TUSSCHEN JUNI 1936 EN FEBRUARI 1939(DAFTAR AKUISISI [PENGADAAN] PERPUSTAKAAN LONTAR KIRTYA — ANTARA JUNI 1936 DAN FEBRUARI 1939). Di dalamnya terdapat judul-judul lontar yang diakuisi/dibeli oleh Perpustakaan Gedong Kirtya.
Pustakawan yang bertugas mengadakan dan membuat catatan daftar judul lontar dan keterangannya adalah pustakawan handal I Wajan Bhadra. Dalam sambutan atau kata pengantarnya Bhadra menjelaskan beberapa hal sangat menarik.
Di sini akan dikutip secara penuh pengantarnya.
——————————
LIJST DER AANWINSTEN VAN DE LONTAR BIBLIOTIEKK TUSSCHEN JUNI 1936 EN FEBRUARI 1939.
Van de inrichting der lijst van de aanwinsten in de verie nummers, wordt nu slechts in zooverre afgeweken, dat iedere titel van een noot is voorzien. Op deze wijze wordt getracht ook aan lezers, die nog niet bekend zijn met den inhoud van verschillende handschriften welke in de Catalogi Van Dr. Juynboll en Dr. Brandes reeds zijn opgenomen, een zeer korte medejeeling te doen omtrent aard of inhoud dor lontars.
De aanwinsten gedurende bovenvermelde periode bedragen 276 exx. ; het groote aantal verschillende geschriften, thans in de bibliotheek reeds aanwezig, in aanmerking genomen, is het een hoopvol verschijnsel. Het beteekent immers dat vele ouderwetsche lontarbezitters minder schroomvallig zijn geworden bij het uitleenen van hun lontars.
Het uitzoeken van “onbekende” lontars is dan ook ten gevolge van hot groote aantal der Kirtya reeds aanwezige handschriften, tijdroovender geworden. Vaak levert een onderzoek van 35 a 40 lontars slechts 2 exx. aan nieuwe geschriften op.
Aan versjes, volksgedichten en volksverhalen wordt nu meer aandacht geschonken; het geslacht der oude vertellers en vertelsters— sommigen zijn a.h.w..vertellingen- en sprookjesarsenalen— dreigt uit to sterven. Het is dus thans zaak, zoo véél en zoo gauw mogelijk op te teekenen.
De ondervolgende lijst strekt tot vervolg op die voorkomende in Mededeelingen Aflevering V.
De Bibliothecaris, I Wajan Bhadra.
——————————
Terjemahannya:
DAFTAR AKUISISI PERPUSTAKAAN LONTAR ANTARA JUNI 1936 DAN FEBRUARI 1939.
Struktur daftar perolehan pada terbitan baru kini hanya berbeda sebatas setiap judul diberi catatan. Dengan cara ini juga dilakukan upaya untuk menginformasikan kepada pembaca yang belum mengetahui isi berbagai manuskrip yang terdapat dalam Katalog Dr. Juynboll dan Dr. Brandes sudah dicantumkan, untuk memberikan penjelasan singkat tentang sifat atau isi lontar.
Perolehan selama periode di atas berjumlah 276 exx. ; Mengingat banyaknya tulisan berbeda yang ada di perpustakaan, ini merupakan fenomena yang penuh harapan. Artinya, banyak pemilik lontar kolot yang sudah tidak segan-segan meminjamkan lontarnya.
Oleh karena itu, memilah lontar-lontar yang “tidak diketahui” menjadi lebih memakan waktu karena banyaknya naskah Kirtya yang sudah ada. Seringkali penelitian terhadap 35 sampai 40 lontar hanya menghasilkan 2 exx. dari tulisan-tulisan baru.
Perhatian lebih kini diberikan pada sajak, puisi rakyat, dan cerita rakyat; keluarga pendongeng dan pendongeng lama – beberapa di antaranya seolah-olah merupakan gudang cerita dan dongeng – berada dalam bahaya kepunahan. Jadi sekarang penting untuk mencatat sebanyak dan secepat mungkin.
Daftar berikut ini merupakan kelanjutan dari daftar pada Pengumuman Episode V.
Pustakawan, I Wajan Bhadra.
——————————
Pengantar I Wajan Bhadra memberikan kita pemahaman, bahkan pada tahun 1939-1940 pun telah terdapat kekhawatiran akan adanya kepunahan sastra tradisi, gejalanya yang memudar semakin membuatnya khawatir.
Bhadra merasakan dirinya seakan berlomba dengan waktu. Ia menekankan agar pembacanya lebih perhatian pada pada sajak, puisi rakyat, dan cerita rakyat, karena ia merasa bahwa: “…keluarga pendongeng dan pendongeng lama – beberapa di antaranya seolah-olah merupakan gudang cerita dan dongeng – berada dalam bahaya kepunahan. Jadi sekarang penting untuk mencatat sebanyak dan secepat mungkin.”
Sebagai cendikiawan yang tercerahi I Wajan Bhadra paham bahwa dongeng dan tradisi lisan adalah gudang nilai-nilai yang menjadi sadaran pendidikan budi pekerti sedang terancam punah.
