DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara komperehensip. Baik produk keseniannya, maupun orang yang dapat disebut sebagai seniman.
Salah satu pemakalah dalam seminar itu, St. Sunardi, menjelaskan bahwa kita selama ini terjajah oleh istilah seni. Istilah seni dan paradigmanya adalah warisan kolonial Belanda yang dipakai oleh masyarakat Indonesia untuk mendefinisikan dan mengukur karya seni. Padahal aspek kesenian atau keindahan melampaui indikator-indikator seni versi pemerintah kolonial tersebut. Misalnya, banyak karya seni tidak berwujud materi melainkan peristiwa sesaat atau fenomena yang berlangsung dalam kurun waktu tertentu.
St. Sunardi dalam seminar itu memberi contoh bahwa R.A. Kartini adalah seorang seniman. Sedangkan Ki Hajar Dewantara adalah sastrawan apabila dilihat dengan perkembangan teori seni terbaru. Artinya seni dan seniman bukan sebuah definisi yang statis. Lalu apa saja indikasi seni atau seniman itu sebenarnya? Sifat seni adalah mengosongkan atau peristiwa kekosongan (emptiness), agar si seniman dapat mengisi kekosongan itu dengan imajinasi dan kreativitas. Setelah terisi, sang seniman akan mengosongkan kembali kemudian mengisinya kembali. Sebaliknya peristiwa yang memenuhkan atau kepenuhan (fullness) adalah agama yang berisi dogma dan ajaran kitab suci yang tetap.
Menurut St. Sunardi, jika seniman gagal mengosongkan dan mengisi kembali karyanya ia akan stagnan dan depresi. Sebaliknya, jika seseorang beragama namun mengalami kekosongan, ia berpotensi menjadi seorang seniman. Artinya seni adalah upaya mengevakuasi pengalaman seseorang (mengevakuasi subjek). Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa tugas seniman ialah menjadikan hidup lebih hidup dan “baru kembali”. Seni hadir untuk menyemangati manusia dari rutinitas kehidupan yang monoton. Seni hadir supaya hidup tidak klise.
Kurt Vonnegut juga mengungkapkan hal serupa dalam bukunya yang berjudul Gempa Waktu, Iamengungkapkan, “Saya sampaikan dalam berbagai ceramah bahwa tugas yang tampaknya masuk akal bagi seniman adalah membuat orang menghargai hidup, setidaknya secuil saja. Kemudian saya ditanya apakah tahu seniman yang melakukan tugas tersebut. Saya menjawab, ‘The Beatles’.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang memiliki jiwa seniman di dalam dirinya. Sebab setiap orang berupaya agar hidupnya tidak membosankan dan terus menjaga semangat. Ada dua modal utama untuk menjadi seniman yakni memiliki kreativitas dan imajinasi.
Kreativitas dan Peradaban
Sastrawan Indonesia, Budi Darma, pada sebuah seminar pernah berkata: “Kreativitas adalah penemuan paling penting dalam sejarah peradaban manusia.” Kalimat itu diungkapkannya untuk menekankan pentingnya kreativitas jika dibandingkan dengan penemuan sains (discovery) atau penemuan objek lainnya. Kreativitas bersifat personal yang autentik, tidak selalu pasti dan tidak selalu terukur.
Budi Darma memberikan contoh sangat baik, yakni kisah tokoh-tokoh penemu paling terkenal di dunia. Pertama, seandainya Alexander Graham Bell tidak lahir atau meninggal saat masih kecil, pasti suatu hari ada orang lain yang menemukan pesawat telepon. Sebab unsur-unsur untuk membuat perangkat telepon tidak pernah musnah di dunia ini, hanya menunggu waktu penemu lain mengolah dan merangkainya menjadi pesawat telepon.
