31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Burung-Burung di Langit Mekkah | Cerpen Khairul A. El Maliky

Khairul A. El MalikybyKhairul A. El Maliky
November 24, 2024
inCerpen
Burung-Burung di Langit Mekkah | Cerpen Khairul A. El Maliky

Ilustrasi tatkala.co

BERGEMURUH ombak yang bergelombang di dada Saidi ketika pesawat terbang yang membawanya melintasi antar benua dikabarkan akan mendarat di bandara Jeddah oleh pramugari. Sehingga tak terasa mendung di kelopak matanya pecah hingga hujan membasahi kedua pipinya. Tak jemu ia melontarkan takbir dengan penuh semangat. Bibirnya juga tiada henti mengucap bacaan Talbiyah.

Begitu juga dengan rombongan calon jamaah haji yang satu kloter bersamanya. Mereka menaikkan ucapan syukur ke langit berkali-kali. Ini merupakan ritual ibadah haji pertama yang telah ditunggu-tunggu oleh Saidi setelah penantian selama 20 tahun. Ia baru mulai menabung sejak usianya 30 tahun. Kini usianya sudah 50 tahun dan Allah memanggil dirinya sebagai tamu di rumah-Nya.

Saat pesawat telah landing di landasan pacu bandara, kedua mata Saidi memandang keluar dari jendela kabin. Tampaklah di kedua matanya pohon kurma yang berbaris dengan rapi seolah asykar Saudi yang sedang menyambut para tamu Allah.

Di sana juga tampak para jamaah haji yang berasal dari negara lain. Ada yang berkulit hitam arang, hitam manis, kulit putih, kuning langsat, ada juga yang setinggi tiang listrik dan ada juga yang sependek pagar. Semuanya tampak seragam dalam pakaian yang sama. Dan meski bahasa mereka berbeda, namun tempat yang akan mereka tuju adalah sama, Ka’bah.

Bacaan Talbiyah berkumandang dari bibir mereka. Sementara kedua mata Saidi tak mau terlepas dari pemandangan gaya bangunan bandara Jeddah yang ada di hadapannya. Ia mengira kalau sudah sampai di Mekkah sehingga ia merasa penasaran ingin melihat Ka’bah, bangunan pertama yang dibangun oleh malaikat di muka bumi.

“Apakah kita sudah sampai di Masjidil Haram, Pak?” tanya Saidi yang berangkat haji seorang diri. Istrinya meninggal dunia saat berusia 43 tahun karena penyakit tumor ganas yang menyerang payudaranya. Jadi, berangkatlah Saidi sendirian.

“Kita masih berada di Jeddah, Pak Saidi,” jawab ketua kelompok haji yang berasal dari kota di mana lelaki desa itu tinggal. “Kita belum sampai di Mekkah. Dan dari sinilah kita akan memulai miqat. Jadi, setelah ini Pak Saidi harus mengganti pakaian dengan pakaian ihram.”

Saidi terlihat sangat senang. Akhirnya, setelah berjuang menabung selama puluhan tahun ia memakai pakaian ihram. Sebagai seorang Muslim, ia juga merasa bersyukur kepada Allah karena telah memenuhi semua rukun Islam. Setelah ini ia sudah tak memiliki tanggungan lagi. Kewajibannya agar menjadi Muslim yang sempurna sudah lunas. Ia sudah tak memiliki utang kepada Tuhan.

“Akhirnya bapak dipanggil juga sama Allah, Bu,” gumam Saidi kepada istrinya yang sudah menduluinya menghadap Allah di Alam Baka. “Nanti di depan Ka’bah bapak akan mendoakan ibu agar diberikan tempat yang nyaman di sisi Allah. Dan kelak, ibu akan dipertemukan kembali dengan bapak.”

Sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan oleh Fiqih, para jamaah haji memulai miqat dari kota Jeddah. Mereka semua mengenakan pakaian ihram yang serba putih untuk menuju titik yang sama. Lautan manusia tampak seperti gelombang yang datang silih berganti seraya mengumandangkan doa Talbiyah.

“Labbaikallahumma labbaik.”

“Labbaikallahumma labbaik.”

Merinding tubuh Saidi saat bibirnya mengucapkan doa itu. Dan ia merasa seolah di kedua ketiaknya tumbuh sayap yang akan mengangkatnya ke langit. Belum lagi melihat Ka’bah, tubuhnya sudah merinding. Apalagi kalau sudah berdiri di hadapan kiblat umat Islam sedunia itu.

“Ndak nyangka sama sekali, kalau negeri gurun yang dulunya tandus kini jauh lebih modern dari pada negara kita,” ujar Poniman, tetangganya lain desa.

“Iya. Ndak menyangka ya kalau Arab sudah jauh lebih maju ketimbang negara kita,” timpal Saidi merespons.

“Konon, di sini apa di kota Neom akan dibangun gedung pencakar langit setinggi 1000 meter. Penasaran. Seperti apa gedung setinggi itu.”

Saidi hanya merasa takjub saja. Soalnya ia tidak tahu-menahu tentang gedung pencakar langit. Ia belum pernah melihat gedung-gedung tinggi. Kemarin baru pertama kali melihatnya di Jakarta.

***

Lautan manusia memenuhi Masjidil Haram dalam pakaian ihram, termasuk Saidi yang tampak merinding ketika pertama kali melihat Ka’bah. Matanya tak mau berkedip saat lelaki itu melihat kiswah hitam berkibar-kibar dicumbu angin. Bahkan agar segera sampai di depan rumah ibadah yang dipugar oleh Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail itu, ia sampai rela menembus gelombang manusia yang terus bertambah.

“Apakah itu Ka’bah?” bisiknya di dalam hatinya sendiri. “Labbaikallahumma labbaik. Labbaikallahumma labbaik. Labbaikallahumma labbaik.”