DAFTAR AKUISISI PERPUSTAKAAN LONTAR ANTARA JUNI 1936 DAN FEBRUARI 1939 berisi daftar 276 lontar dengan catatan kaki penjelasan yang sangat penting. Dikerjakan dengan rapi oleh I Wajan Bhadra.
Saya menulis catatan ini dan berkepentingan dengan DAFTAR AKUISISI PERPUSTAKAAN LONTAR ANTARA JUNI 1936 DAN FEBRUARI 1939 dari Gedong Kirtya karena di dalamnya mengandung informasi tentang lontar yang berisi penjelasan rumusan SANGHYANG WIDHI yang sedang saya teliti. [Selama 10 tahun terakhir saya melakukan riset secara independen mengenai cikal bakal atau muasal pemakaian istilah Sanghyang Widhi dalam teks Kawi dan Bali].
Halaman 5 dari list akusisi/pengadaann lontar Kirtya tersebut berisi daftar lontar sangat menarik:
Sebagai berikut:
—————————
1399 Brayut (1) 20 IV d
1458 Buddha kacapi cěměng (2) 15 III d
1411 Buddha prayogas (3) 15 III d
1450 Bwaya Dodokan (4) 41 VI b
-c-
1544 Cacimpedan (5) 6 IV d
1548 Cacimpedan (6) 3 IV d
1407 Calonarang (Kaputusan) (7) 11 III c
1378 Campurtalo (Kaputusan) (8) 8 III d
1445 Campurtalo (9) 10 III b
1498 Campurtalo (10) 11 III c
1414 Candragni (11) 74 III c
1545 Canting kuning (12) 11 III b
1515 Carcan ayam (13) 105 III c
1406 Carcan jadma (14) 14 III c
1436 Caturyuga (15) 18 II b
1455 Citramidhara (16) 142 IV d
1) Zeer kleine verschillen in woordkeus met Cod. 316.
2) Andere inhoud dan No: 294,
3) Over behandeling van zwangere vrouwen; symptomen van zwangerschap, het begraven van nageboorte en iets over kanda empat:
4) Een gedicht over een krokodillen-rijk (in West-Lomboksch Balisch).
5) Raadsels in dichtvorm.
6) Raadsels in dichtvorm; dit geschrift geeftmoderne voorwer”een op, (zooals een radio-toestel, voetbal).
7) Zie Kaputusan Calonarang.
8) Zie Kaputusan Campurtalo (zie Campurtalo).
9) Kleine redactie-verschillen.
10) Tets uitgebreider dan. 1445. (zie ook No. 452 en 1005).
11) Een soort Krtabhásá met speculaties over de beteekenis van de lettergrepen van het bekende: Om awighnam astu. Vaak heel zonderlinge interpretaties.
12) Over het scheppen van Bhatara’s door Sanghyang Widhi, den allerhoogsten (niet vereerden) God der Baliërs. De Baliërs beschouwt Hem als de Lotsbeschikker.
13) Vollediger dan No:456; over vechthanen; kenmerken, het uitkiezen van tegenstanders voor de vechthanen van bepaalde kleur en met bepaalde eigenschappen.
14) Redactie verschillen, het begin en eind anders dan bij No:921 (zie Meded.afl.lV),
15) Bestaat uit 2 deelenle:proza,(folio 1 tot en met 11). (In hoog Balisch); 2e: in macepat-maten.
16) Een soort Pañji-romān.
___________________
Yang perlu mendapat terjemahan di sini adalah keterangannya:
1) Perbedaan pilihan kata dengan Cod sangat kecil. 316.
2) Isi selain No: 294,
3) Tentang pengobatan ibu hamil; gejala kehamilan, penguburan pasca melahirkan dan sedikit tentang kanda empat :
4) Puisi tentang kerajaan buaya (dalam bahasa Bali Lombok Barat).
5) Teka-teki dalam bentuk puisi.
6) Teka-teki dalam bentuk puisi; Tulisan ini menyebutkan benda-benda modern (seperti radio, sepak bola).
7) Lihat Kaputusan Calonarang.
8) Lihat Kaputusan Campurtalo (lihat Campurtalo).
9) Perbedaan pengeditan kecil.
10) Uji lebih ekstensif dari. 1445. (lihat juga No. 452 dan 1005).
11) Semacam Krtabhásá dengan spekulasi tentang arti suku kata yang diketahui: Om awighnam astu. Seringkali penafsirannya sangat aneh.
12) Tentang penciptaan Bhatara oleh Sanghyang Widhi, Dewa Bali yang tertinggi (tidak dimuliakan). Orang Bali menganggapnya sebagai Penahbis.
13) Lebih lengkap dari No:456; tentang ayam aduan; ciri-cirinya, pemilihan lawan untuk ayam aduan dengan warna tertentu dan sifat-sifat tertentu.
