KALAU NGOMONGIN golf, maka yang langsung muncul di kepala saya adalah, “Saya pernah punya bola golf dan enggak tahu digunakan untuk apa!” Seingat saya, selain pernah punya bolanya, golf juga pernah menemani masa kecil saya dalam bentuk permainan di gawai.
Jadi, saya kenal golf, tapi tak pernah tahu bagaimana permainan golf itu sesungguhnya. Tentu karena golf bukan olahraga yang dekat dengan masa kecil anak-anak desa seperti saya. Sehingga cukup wajar ketika saya tiba-tiba berada pada pusaran olahraga ini secara agak lebih jauh ke dalam.
Bersama senior dan beberapa teman di organisasi, saya ikut menjadi panitia yang dibentuk untuk menyelenggarakan sebuah turnamen. Ya, itu, turnamen golf.
Olahraga golf, dalam pandangan saya, identik dengan permainan kalangan elit, eits bukan ekonomi sulit, tapi, ya, itu, memang benar-benar ditekuni oleh orang yang memiliki kemapanan secara finansial.
Saya pikir pernyataan saya barusan adalah hal yang masuk akal, mengingat biaya pendaftaran turnamen, yang saya jadi salah satu panitianya ini, sebesar Rp. 2,7 juta. Buat anak-anak perantauan seperti saya uang sebesar itu bisa buat hidup selama satu bulan.
Nama turnamennya adalah Tridatu Golf Tournament 2023 dengan tema “Games for Earth and Humanity”. Ya sesuai dengan tema, jadi turnamen ini sebenarnya adalah sebuah gerakan penggalangan dana.
Terus dana yang terkumpul nanti dibuat apa? Pasti pertanyaan seperti itu sempat terlintas di kepala kalian. Jangan curiga. Dana yang terkumpul itu nantinya akan digunakan untuk beasiswa pendidikan, juga ada untuk perbaikan rumah ibadah, dan terakhir untuk bantuan kemanusiaan—ya seperti kita ketahui kalau Indonesia adalah sebuah negara yang kapan saja bisa terjadi bencana alam.
Jadi secara tidak langsung para golfer—sebutan untuk para pemain golf—juga ikut membantu di tiga aktivitas kemanusiaan itu.
Jadi Tridatu Golf Tournament ini sudah memasuki penyelenggaraan ketiga, sebelumnya dilaksanakan di tahun 2019 dan 2020—semua dilakukan sebelum Covid-19 menerjang. Dan dana yang terkumpul sudah dirasakan manfaatnya oleh banyak orang, seperti lima orang yang sudah disekolahkan di tingkat magister—saya salah satunya. Hehe.
Lalu, sudah ada juga pendistribusian bantuan kemanusiaan di beberapa titik bencana, seperti gempa bumi di Lombok tahun 2018, kemudian gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Palu di tahun yang sama, dan masih banyak lagi.
Oke, cukup panjang saya ngelantur. Mari lanjut ke topik utama, yaitu golf.
Selain biaya pendaftaran yang cukup bikin pusing kepala, ternyata harga peralatannya pun bisa bikin saya nempelin koyo di kedua sisi pelipis saya. Jadi wajar kalau saya katakan olahraga ini hanya untuk orang-orang kaya.
Tapi harga yang bikin kepala pusing itu ternyata cukup menjanjikan, karena setelah saya perhatikan orang-orang yang ikut dalam turnamen dimana saya ikut menjadi panitia adalah orang dengan posisi strategis di perusahaannya. Ada yang jadi direktur, komisaris, pengusaha muda, manajer, dan jabatan mentereng lainnya. Naa, di sini saya bilang kalau selain orang kaya, golf juga olahraga buat orang yang ingin kaya.
Olahraga ini otomatis menciptakan sebuah lingkaran pertemanan yang dalam asumsi saya akan cukup membangun. Saya membayangkan kalau hal-hal yang dibicarakan di dalamnya adalah project ke depan, relasi yang dimiliki, sampai berbagi peluang usaha yang bisa dikerjakan bersama. Berangkat dari sana, tentu peluang untuk bergerak maju dan jadi kaya terbuka lebar dong? Hehe.
Tapi, ya, itu tadi, memang untuk mendapatkan lingkar pertemanan seperti itu, modal yang harus dikeluarkan di awal bisa dibilang tidak sedikit.
Tidak hanya itu saja, bahkan saat sudah berada di lapangan, untuk membunuh rasa bosan pada saat menunggu giliran, mereka akan bertaruh untuk hal-hal yang menarik bagi mereka. Jangan tanya nominalnya, pasti juga besar—itu saya dengar dari salah satu senior saya yang juga seorang golfer.
Selain keluar untuk hal-hal yang bersifat teknis permainan, uang dari seorang golfer biasanya juga untuk memberi tip kepada para caddy—petugas yang bertugas untuk mengantarkan para pemain ke setiap hole (lapangan), dan memberi, dan membersihkan stik golf para pemain.
Bahkan, teman saya yang bertugas mengambil gambar sempat mendapat uang Rp. 100 ribu dari salah seorang golfer.
Sampai lupa, Tridatu Golf Tournament 2023 yang berlangsung di Imperial Golf Lippo Karawaci, Tangerang, Banten, ini berhasil mendatangkan 117 golfer. Banyak bukan? Padahal biaya pendaftarannya terbilang mahal. Hadiahnya pun tidak main-main. Ada motor listrik, sepeda listrik, TV, steam pencuci motor, gawai, baju golf, topi golf, sarung tangan golf, dan uang tunai.
Jadi total hadiahnya pun bikin pusing juga. Hahaha. Sudah terbayang berapa anggaran yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan sebuah turnamen golf?
Terlibatnya saya dalam kepanitiaan sebuah turnamen golf ini memperlihatkan kepada saya begitu banyak realita. Mulai dari citra olahraga ini, kemudian lingkar pertemanan yang bisa tercipta dalam olahraga ini, kemudian dunia-dunia gelap olahraga ini pun sempat saya saksikan, dan jujur bikin saya geleng-geleng kepala.
Satu sisi tidak menyangka, satu sisi lagi ada rasa memaklumi—meski persentasenya tidak banyak-banyak amat. Tentu sebagai panitia saya sangat bahagia, karena kegiatan ini berakhir dengan senyum kesuksesan, namun di sisi lain fakta-fakta dalam olahraga ini masih membuat saya tidak habis pikir.
Kaget-kaget dengan dunia golf sepertinya belum berhenti sampai tulisan ini selesai—sepertinya akan ada tulisan lain menyoal golf yang menyusul. Pasti masih ada hal-hal yang belum saya ketahui soal salah satu olahraga mentereng ini. Apa kalian punya cerita lain soal olahraga ini? Bisa dibagikan juga ya! [T]
BACAartikel lain dari penulisTEDDY CHRISPRIMANATA PUTRA