LANGIT Ubud pagi itu belum sepenuhnya cerah, tapi semangat Rikha sudah menyala sejak fajar. Di tengah aroma rempah yang menyeruak dan langkah pengunjung yang riuh di Ubud Food Festival (UFF) 2025, lapaknya berdiri sederhana namun mencuri perhatian. Spanduk bertuliskan deDari Kuliner melambai pelan tertiup angin, seolah menyapa siapa saja yang melintas.
Saat saya tiba, Rikha masih sibuk menata bahan, merapikan meja, dan menyiapkan dagangannya satu per satu. Ia bahkan belum sempat mengenakan seragam. Namun, tak ada alasan untuk menunda pelayanan. Begitu pembeli datang, ia langsung berdiri, senyumnya mengembang, dan tangannya cekatan bekerja. Tak satu pun pembeli ia sia-siakan. Setiap orang disambut hangat, seolah tak ada yang lebih penting selain memastikan setiap gelas yang ia sajikan terasa istimewa.
“Apa pun kondisinya, saya selalu usahakan senyum dulu,” ucap Rikha sembari menyiapkan cendol nangka pesanan saya. “Pembeli pertama itu penting—mereka bisa bawa energi positif sepanjang hari.”
Lapaknya berada di lokasi strategis, tak jauh dari panggung Teater Kuliner—tempat demo masak yang selalu menyedot perhatian. Begitu acara usai dan penonton mulai mencari penyegar tenggorokan, stan deDari Kuliner menjadi pilihan paling masuk akal dan menggoda. Apa lagi yang lebih pas setelah menikmati tontonan penuh rasa dan aroma, kalau bukan meneguk cendol atau daluman yang segar?
Seorang bapak-bapak tiba-tiba datang. Tanpa basa-basi, ia langsung menyodorkan uang. “Cendolnya tiga, ya,” ucapnya singkat namun mantap. Sikapnya lugas, bukan karena terburu-buru, tapi karena tahu betul apa yang ia cari. Tak lama kemudian, ia berlalu dengan tiga gelas es cendol di tangan dan raut puas di wajah. Kesegaran minuman itu tampak sebanding dengan hawa panas hari itu—ia jelas menemukan pelepas dahaga yang pas.

Rikha melayani pelanggan di UFF 2025 | Foto: tatkala.co/Dede
Rikha bercerita, di hari pertama UFF 2025, hampir seratus gelas berhasil terjual. Mayoritas pembeli adalah turis yang penasaran dengan minuman lokal menyegarkan. “Sepenglihatan saya, di festival ini tak banyak yang menjual minuman yang benar-benar lokal,” katanya sambil menaburkan potongan nangka segar sebagai topping.
Minuman di lapak deDari Kuliner bukan sekadar pelepas dahaga. Ia adalah perpaduan nostalgia, warisan, dan inovasi. Tiga varian utama ditawarkan: es cendol hijau, cendol hitam, dan daluman. Semuanya bisa ditambah topping nangka atau durian. Selain itu, tersedia juga coconut milk coffee ice, bajigur, hingga candil yang kenyal dan manis.
Yang membuat minuman-minuman itu begitu istimewa bukan hanya rasanya, tetapi juga bahan-bahan alaminya. Cendol hijau dibuat dari sari daun pandan dan daun suji yang memberikan warna alami dan aroma harum. Daluman berasal dari daun cincau yang diproses sendiri, tanpa pewarna buatan. Gula merah digunakan sebagai pemanis, memberi rasa manis yang dalam dan hangat. Semua itu dipadukan dengan santan segar yang lembut di tenggorokan—hasil dari proses yang telaten dan resep yang dijaga.

Daftar menu deDari Kuliner | Foto: tatkala.co/Dede

Tampak depan stan deDari Kuliner di UFF 2025 | Foto: tatkala.co/Dede
Kedai deDari Kuliner bukan nama baru, meski mungkin belum dikenal luas. Usaha ini dimulai pada 2015 oleh Putu Swastawa, dari sekadar menjajakan es daluman dengan sepeda motor dan kotak styrofoam di Taman Kota Lumintang, Denpasar. Dari jalanan kota hingga festival besar, dari satu produk hingga sederet menu, semuanya dirintis perlahan dengan tekad dan cinta pada cita rasa lokal.
Kini, deDari Kuliner tak hanya hadir di festival-festival. Anda bisa mencicipi kesegaran cendol dan daluman mereka di beberapa tempat: BeachWalk Shopping Center (lantai 3, area Pasarame), Mal Bali Galeria (Travelator North Entrance, lantai 1), Pertokoan Kertawijaya (samping toko Dewi Fortuna), BS Mart di RSUD Mangusada, serta dua lokasi di Denpasar: Jalan Gunung Muliawan XIII No. 12 dan Jalan Gunung Indrakila No. 1. Setiap titik menjadi bukti bahwa minuman tradisional pun bisa tampil segar dan kekinian, tanpa kehilangan akar rasa.
Bagi yang ingin mengikuti perjalanan deDari Kuliner lebih jauh, mereka aktif berbagi cerita, menu terbaru, dan aktivitas komunitas lewat Instagram @dedarikuliner. Informasi lengkap soal produk, pemesanan, hingga kerja sama usaha juga tersedia di situs resminya: www.dedari.co.id.
Akhirnya, saya pun mencoba pesanan saya sendiri—gelas pertama yang disiapkan Rikha pagi itu ternyata memang untuk saya. Es cendol nangka. Rasanya segar, manisnya pas, dan tak meninggalkan rasa seret di tenggorokan. Santannya lembut, nangkanya harum, dan semuanya terasa akrab, seperti sesuatu yang pernah saya rindukan tapi baru benar-benar saya temukan di sini.

Rikha dan segelas cendol nangka untuk saya | Foto: tatkala.co/Dede
“Senang bisa ikut Ubud Food Festival untuk pertama kalinya, pengalaman yang berkesan sekali, semoga tahun berikutnya bisa ikut lagi,” kata Rikha.
Dan dari gelas-gelas yang terus berpindah tangan hari itu, saya tahu: deDari bukan sekadar bisnis kuliner. Ia adalah warisan yang dituangkan dalam santan dan gula merah—mengalir perlahan, menyapa lidah, dan tinggal lama di ingatan. [T]
Reporter/Penulis: Dede Putra Wiguna
Editor: Adnyana Ole