17 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kampung dan Kota, Siapa Cemburu Pada Siapa?

PanchoNgacobyPanchoNgaco
August 11, 2020
inEsai
Sop Kaki Kambing

Ketika tidak begitu punya kesempatan untuk bepergian, tentu kita harus menemukan berbagai cara demi bisa tetap nyaman berada di rumah. Untungnya, sebagai insan yang kreatif, manusia bisa menemukan beragam cara. Misalnya saja menulis, membaca, bermain dengan hewan peliharaan, bercocok tanam, memasak, membuat kerajinan tangan, berdagang online, dan masih banyak lagi.

Bagi aku yang tinggal di kota besar dengan kondisi rumah seadanya (bukan rumah real estate layaknya anak gedongan), tentu menjadi tantangan tersendiri untuk bisa kerasan di rumah. Aku tidak punya dapur yang memadai untuk bisa mengeksplorasi kemampuan tata boga. Lahan hijau untuk bercocok tanam juga hanya beberapa depa. Di rumah pun tidak ada kolam renang atau lapangan sebagai tempat mengolah raga. Mimpi memiliki perpustakaan pribadi saja terbentur dengan minimnya jumlah kamar.

Jika sudah begitu, salah satu pelampiasanku adalah menonton. Acara yang kutonton bukan acara jalan-jalan, melainkan acara kehidupan di perkampungan. Salah satu yang menjadi langganan tontonanku adalah acara tentang bocah yang bertualang di kampungnya dan petualangan mas gundul di kampung-kampung orang di Tanah Air. Acara itu tayang setiap hari di salah satu stasiun TV swasta nasional.

Kedua acara itu mengekspos kehidupan di kampung. Acara bocah bertualang menggambarkan kehidupan bocah-bocah di perkampungan yang ada di Tanah Air. Acara tersebut menceritakan serunya bocah-bocah kampung bermain, bertualang mencari bahan makanan dan memasak bersama orang tua. Sementara itu, acara petualangan mas gundul menampilkan petualangan mas-mas tak berambut di kampung orang. Di sana beliau belajar hidup sebagaimana orang kampung setempat. Mulai dari mengumpulkan bahan makanan, membantu warga mengurus hewan ternak, mengolah bahkan menjadi makanan tradisional yang sedap, hingga ikut menikmati aktivitas budaya lokal.

Bagian yang paling kusenangi dari acara-acara tersebut adalah melihat orang-orang (terutama anak-anak) bisa menikmati hidup dengan leluasa di kampung yang masih dikelilingi alam terbuka. Mereka dekat dengan hutan, pantai, sungai, bukit, gunung, hingga tanah lapang. Mau piknik tinggal mampir ke bukit terdekat dan menggelar tikar. Mau ke kebun binatang tinggal masuk hutan yang bisa dijangkau dengan jalan kaki. Mau berenang pun, tak usah bayar karcis. Tinggal nyemplung saja ke sungai atau laut di depan rumah yang begitu bening dan menyegarkan.

Tanpa perlu keluar uang, mereka juga bisa mendapatkan makanan. Bahkan untuk kampung yang dekat dengan laut, boga laut yang biasanya mahal di perkotaan pun bisa menjadi makanan gratis yang dapat mereka santap setiap saat. Betapa sempurnanya kehidupan demikian di mataku.

***

Tontonan harianku tadi seringnya membuat aku merasa cemburu. Aku merasa hidup di ibu kota yang katanya menjanjikan segalanya, ternyata toh tidak juga. Di kota besar ini aku tidak bisa dengan mudah mendapatkan kesejukan alam seperti bocah-bocah petualang di televisi. Aku bahkan tidak bisa menikmati asyiknya membuat makanan dengan bahan-bahan tradisional dan perabotan sederhana di balai-balai di tengah bukit.

Kota besar ini malah membuatku berjumpa dengan pohon-pohon beton. Tujuan hiburanku pun lautan buatan di dalam pusat perbelanjaan. Mau bermain di tengah hutan, malah harus bayar mahal masuk hutan yang tanamannya terbuat dari plastik. Mau berenang atau main seluncuran, lagi-lagi harus ke pusat hiburan keluarga dan membayar mahal. Itu pun hanya dapat hutan tropis dan ombak rekayasa mesin-mesin industri.