14) Perbedaan editorial, awal dan akhir berbeda dengan No:921 (lihat Meded.epl.lV),
15) Terdiri dari 2 bagian: prosa, (folio 1 s/d 11). (Dalam bahasa Bali tinggi); 2: dalam ukuran macepat.
16) Semacam romansa Pañji.
Perhatian saya pada keterangan no 12. yang menjelaskan isi dari lontar CANTING KUNING adalah “Tentang penciptaan Bhatara oleh Sanghyang Widhi, Tuhan orang Bali yang tertinggi (tidak disembah). Orang Bali menganggapnya sebagai Penahbis.”
[Lontar CANTING KUNING kemudian diteliti secara khusus oleh Hooykaas dan telah diterbitkan secara terpisah, dalam bukunya COSMOGONY AND CREATION IN BALINESE TRADITION, tahun 1974. I Wajan Bhadra telah menyebutkan, setidaknya memberikan catatan singkat tersebut tahun 1939-1940, jauh sebelum terbitan Hooykaas].
Yang perlu dicermati keterangan I Wajan Bhadra menyebutkan Sanghyang Widhi “tidak dimuliakan” — Over het scheppen van Bhatara’s door Sanghyang Widhi, den allerhoogsten (niet vereerden) God der Baliërs. De Baliërs beschouwt Hem als de Lotsbeschikker. Apa maksudnya dengan “tidak dimuliakan” (niet vereerden)? Mungkin maksud dari Bhadra adalah Sanghyang Widhi tidak dipuja sebagaimana dewata lainnya yang punya pelinggih khusus? Atau yang dipuja orang Bali dalam keseharian pemujaan adalah para Bhatara ciptaan dari Sanghyang Widhi?
Sekalipun saya baca dalam lontar Bhuwana Mahbah bahwa memuja Sanghyang Widhi dilakukan di Kemulan, ajaran ini tidak menjadi mainstream di Bali. Kemulan disebut sebagai pemujaan Bhatara Guru (nama populer manifestasi Sang Hyang Widhi dalam tradisi Śiwa-siddhanta di Nusantara). Sehingga pemuliaan secara langsung berupa ‘maturan’ atau ‘mabanten’ ke Ida Sanghyang Widhi memang kenyataanya tidak berbentuk banten atau sesaji. Sebagai contoh, tidak ada banten untuk Sanghyang Widhi, yang ada adalah ‘sesayut’ untuk Bhatara Guru. Sanghyang Widhi dalam keseharian masyarakat Bali lebih sebagai sebuah “puncak teologi” Hindu Bali: Masyarakat Bali mengakui bahwa Sanghyang Widhi adalah sebagai Sanghyang Tuduh, Sang Pentabis atau Tuduh, muasal semua Kedewataan, menjadi puncak Ketuhanan Hindu Bali, tetapi memang tidak ada banten atau sesaji atau piodalan untuk Sanghyang Widhi; mungkin ini yang dimaksud oleh Bhadra. Di atas segala Dewata yang dipuja dan disembah itulah Sanghyang Widhi, tidak terbayangkan, yang disembah adalah Bhatara-Bhatari ciptaan atau manifestasi dari Sanghyang Widhi.
Ada beberapa lontar lain terkait penjelasan Sanghyang Widhi disimpan di Kirtya, saya cukup bahas di sini sekilas keterangan dari lontar Canting Kuning yang mendapat penjelasan singkat dari I Wajan Bhadra, sebagai bukti bahwa orang Bali telah lama memahami rumusan tentang Ida Sanghyang Widhi, ada lontar khusus tentang hal ini, dan sudah menjadi tradisi sastra penyebutan Tuhan tertinggi dalam Hindu di Bali dan tradisi Kawi (Jawa Kuno) adalah Sanghyang Widhi —bukan hal yang baru mengekor tradisi penterjemahan Alkitab ke dalam bahasa Bali, sebagaimana ditulis para penulis sejarah Hindu Bali yang pengetahuannya masih di permukaan, tanpa pernah mendalami lontar-lontar berbahasa Kawi dan Bali. Lontar Canting Kuning salah satu bukti bahwa orang Bali menyebut Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sanghyang Widhi jauh sebelum terbitnya terjemahan kitab-kitab agama Kristen berbahasa Bali yang menyebutkan Tuhan sebagai Sanghyang Widhi dan putra-Nya sebagai Sanghyang Yesus.
Kumpulan lontar-lontar lain terkait dengan rumusan Sanghyang Widhi dalam bahasa Kawi dan Bali sedang saya tulis secara komprehesif secara ilmiah dan akan terbit dalam karya ilmiah. Catatan ini dapatlah sekiranya menjadi petunjuk awal bagi peminat dan pemerhati teologi Hindu Bali: Jika ingin mengawali pembahasan dasar teologi Sanghyang Widhi sebaiknya membaca secara tuntas terlebih dahulu lontar CANTING KUNING yang sangat kuno, tersedia di Gedong Kirtya, tersimpan dengan kode penyimpanan: 1545 Canting kuning, 11 III b.
BACA artikel lain dari penulisSUGI LANUS