Aku menikmati kesendirian ini, aku berhalusinasi tentang berbagai alasan kesendirianku. Tubuh ini terasa dingin sekali, padahal masih berada di dekatmu, sayang, ruangan ini terasa gelap, padahal masih ada engkau yang menerangi kegelisahanku, bibir ini terasa hambar, padahal setiap saat kau cumbu selalu, dan hati ini masih sunyi padahal sudah kau buka teralinya sejak mata kita bertemu...
Pagi ini aku menikmati segelas kopi gelap dan sepiring pisang goreng serta sebungkus kesendirian, kesendirian ini benar-benar yang paling nikmat. Padahal umur perkawinan kami sudah menginjak 25 tahun, seharusnya rumah tangga kami semakin harmonis. Entah mengapa kekacauan pikiran untuk selalu merasa sendiri ini menggerogoti seluruh hati. Entah Ia juga merasakannya tapi sama sekali tak terlihat kalau ia merasakan bahwa ia pun mengalami pesakitan ini. Pagi ini ia minta izin padaku untuk pergi ke pasar membeli keperluan dapur.
Mengapa laki-laki itu seperti termangu pagi ini. Padahal hari ini hari yang sangat cerah, harusnya ia bersemangat dan pergi berolahraga bersama teman-temannya. Laki-laki itu nampak aneh belakangan ini. Ia selalu menghabiskan waktunya bersemedi dengan lukisannya. Tak pernah ia sempat untuk mencumbuku lagi. Dasar lelaki, di saat ada suatu pekerjaan yang sulit selalu egoismenya muncul. Aku kepasar pun ia hanya menatapku dan tak berkata sepatah katapun.
Aku lelah sekali pagi ini memikirkannya dan memikirkan rasa kesendirian ini. Masih adakah cinta yang kumiliki untuknya? Atau masih adakah cinta yang ia miliki padaku? Harusnya tak ada istilah cinta lagi dalam hubungan suami istri, yang ada harusnya rasa mengerti antara satu sama lain. Hari-hariku akhir-akhir ini terasa hambar dan pernah sekali kukatakan itu pada istriku tapi ia hanya menjawab biasa saja. Apakah itu menandakan ia sudah bosan padaku atau bagaimana, aku masih mencari tahu.
Apa sulit untuk membagi senyuman bagi istrinya yang tercinta ini. Aku sungguh-sungguh sudah merasa kebingungan dengan sifatnya yang aneh itu. Sifat yang selalu tak menganggapku ada dan sifat dimana aku hanya sebuah boneka yang setiap saat bisa ia mainkan jika dibutuhkan. Apa yang sedang ia pikirkan. Hanya dapur yang bisa mengerti seorang istri, tempat di mana ia bisa menumpahkan amarahnya pada sebuah wajan dan bawang.
Ia masih saja duduk di teras dan menatapku dengan tatapan yang begitu misterius, apakah ia ingin membunuhku, aku tertawa dalam hati sembari mengaduk telur dan beberapa sayuran yang tadi sudah kubeli. Aku bagai telur dalam baskom ini dan ia adalah sayurnya. Aku yang berusaha mengandaikan Sesutu hal dengan sangat luas dan ia hanya memikirkan sesuatu secara sempit. Masihkah ia mencintaiku atau cintanya mungkin sudah pudar dimakan usia.
Aku meragu pada istriku, raguku membuatku semakin senang, apa yang terjadi. Apa yang merasuki pikiranku. Aku terbawa suasana hati, aku terlampau jauh, terlampau jauh berharap.
Aku heran dengan semua perlakuannya padaku, hatiku terbakar, hangus tak tersisa. Ia terus memperhatikan gerak-gerikku, aku merasa risih, sungguh risih.
Biar kuceritakan sedikit pertemuan kami, ini adalah pertemuan yang begitu mengesankan hatiku. Aku adalah wanita dengan rambut bergelombang, kulitku sawo matang, wajahku bulat dengan mata berbingkai, dan senyum yang dihiasi lesung pipi. Kata-kata tentang diriku tadi, bukan aku yang menerka-nerka, ia yang mengatakannya, ia mengatakannya saat pertama kami bertemu dibawah pohon berdaun bintang, berdaun harapan. Ia memegang tanganku, sangat mesra, dengan kelingkingnya yang menggapai kelingkingku, ini sebuah perjanjian, iya ini sebuah perjanjian, sebuah perjanjian yang ia sematkan dalam doanya.
Kami masih duduk-duduk di bawah pohon berdaun bintang, berdaun harapan. Ditengah ramainya orang berlalu lalang menjumpai kami dengan bisikan diiringi tawa. Apa yang mereka tertawakan? Tempat kencan kami benar bukan, di bawah lindungan, dibawah pohon berdaun bintang, berdaun harapan.
Kami adalah pasangan yang sangat romantik dalam kesederhanaan, dalam kepekatan nasib, dan kegelisahan orang-orang.
