JIKA Anda tinggal di Bali, dan kini berusia 50 tahun ke atas, Anda pasti punya kenangan tak nterlupakan tentang sebuah acara di TVRI Denpasar (kini TVRI Bali) sekira tahun 1980-an hingga 1990-an. Acara ini ditunggu-tunggu, dan penggemarnya biasanya akan duduk di depan TV hitam-putih sejak sore hari.
Acara itu bernama Drama Klasik yang dimainkan oleh Teater Mini Badung. Drama ini biasanya mengisahkan tentang sekuel-sekuel dalam epos besar Mahabharata. Bahasa pada dialog tokoh-tokohnya biasanya dikemas sangat puitis, menyentuh hati, dan lekat cukup lama dalam ingatan.
Selain tayang di TVRI, drama itu biasanya pentas secara live di Pesta Kesenian Bali (PKB). Dengan begitu, para penggemarnya juga sangat akrab dengan wajah para pemainnya. Tak pelak drama klasik menjadi genre baru dalam seni drama di Bali menyusul sendratari maupun drama gong.
Ada satu nama yang hingga kini masih diinggat dan tokohnya eksis hingga kini, yakni Ni Putu Putri Suastini, yang kini dikenal sebagai istri Gubernur Bali Wayan Koster.
Putri Suastini adalah penggagas Festival Seni Bali Jani yang pada tahun 2023 sudah masuk pada tahun kelima. Selain seni pertunjukan, festival ini juga menyuguhkan program untuk menghormati tokoh-tokoh seni modern yang memiliki rekam jejak dalam kesetiaan berkatya hingga kini, atau hingga tokoh itu berpulang.
Pada Festival Seni Bali Jani tahun 2023 ini terdapat satu acara pergelaran Tribute to Ida Bagus Anom Ranuara di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Denpasar, Jumat, 21 Juli 2023. Pergelaran ini tentu saja untuk memberi hormat sebesar-besarnya kepada Ida Bagus Anom Ranuara.
Siapa Anom Ranuara? Dia-lah tokoh pendiri Teater Mini Badung (kini disebut Sanggar Teater Mini) yang karya drama klasik-nya tayang di TVRI, yang hingga kini, hingga usianya 80 tahun, ia terus berkarya di panggung drama atau panggung teater modern di Bali.
Bermula dari Kelompok Drama Janger
Ida Bagus Anom Ranuara berasal dari Desa Blahkiuh, Badung. Dia lahir pada 18 Juni 1943 serta besar di Denpasar. Kepiawaiannya berteater bermula dari kegiatannya dalam kelompok “drama janger” di Desa Blahkiuh, kampung halaman sekaligus tempatnya mengabdi sebagai guru sekolah dasar (SD) pada tahun 1962.
Pascatahun 1965, Anom Ranuara pindah tugas ke Denpasar. Di Denpasar dia bertemu penekun permainan tradisional, Made Taro dan Ida Bagus Mayun, seorang karyawan Kanwil Depdikbud Bali yang juga doyan sastra. Mereka bekerja sama membentuk kelompok Drasula yang merupakan perpaduan antara seni drama, sulap, dan lawak.
Anom Ranuara mempertunjukkan adegan latihan drama klasik pada pergelaran Tribute to Anom Ranuara di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, di Denpasar | Foto: Tim Kreatif FSBJ 2023
Baru pada tahun 1978, Anom Ranuara mendirikan Teater Mini Badung dan mementaskan drama klasik. Sejak tahun 1979, sudah lebih dari 100 lakon drama klasik yang ditulis dan dipentaskannya. Belakangan Teater Mini Badung berubah menjadi Sanggar Teater Mini.
Istilah drama klasik memang sengaja dimunculkan Anom Ranuara untuk menunjukkan perbedaan dengan genre drama lainnya, seperti sendratari dan drama gong. Drama klasik mementaskan lakon cerita pewayangan atau cerita rakyat, menggunakan kostum tradisional, diiringi gamelan tradisional dan musik modern, serta menggunakan bahasa Indonesia. Drama klasik pun menjadi identik dengan Anom Ranuara.
Tribute to Ida Bagus Anom Ranuara
Acara Tribute to Ida Bagus Anom Ranuara di Festival Seni Bali Jani tahun 2023 ini adalah bentuk apresiasi terhadap dedikasi dan pencapaian Anom Ranuara dalam dunia seni drama klasik.