Aku rasa, aku tidak sendiri. Mereka yang merindukan kehidupan sederhana di tengah alam terbuka, hari ini jumlahnya semakin banyak. Terlebih lagi, kehidupan di kota besar yang semakin modern malah terasa semakin mencekik leher. Setiap waktu kita harus bergerak cepat, terburu-buru agar tidak ada orang lain yang menyikat. Setiap harinya, kita pun terkepung polusi, mulai dari polusi pemandangan, polusi udara, polusi suara, polusi pikiran, hingga polusi moral. Identitas budaya manusianya juga luruh menjadi seragam, sama, dan tidak ada ciri khasnya.

***

Menuju paradigma yang berbeda. Suatu ketika aku pernah berjumpa dengan dua orang mahasiswa yang konon sedang melakukan penelitian soal pendidikan. Mereka menanyakan pendapatku soal anak-anak di pedalaman. Aku bilang pada mereka bahwa anak-anak tersebut mungkin sebenarnya bahagia karena dekat dengan alamnya dan sumber daya semua tersedia tanpa biaya. Mungkin media massa saja yang selama ini sok mengekspos kehidupan mereka seolah sedih dan serba kurang.

Jawabanku itu rasanya membuat kedua mahasiswa itu salah tingkah. Mereka kemudian mencoba menjelaskan kondisi anak-anak di pedalaman yang kesulitan mendapatkan akses pendidikan dan kehidupan yang layak. Ketika itu, aku masih tetap bersikukuh pada paradigmaku tadi. Akhirnya mereka menyerah meyakinkan aku dan pergi begitu saja.

Sampai pada akhirnya, aku berkesempatan menjumpai seorang yang tinggal di perkampungan. Aku menjumpai anak muda ini secara tidak sengaja di sebuah warung kecil di dekat kampungnya. Aku kala itu sedang berwisata sejenak untuk melepas penat setelah berbulan-bulan kerja di kota tanpa cuti.

Selama di ibu kota, aku jarang sekali memulai percakapan dengan orang asing. Sebab, rasa curiga tentu selalu mengikuti. Ketika berada di luar ibu kota, aku lebih bisa tertarik untuk mengobrol dengan orang lokal karena ingin tahu lebih banyak soal daerah yang kudatangi. Dalam percakapanku dengannya, jejaka ini mengemukakan mimpinya untuk merantau ke ibu kota. Aku pun terdorong untuk bertanya kenapa dia malah ingin hijrah ke kota padahal aku saja ingin tinggal di kampungnya.

Kawan baruku itu menuturkan jawaban cukup panjang. Baginya, ibu kota adalah tujuan hidup yang lebih baik. Di ibu kota, dia bisa leluasa menemukan dunia baru karena akses informasi dari jaringan internet cepat sudah tersedia. Sumber pengetahuan juga jauh lebih lengkap dengan tersedianya lembaga pendidikan yang seolah tak terbatas. Dia juga bisa bertemu banyak orang baru dengan pikiran maju yang bisa membantunya berkembang.

Membandingkan dengan kampungnya, kawanku ini mengeluhkan betapa sulitnya mengakses informasi dari kampung. Pasokan listrik yang tidak stabil (beberapa kampung bahkan masih ada yang belum dapat aliran listrik) menjadi salah satu penyebab mereka tidak bisa leluasa mengakses sumber informasi seperti TV, radio, media cetak, dan internet. Orang kampungnya bahkan ada yang harus menempuh jarak hingga sekian kilometer untuk sekadar bisa mendapatkan sinyal ponsel.

Selain kemajuan keterampilan dan kecerdasan, ibu kota juga menjadi primadona warga kampung karena di sana mereka bisa menikmati kesejukan ruangan ber-AC setiap waktu. Hal yang juga sangat diidam-idamkan dari kota besar adalah bisa sering-sering ke mal untuk belanja banyak hal yang tak tersedia di kampungnya. Wahana permainan modern pun bisa dengan mudah ditemukan di dalam pusat hiburan keluarga yang tersedia di mana-mana.

Berbicara soal makanan, kota besar juga menjadi surga bagi kawanku tadi. Dia bilang, ibu kota akan membuatnya bisa menjumpai beragam makanan dari berbagai daerah, bahkan belahan dunia. Dia tentu tak lagi akan bosan dengan makanan tradisional di kampung yang menurutnya itu-itu saja. Ibu kota nantinya bisa membawanya menyantap beraneka makanan yang sebelumnya belum pernah dia cicipi. Setiap hari bisa berganti-ganti dengan mudahnya. Asal punya dana.

***

Orang kota sepertiku ingin merasakan tenang dan damainya hidup di kampung. Sementara orang kampung mendambakan kehidupan serba ada di ibu kota. Percakapan satu malamku dengan kawan baru membuat kami paham bahwa kami saling cemburu. Lantas, apakah dengan bertukar tempat kami akan menemukan dambaan kami? Bukankah manusia selalu saja kurang bersyukur?

Tags: Jakartakampungkampung halamanKota
Previous Post

Mengelola Kemarahan di Masa Pandemi Nyaris Resesi

Next Post

Pura Mobil di Nusa Penida dan Riak Teologi Lokal

PanchoNgaco

PanchoNgaco

Penikmat kopi pahit dan pekerja teks komersial yang masih gemar menikmati sastra dan menulis apa saja untuk tetap waspada. Menetap di Jakarta.

Next Post
Pura Mobil di Nusa Penida dan Riak Teologi Lokal

Pura Mobil di Nusa Penida dan Riak Teologi Lokal

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Han Kang dan Kolase Enigmatik Novel Vegetarian

by Lintang Pramudia Swara
June 16, 2025
0
Han Kang dan Kolase Enigmatik Novel Vegetarian

BEGITU enigmatik dan diabolis, saya rasa Han Kang memberi tawaran segar di kancah sastra dunia. Sejak diumumkan sebagai pemenang Nobel...

Read more

Niskala Pancasila dan Tugas Besar Pendidikan: Menyemai Indonesia Raya dari Dalam Diri

by Dewa Rhadea
June 16, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

PERINGATAN Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni bukan sekadar momen seremonial. Ia adalah ajakan reflektif—untuk menengok ke dalam, menyatukan kembali...

Read more

Drama Gong

by I Wayan Dibia
June 16, 2025
0
Drama Gong

SEJAK pertengahan tahun 1960 kreativitas para seniman Bali telah melahirkan dua jenis seni drama. Salah satu seni drama yang dilahirkan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Piagam Gumi Delod Ceking untuk Pariwisata Berkelanjutan 

Piagam Gumi Delod Ceking untuk Pariwisata Berkelanjutan

June 16, 2025
Pesta Perilisan Buku “(Se-)Putar Musik” dari Beatriff: Ruang Produksi Pengetahuan yang Lebih Inklusif

Pesta Perilisan Buku “(Se-)Putar Musik” dari Beatriff: Ruang Produksi Pengetahuan yang Lebih Inklusif

June 15, 2025
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Tidak Ada Petruk dalam Drama Gong Lawas Banyuning Singaraja di Pesta Kesenian Bali 2025
Khas

Tidak Ada Petruk dalam Drama Gong Lawas Banyuning Singaraja di Pesta Kesenian Bali 2025

TIDAK ada Petruk dalam Drama Gong Banyuning, Singaraja, yang bakal pentas di Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025. Tentu saja. Yang...

by Komang Puja Savitri
June 16, 2025
Yan Mintaraga, Seniman Pinggir Taman Kota Singaraja
Persona

Yan Mintaraga, Seniman Pinggir Taman Kota Singaraja

SETIAP Minggu pagi, Taman Kota Singaraja menjelma menjadi panggung kecil bagi berbagai aktivitas. Ada anak-anak berlarian, ibu-ibu berbincang sambil menemani...

by Arix Wahyudhi Jana Putra
June 16, 2025
Rizki Pratama dan “Perubahan Diri” pada Acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” di Singaraja
Panggung

Rizki Pratama dan “Perubahan Diri” pada Acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” di Singaraja

DI acara “Suar Suara: Road Tour AKALPATI” itu, Rizki Pratama tampaknya energik ketika tampil sebagai opening di Café Halaman Belakang...

by Sonhaji Abdullah
June 10, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Teman Sepanjang Perjalanan | Cerpen Putu Gede Pradipta

Teman Sepanjang Perjalanan | Cerpen Putu Gede Pradipta

June 15, 2025
Sajak-Sajak Angga Wijaya | Radio Tidak Kumatikan

Sajak-Sajak Angga Wijaya | Radio Tidak Kumatikan

June 15, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [19]: Mandi Kembang Malam Selasa Kliwon

June 12, 2025
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co