Biarkan juga aku bercerita tentang masa-masa saat kita bertemu. Aku adalah, ah sudahlah. Bentuk tubuh seorang laki-laki tak harus kusampaikan. Laki-laki tak menarik untuk diceritakan. Bentuk tubuh lelaki tak menarik untuk diceritakan, yang lebih menarik diceritakan adalah kehebatan laki-laki. Baik, aku akan menceritakan tentang kehebatanku. Aku adalah seorang seniman propaganda yang sangat apik mengatur sandiwara. Aku orang hebat. Semua orang mengaggumi seniku, aku seorang laki-laki multitalenta, aku bisa menari, aku bisa melukis, aku berteater, menulis, ah semua aku bisa, tapi hanya satu yang tak aku bisa, yaitu membahagiakan hati perempuan. Beralih dari cerita kehidupanku. Wanita merupakan mahluk yang pelik, penuh dengan liku, penuh ranjau yang harus dilalui oleh seorang laki-laki. Wanita selalu menikmati hal-hal yang berbau romantik, semiotik, artistik, apalah yang tik..tik..tik, seperti rintik hujan di pagi hari, begitulah perempuan, seperti rintik hujan di pagi hari, hanya rintik tapi membasahi. Hei, aku menceritakanmu lebih baik dari pada dirimu, KAU TAHU!
Aku tahu ia sangat pandai mengatur sandiwara di rumah, ia seorang aktor teater wajarlah rumah dijadikan sebagai panggungnya. Ia mengatur tatanan lampu di rumah, mengatur dekorasinya agar terlihat lebih artistik, jujur ini membuatku muak. Wanita ia bilang menyukai hal-hal yang berbau artistik, cuiihhh, kami lebih suka hal-hal yang berbau romantik_SAMA SAJA.
Ia kenapa lagi minggu ini, selalu bermuram durja. Masakannya tak seenak seminggu yang lalu, empat hari yang lalu, dan dua hari yang lalu. Nasinya hambar, memang nasi itu hambar tapi tak seperti biasanya, sangat hambar bahkan dingin sedingin tangannya menuangi air ke gelasku, apakah ia berselingkuh, apa benar? Apa iya? Aku penasaran.
Hari ini aku memasakan nasi sisa kemarin padanya, semoga ia menikmati kehambaran hati ini. Menikmati piluku. Menuanginya air dingin membeku agar merogoh isi kepalanya yang selalu penuh api cemburu. Kau tahu sayang rambutmu yang gondrong itu perlu dicukur rapi, saat bercinta rambutmu itu membuat tubuhku geli.
Setiap hari aku selalu disuruh untuk mencukur rambutku, hei apa dia buta, rambut gondrongku ini memiliki kharisma tersendiri, kharisma yang membuat orang menjadi tahu aku seniman, bukan hanya rambut gondrongku, tapi wajahku yang berkarakter juga menambah aura senimanku keluar. Kau tak tahu apa-apa, ini bukan fhasion, ini jati diri.
Pagi yang cerah hari ini mereka berdua duduk berhadapan di meja makan, memandang satu sama lain, memandang mata, tangan bahu, hingga hati masing-masing. Suara tak terdengar di meja makan, suara tak terdengar di antara mereka. Yang terdengar hanyalah isi hati mereka yang tengah beradu.
Aku masih bertanya dalam hati, apakah istriku berselingkuh, apakah benar ia sudah mencintai pria lain, pria yang lebih gagah dariku, pria yang mengutamakan istrinya daripada lukisan istrinya. Memandangi manis istrinya bukan menambahkan rasa manis itu pada lukisan.
Ia berfikir aku selingkuh, ia pikir aku menghianatinya. Menghianati cinta yang sudah kubangun bertahun-tahun. Jawabanya tentu saja IYA. Iya aku berselingkuh, berselingkuh untuk kepentingannya. Untuk cerita-cerita yang akan ia tulis pada catatan hariannya yang ia kunci rapat-rapat dan takada satupun orang yang boleh melihatnya termasuk aku. ISTRINYA.
Jadi benar ia berselingkuh, jadi selama ini ia menghianati cintaku, menghianati janji yang kita buat di bawah pohon berdaun bintang, berdaun ah.. harapan katanya. Harapan yang seolah-olah pupus hanya karena disapu rasa curiga dan pengkhianatan, tapi, tapi aku menikmati ini, inilah puncak konflik yang aku tunggu-tunggu, di mana aku yang menderita, penderitaan ini sangat nikmat. Nikmat sekali, aku tersenyum sendiri seperti orang gila tapi sedikit waras. Ia berselingkuh. Aku penasaran dengan siapa ia berselingkuh, mungkinkah dengan sahabatku sendiri, atau dengan adikku, kakakku, ayolah kumohon orang terdekat, agar konfliknya semakin menarik, aku mencintai saat-saat seperti ini. Aku menikmatinya.
Iya, aku memang berselingkuh, berselingkuh dengan sahabatnya, yang lebih mapan, yang lebih mencintai wanita daripada lukisan wanita yang dicintainya. Tatanan rambut lebih rapi. Memakai jas, celana casual, dengan kemeja lengan panjang yang menawan, bagaimana? Bagus kan kalau seorang wanita yang menceritakan keindahan laki-laki, tak sepertimu yang hanya diam memandangi lekuk indah tubuhku pada lukisanmu itu. Aku muak suamiku yang tercinta, suamiku yang penuh dengan hal-hal romantik yang hanya kau nikmati sendiri tanpa kau bagi denganku. Kita sudahi saja untuk hari ini suamiku.
Mereka saling menatap satu sama lain, di tengah meja bundar itu, ditengah riuh suara sendok dan piring, dengan pemanis gemericik air kran, tetes demi tetes, yang mengiri mereka dalam dialog bisu yang setiap hari terjadi, mereka diam, hanya memandang, tertawa, tersenyum, menangis, namun tak berkata, hanya hati mereka berdialog di atas meja makan, di bawah alam sadar. [T]