Pergelaran Tribute to Ida Bagus Anom Ranuara itu diproduksi Kuta Tunas Visual dan disutradarai Gede Sustrawan. Dalam pergelaran itu, Anom Ranuara tak hanya tampil mengisi sesi gelar wicara (talkshow) namun juga masih mampu tampil mempertunjukkan adegan latihan drama klasik bersama anggota Sanggar Teater Mini.
Sayangnya, dokumentasi drama klasik yang pernah dimainkan Teater Mini tak terselamatkan.
“Kita hanya bisa bercerita, Banyak drama klasik yang kita mainkan di TVRI ternyata file-nya nggak ada. Kita tak punya file. Mestinya terawat dengan baik. Karena perpindahan teknologi. Dulu kita memakai pita, pitanya jamuran, sudah rusak. Kalau sekarang digital masih lebih mending. Tapi memang sudah tidak ada lagi. Kami hanya bisa bercerita. Yang bisa kini diselamatkan hanya naskah-naskah beliau dalam bentuk buku,” kata Ni Putu Putri Suastini dalam acara pergelaran itu.
Putri Suastini bertutur tentang Anom Ranuara pada pergelaran Tribute to Anom Ranuara di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, di Denpasar | Foto: Tim Kreatif FSBJ 2023
Murid-muridnya di Teater Mini meniali Anom Ranuara sebagai sosok yang disiplin dan konsisten. Putri Suastini Koster menyebut Anom Ranuara sebagai seniman sejati. Landasan berkaryanya ngayah, fokus pada seni. Anom Ranuara, kata Putri Suastini Koster, kontinu dan konsisten dengan dunia seni yang ditekuninya.
Yang menarik, lanjut Putri Suastini, Anom Ranuara jarang memuji anak didiknya. Namun, kalau anak didiknuya keliru, Anom Ranuara tak segan-segan
Hal senada juga dinyatakan IB Purwasila, aktor Teater Mini yang bersama Putri Suastini menjadi bintang Teater Mini Badung. Menurut Gus Purwa –begitu dia akrab dipanggil–, karakter Anom Ranuara termasuk perfeksionis. Disiplin terbentuk dari perfeksionis. Selain selalu tepat waktu, naskah-naskah yang dibuat, tata bahasanya indah dan sulit untuk diubah. Justru kalau diubah, pemain bisa kebingungan sendiri.
Anom Ranuara yang turut hadir dalam sesi gelar wicara mengatakan dirinya memang rutin menulis. “Seperti orang minum kopi, tak dapat kopi bisa pengeng. Saya kalau tak dapat menulis juga pengeng,” katanya.
Menurut Anom Ranuara, untuk bisa menulis naskah drama dengan baik, resepnya tiada lain banyak membaca. Tatkala hendak menulis naskah drama klasik, dia mengaku membaca buku-buku pewayangan. Selain itu, dia juga rajin menonton pertunjukan.
Menurutnya, dari menonton pertunjukan, pasti ada saja yang didapatkan. Anom Ranuara menuturkan doyan menonton film, topeng, arja, wayang, dan berbagai pertunjukan lain. “Usai menonton film cowboy, saya merasa menjadi cowboy. Itu sebetulnya proses berteater, proses memungut karakter,” kata Anom Ranuara.
IB Purwasila bertutur tentang Anom Ranuara pada pergelaran Tribute to Anom Ranuara di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, di Denpasar | Foto: Tim Kreatif FSBJ 2023
Karena itu, Anom Ranuara mengkritik seniman kini yang merasa sudah besar, tidak mau menonton pertunjukan orang lain. “Menonton saja, pasti ada yang akan didapat. Paling tidak, apresiasi kepada teman,” kata Anom Ranuara.
Meski sudah uzur, energi Anom Ranuara terbilang masih relatif terjaga. Usai mengisi sesi gelar wicara, Anom Ranuara masih mengisi sesi pertunjukan latihan drama klasik di atas panggung bersama anggota Teater Mini. Melalui pertunjukan latihan itu, penonton bisa mengetahui bagaimana dinamika di balik panggung sebelum pementasan disuguhkan ke hadapan penonton dan secara tidak langsung belajar berteater. [T]