Begitu juga penemuan Benua Amerika. Seandainya Christopher Columbus tidak pernah lahir, pasti ada penjelajah lain yang menemukan dunia baru yang disebut Amerika itu. Sebab Benua Amerika akan tetap ada dan menunggu untuk ditemukan oleh seseorang. Penemuan di bidang sains maupun di bidang lain hanyalah soal waktu.
Namun seandainya William Shakespeare tidak lahir, dapat dipastikan karya besar seperti Romeo & Juliet tidak pernah akan ada. Pengarang lain memang akan lahir, tapi belum tentu menciptakan karya yang persis sama seperti Romeo & Juliet yang telah dijadikan simbol tentang tragedi kisah cinta itu.
William Shakespeare, seorang pujangga dan dramawan berkebangsaan Inggris dengan kreatif dan imajinatif menulis naskah drama Romeo & Juliet. Kisah terkenal itu merupakan hasil kreativitas William Shakespeare yang memadukan beberapa karya sastra lain seperti cerita rakyat dari Verona Italia dan babad dari Denmark. Dari proses kreatif itu, lahirlah karya seperti Romeo & Juliet dan karya-karya William Shakespeare lainnya. Inilah mengapa kreativitas disebut penemuan yang personal.
Penemuan lain yang melibatkan kerja kreatif di antaranya, pelukis Leonardo da Vinci yang membuat lukisan terkenal seperti Monalisa, The Last Supper dan lain-lain. Di bidang musik kita mengenal komposer seperti Beethoven, Mozart dan Schubert. Karya-karya mereka menjadi rujukan komposer-komposer setelahnya hingga saat ini. Masih banyak lagi tokoh-tokoh lain yang menggunakan kreativitas dan imajinasi dalam mencipta karya-karya mereka.
Kuncinya: Kreativitas dan Imajinasi
Kreativitas dan imajinasi memungkinkan semua orang menjadi penemu-penemu dalam bidang apa pun. Tidak sebatas dunia sastra dan seni, tetapi bidang lain seperti sains dan teknologi atau perbaduan dari keduanya. Kreativitas dan imajinasi mendorong seseorang untuk berpikir “out of the box” atau melampau penalaran umum. Kreativitas dan imajinasi mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, menemukan ide baru dan berpikir kritis terhadap segala hal untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
Berbagai penelitian membuktikan peranan imajinasi terhadap kecerdasan anak. Misalnya, peran imajinasi terhadap kecerdasan spasial anak. Kecerdasan spasial merupakan suatu kemampuan yang dimiliki anak dalam hal memahami, mengingat, membayangkan dan mampu memvisualkan bentuk dalam pikirannya. Kecerdasan ini sangat berguna khususnya ketika memahami ruang dan tempat, mengingat berbagai bentuk benda, jalan, arah, dan objek berbentuk tiga dimensi lainnya.
Selain itu, imajinasi juga berperan terhadap kecerdasan berbahasa anak. Keterampilan berbahasa seorang anak menunjukkan kecerdasannya mengungkapkan kata-kata dan menyusun kalimat secara teratur dan tepat. Baik keterampilan berbahasa lisan maupun bahasa tulis.
Kemampuan berbicara anak dipengaruhi oleh kemampuan dasar berimajinasinya.Maka kemampuan berimajinasi anak perlu bimbingan dan arahan dari guru dan orang tua. Imajinasi akan mendorong anak menjadi kreatif dan melakukan hal-hal positif dalam mengisi waktu luang mereka.
Kembali pada kalimat Budi Darma di awal tulisan. Kreativitas dan imajinasi merupakan aset yang dimiliki oleh semua orang dan sudah ada dalam diri mereka. Aset itu perlu dirawat dan dikembangkan untuk membantu dalam pemecahan-pemecahan masalah yang berlangsung dalam hidup mereka. Selain itu kreativitas dan imajinasi membantu seseorang dalam berinovasi dalam bidang dan profesi mereka masing-masing. [T]
Penulis: Pitrus Puspito
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA