“Iya, Juli, saya juga bingung mau gimana ya. Saya pikir saya tidak muda, ternyata yang dari negara lain lebih tua dari saya!”
Itu sepotong kalimat yang dilontarkan Faisal Oddang ketika Juli Sastrawan bertanya soal penghargaan “Sastrawan Muda Mastera” Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) tahun 2023.
Mereka berdua, Faisal Oddang dan Juli Sastrawan, saat itu sedang berada di sebuah penginappan di wilayah Cikini, Jakarta, pada malam, Kamis, 21 September 2023. Mereka berdua sedang terlibat dalam acara Manajemen Talenta Muda yang merupakan program dari Kemendikbudristekdikti.
Juli Sastrawan adalah sastrawan dari Bali yang mengelola kolektif Lingkar Sastra Denpasar dan penerbitan Partikular.
Faisal memang baru saja mendapatkan penghargaan Sastrawan Muda Mastera itu. Barangkali karena ada embel-embel kata muda, maka ia jadi bingung, karena sudah merasa tidak muda lagi.
Mastera beranggotakan Negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Faisal Oddang mendapat penghargaan bersama Muhammad Lutfi (Malaysia), Awangku Syam (Brunei Darussalam), dan Farihan Bahron (Singapura).
Bicara soal soal sastrawan muda, Faisal Oddang memang berkarya sejak amat muda. Sejak mahasiswa namanya sudah kerap muncul dalam papan pengumuman di sejumlah ajang penghargaan sastra nasional.
Faisal Oddang adalah sastrawan yang lahir di sebuah kampung bernama Tale, di Kabupetan Wajo, Sulsel, pada 18 September 1994. Ia menyelesaikan kuliah sarjana dan magister di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Unhas.
Dua cerpennya, “Di Tubuh Tarra dalam Rahim Pohon” dan “Kapotjes dan Batu yang Terapung” menjadi cerpen terbaik Kompas 2014 dan 2018. Saat cerpen “Di Tubuh Tarra dalam Rahim Pohon” jadi terbaik di Kompas, usianya masih 20 tahun, dan sepertinya saat itu ia masih jadi mahasiswa.
Tahun 2014 itu ia mengalahkan cerpenis-cerpenis kawakan yang karyanya masuk dalam nominasi, antara lain Putu Wijaya dan Seno Gumira Ajidarma.
Tak lama sejak itu, ketika usianya masih tergolong amat muda dalam dunia sastra, Faisal Oddang makin produktif berkarya dan karya-karyanya selalu mendapat apresiasi dari kalangan sastra dan tentu saja juga meraih penghargaan.
Selain menulis di media cetak dan online, Faisal telah menerbitkan beberapa buku, antara lain: Puya ke Puya (KPG, 2015), salah satu pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014 dan menjadi novel terbaik pilihan Majalah Tempo 2015, dan menjadikan penulisnya sebagai Tokoh Seni Tempo 2015.
Pada tahun 2018, dua bukunya bersamaan menjadi 5 Besar Kusala Sastra Khatulistiwa: buku Manurung (GPU, 2017)—untuk kategori kumpulan puisi, dan Tiba Sebelum Berangkat (KPG, 2018), untuk kategori prosa. Selain itu, kumpulan cerpennya Sawerigading Datang dari Laut (Diva Press,2019) menjadi nomine penghargaan sastra Badan Bahasa 2020.
Buku-buku Faisal lainnya adalah sebagai berikut: Rain & Tears (Novel, Dive Press, 2014), Pertanyaan Kepada Kenangan (Novel, Gagasmedia, 2016), Perkabungan untuk Cinta (Kumpulan Puisi, BasaBasi, 2017), Raymond Carver Terkubur Mi Instan di Iowa (Novel, KPG, 2019), Selfiesh (Prosa, GPU 2019).
Faisal mendapatkan beberapa penghargaan dan fellowship di bidang kesusastraan sejak memulai menjadi penulis, antara lain: Penulis Cerpen Terbaik Kompas 2014 & 2018, Pemenang IV Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014, Asean Young Writers Award 2014 dari Pemerintah Thailand, Tokoh Seni Tempo 2015, Robert Bosch Stiftung Literarisches Colloquium Berlin 2018, International Writing Program USA 2018, Finalis Kusala Sastra Khatulistiwa 2018, Nomine Penghargaan Sastra Badan Bahasa 2020.
Sementara itu, ia juga diundang di berbagai festival dan seminar sastra baik di luar maupun di dalam negeri, beberapa acara yang dihadirinya sebagai pembicara di antaranya: Iowa Book Festival (USA, 2018), London Book Fair (Inggris, 2019), Agor Drysau Festival (Wales, 2019), Temu Sastra Rumah Budaya Indonesia (Jerman, 2019).
Pada tahun 2018, dia juga memberi kuliah tamu di bidang kesusastraan di beberapa kampus di Amerika Serikat sebagai berikut: Seattle University, University of Iowa, dan Kirkwood Community College. Faisal juga diundang sebagai pembicara di beberapa acara sastra di Indonesia, antara lain: Ubud Writers and Readers Festival 2014 & 2019, Salihara International Literary Biennalle 2015, Makassar International Writers Festival 2012-2023, Festival Sastra Banggai 2018, Borobudur Writers and Cultural Festival 2018, Rainy Day Literary Festival 2018.
Di Makassar, bersama beberapa orang yang lain, Faisal mendirikan sekolah penulisan kreatif, Institut Sastra Makassar, dan penerbit kecil bernama Penerbit Kabisat, ia juga menjadi kurator Makassar International Writers Festival 2022 dan 2023.
Pada tahun 2016 dan 2022, ia mengikuti residensi di Leiden, Belanda, untuk menulis sebuah buku berdasarkan naskah La Galigo pada residensi yang pertama, dan pada residensi yang kedua, Faisal menjadi salah satu tim penerjemah naskah La Galigo jilid IV
Kini ia dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) dan tentu saja terus menulis.
Bagaimana ia bisa mendapatkan penghargaan Mastera itu? “Kalau urusan juara itu, hanya juri tampak yang tahu,” kata Faisal sembari sibuk mengerjakan sesuatu dan tampaknya tak bisa diggangu.
Selamat, Faisal Oddang. [T][Ole]