17 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Puisi
Salah stu karya pada pamaeran Tugas Akhir mahasiswa seni rupa Undiksha Singaraja,  2018

Salah stu karya pada pamaeran Tugas Akhir mahasiswa seni rupa Undiksha Singaraja, 2018

Puisi-puisi Kiki Sulistyo || Hantu Rima, Pigmen Bunyi, Martiria

Kiki Sulistyo by Kiki Sulistyo
January 2, 2021
in Puisi

Malam Penjagalan


wahai, pemapar ikhbar –berkatilah hewan ini dengan

hamun dan sifat dayus, sebelum dunia membuatnya kudus.


di kandang ia terkinjat, melihat tali-jerat seakan melihat

jalur gunung,  dataran anggara, molek-alam dalam

lukisan penduduk kota, tempat induk mengasah tanduknya.


tapi tanduk cuma jimat pintu rumah, setelah upacara dan

kelambur mantra melunturkan kutuk di tengah wabah.

tak ada amnesti untuknya, tak ada palu atau pandita.

harga daging berdering dalam tidur juragan, bilamana

penjagal itu melihat pagi terayun seperti kapak,


langit berminyak, 


dan udara bengkak bagai tertimbun lemak.


(2018)


Pigmen Bunyi



sudah lama seseorang menyisir rambut; suara terompet

merembet dari palet yang dibiarkan lengket. lukisan belum jadi,

sungai masih mengarsir kabut, polesan-polesan lembut.


pigmen bunyi dari seuntai nyanyi, setelah basah gaun terseret

di permukaan batu, seseorang menunggu, lembar air dibalik

dan kekosongan menerangi bagian paling tajam dari sirip ikan.


saat itu air pasti sudah jadi helai-helai lembut, seseorang meraba,

menemukan akar kata seraya memuji kemerduan warna dari ilham

yang berenang ke lubuk dalam; kanvas suara di dinding dunia.


sudah lama seseorang menatap, kavaleri waktu menetap di lukisan

yang belum jadi. sungai lengket dalam suara terompet dan ikan-ikan

mengarsir aransemen bagi seseorang yang tak akan kembali


(2019)


Martiria


dia mengerti, bangsa tak ada bila tak ada luka

maka disimpannya potret pengungsi dengan

latar merah-besi.          kampus-kampus yang mati,

hangus, lalu berdiri lagi bagai monumen api


“Merdeka!” ratapnya.


seketika itu juga seluruh gagasan beku, sedang

batu-batu terbang ke berbagai penjuru.

para mahasiswa menemuinya

melalui brosur dan paket pariwisata.

tak ada mesiu di mata mereka

senantiasa gembira, bagai budak distrik

mengenakan setelan batik.


maka bertutur saja dia perihal armada selatan

kaigun, gugus tulang dada, juga bangkai romusha

di jalur ladang. pita suaranya membujut, sekian

umur digulung takut, hingga kelakar yang

keluar terdengar seakan bakaran gambut.

(dan mereka ikut tertawa, mereka ikut tertawa)

kaftan dan pomade, hijab dan pantalon,

tugas akhir: wawancara dengan sejarah.

mereka merasa naik ikazuchi.  ikut perang, unggah

swafoto,     colek kawan-seperbudakan.


(2018)


Anjungan


piala untuk pikiran terlarang, di anjungan

setiap pengunjung menjunjung pujian bagi

para korban perang. rapat-rapat menyimpan

rapat-rapat budi pekerti sampai saat dibagikan

sebagai percobaan perusahaan obat-obatan;

untuk anak-anak pengungsi, untuk penyangsi

yang membakar diri, mandi api di lautan oligarki.

lalu jatuh socrates, setetes demi setetes,

memanjat machiavelli setali demi setali,

mencapai negara, dan demi demit,

semua parasit politik menggigit lidah pelawak

hingga gagak-gagak menukik ke dalam putik bunga,

mengisap sari luka agar bisa kita muntahkan lagi

sebagai bisa kata-kata.


[2019]


Hantu Rima


aku hantu rima, aku tak pernah takut

pada tuts piano, buku kafka, kodok di sepatu tentara

aku cinta pada logika, kalau kau logika, aku akan

bernyanyi di depan makammu setiap hari, awan

dinihari, lewat seperti kristen stewart, melirik

puisi lirik di kantung mata penderita kusta.

aku menjadi rima setelah pura-pura percaya

semua kata tak ada artinya, bagaimana bisa,

tanya saja pada rhoma irama, o, dia sang raja

yang malih jadi entang kosasih dalam kenangan

eka kurniawan


sst, sebenarnya aku ini pengungsi,

dari lipstik aung san suu kyi-


dan kau dengar kan kata seruling sebelum tertulis

kata seruling untuk kedua kali?


[2019]


Therese Kepada Camille

                                  : Zola


perahu telah terjungkir dan kulihat hidupmu yang getir

memenuhi langit hampa. saat itu juga aku ingin menyembah

ibumu, janda tua dungu yang merebutku dari tangan serdadu.

sering kuimpikan padang-padang afrika, macan dahan, dan perang

terbuka. aku gipsi dari gurun mati, dilemparkan ke kota kotor ini.


aku rindukan dadamu, tanah malit terbuka untuk aneka penyakit

tapi kerinduanku semata dusta, bibit bunga busuk baunya

terhidu hidung pembaca; di dalam kamar mati, kulihat kecemasannya

tenggelam bersama hantumu yang basah, berusaha mendengar

suaramu menggaruk-garuk pintu rumah


pembaca itu tidak berduka, ‘kematian’, katanya, ‘hanya statistika’

dan kami menyusulmu, mengulang peristiwa ketika Laurent

melemparmu ke danau terbuka, sebelum membalik  perahu,

seperti membalik halaman pertama sebuah buku

yang terus-menerus menyeru namaku.


(2020)


Periode Biru


dinding kupu-kupu. jantung beliamu. keheningan

batas pandang manakala bimasakti membuka

tabung malam. tanganku memetik senar akustik.

di lentik jarimu. dan musik tertarik ke orbit mistik.

debar dinding itu. kupu-kupu belia itu. kita berciuman

sebentar, sebelum sebentang tulang digurat di tengah

padang. tanda pedang. tanda perang. mereka menemukan

sepasang mumi telanjang. cahaya seketika pasang.

bulan dipasang di ketinggian. bayang-bayang bunyi.

bermekaran seperti puisi. jarijarimu memetiknya; nyanyi

sunyi. terasing dari mimpi. biru bumi.


(2020)    

Kiki Sulistyo

Kiki Sulistyo

Lahir di Kota Ampenan, Lombok. Buku puisi terbarunya berjudul Dinding Diwani (Diva Press, 2020). Ia mengelola Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Esai

Terimakasih Kelapa

Tunggu selama beberapa tahun, pohon kelapa yang kita tanam bisa berbuah dan nikmati hasilnya. Hati-hati menanam kelapa, karena tempatnya haruslah ...

September 10, 2019
Esai

Bahu Membahu di Tengah Pandemi

Pandemi Covid-19 di dunia sudah memasuki bulan kelima sejak pertamakali didentifikasi di China akhir tahun lalu. Kita di Indonesia lebih ...

May 5, 2020
Kilas

“Kembalikan Indonesia Padaku”, Puisi Wajib Lomba Menyanyikan Puisi, Jembrana, 2017

PUISI “Kembalikan Indonesia Padaku” karya penyair Taufiq Ismail menjadi puisi wajib dalam Lomba Menyanyikan Puisi yang digelar Komunitas Kertas Budaya, ...

February 2, 2018
Ilustrasi foto oleh: Mursal Buyung
Esai

Saya Seorang Nasionalis yang Pahit

Rasa sesal dan kesal kini bercampur menjadi satu hal yang membingungkan. Beberapa hari yang lalu, saudaraku dihina dan dimaki, aku ...

September 2, 2019
Made Adnyana Ole [Ilustrasi Nana Partha]
Esai

Bandar Udara atau Bandar Tanah

Sudah sejak 10 tahun lalu, rencana pembangunan Bandar Udara (Bandara) Internasional Bali Utara  diobrolkan secara iseng-iseng, atau didiskusikan secara serius. ...

January 9, 2021

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In