Saidi terus bergerak agar semakin dekat dengan Ka’bah. Air matanya meleleh saat mengingat cinta dan kasih sayang Allah yang telah memberinya sebuah kesempatan naik haji ke tanah suci. Inikah bangunan yang terbuat dari batu yang dituduhkan oleh orang-orang yang takut agamanya roboh sebagai Tuhan?

Saidi terus mendekati bangunan tua itu. Tampak para jamaah berpakaian ihram melakukan thawaf seraya membaca Talbiyah. Suara mereka menggema seakan meruntuhkan langit. Tidak ada ritual ibadah paling agung di atas muka bumi ini selain ritual ibadahnya umat Islam. Dan semua pemeluk agama merasa iri. Iri yang terlahir dari perasaan benci dan cemburu.

Tapi, apa yang terjadi dengan Saidi saat ia berdiri hanya beberapa meter dari Ka’bah. Ia berteriak-teriak sambil menunjuk-nunjuk ke arah pintunya yang tertutup pintu emas. Suaranya macam orang gagap. Tentu saja kejadian yang datang secara tiba-tiba ini membuat orang-orang kaget. Para asykar yang bertugas di sekeliling Ka’bah pun mendekat untuk mengamankan jamaah asal Indonesia itu.

“Apa yang terjadi? Apa yang terjadi?” tanya seorang asykar berseragam hitam.

Terik matahari yang menghantam lantai masjid tak membuat mereka urung untuk menolong lelaki paro baya itu.

“Entahlah. Tiba-tiba, orang ini berteriak sambil menunjuk-nunjuk ke arah pintu Ka’bah,” jawab temannya.

“Tolong ambilkan air zam-zam!” kata seorang petugas haji yang menenangkan Saidi. Apakah lelaki itu kerasukan jin?

Lalu salah seorang asykar datang dengan membawakan air zam-zam. Setelah itu, kepala dan sekujur tubuh Saidi diusap dengan air zam-zam dengan harapan lelaki itu sembuh.

Aneh, air bertuah itu tidak bisa memberikan efek apa pun. Saidi tetap berteriak-teriak macam orang tak waras. Tidak sedikit para jamaah yang menganggap demikian, terutama orang Indonesia yang sudah terbiasa beranggapan seperti itu.

“Mungkin dia sudah gila,” komentar salah seorang jamaah bermuka kasar.

“Pulangkan saja ke tanah air,” sahut yang satunya.

Spontan saja kejadian itu langsung menjadi tontonan seperti topeng monyet. Kenapa? Karena mereka tidak melihat sesuatu yang tak kasat mata. Tidak sedikit di antara orang-orang itu yang beranggapan bahwa “sesuatu yang tak kasat mata” itu adalah barang yang tak berwujud dan hanyalah ilusi yang hanya ada dalam otak orang yang tak waras. Mereka tak beriman kepada yang gaib karena belum melihatnya secara langsung.

Agar tidak mengganggu ritual ibadah jamaah yang lain, pihak petugas haji dan kepolisian mengamankan Saidi dengan membawanya ke rumah sakit. Tapi anehnya, setelah dibawa keluar dari area masjid, Saidi seperti baru sadar macam orang yang habis kesurupan.

“Kenapa dengan saya? Kenapa dengan saya? Kenapa saya dibawa ke sini?” tanya Saidi kepada petugas haji.

“Apakah Bapak tidak tahu kalau tadi Bapak berteriak-teriak di depan Ka’bah?”

“Tidak. Saya tidak kenapa-kenapa kok. Saya tidak berteriak-teriak.”

Para asykar dan petugas haji saling berpandangan. Bahkan salah satu di antara mereka ada yang menyilangkan jari di keningnya.

“Saya mau kembali ke masjid. Antarkan saya ke sana,” pinta Saidi.

“Sebaiknya Bapak istirahat dulu di sini. Dan tenangkan pikiran Bapak. Setelah itu baru kami antar ke masjid,” jawab salah seorang petugas haji dengan kalem.

“Saya mau ke masjid. Antarkan saya ke sana. Sudah lama saya menantikan kesempatan ini untuk melihat Ka’bah dari dekat,” sahut Saidi ngeyel.

“Apakah Bapak tidak sadar apa yang Bapak lakukan tadi di depan Ka’bah?!” tanya seorang asykar bertubuh kekar dan tinggi dalam bahasa Arab. Lalu, ia hapenya.

***

Saat itu, saat Saidi berteriak-teriak di depan Ka’bah sambil menunjuk-nunjuk ke arah pintunya, ia melihat ada sosok manusia tinggi yang mengenakan pakaian putih. Sosok suci itu melihat ke arahnya. Entahlah siapa sosok itu. Bisa jadi Nabi Ibrahim. Apakah Nabi Ibrahim ada di sana? Jawabannya ada. Tapi terserah orang-orang yang menanggapinya, yakin atau tidak. Bila ingin membuktikan, buktikanlah sendiri. Lalu, kenapa Saidi meraung-raung macam orang tak waras? Bukankah ia orang yang religius dan alim? Bahkan selama 20 tahun ia memendam cita-cita ingin naik haji ke tanah suci. Kita pun tidak. Ah, jangankan bertekad mau naik haji, mendengar nama tanah suci pun hati kita sudah muak.

Jadi begini, memang Saidi kelihatan suci, alim dan religius menurut pandangan orang-orang. Niatnya yang ingin menyempurnakan rukun Islam dianggap sebuah keistimewaan. Dari pada tidak naik haji sama sekali? Tapi, tidak ada seorang pun yang tahu bahwa Saidi mendapatkan uang yang ditabungkannya untuk naik haji dari hasil menipu orang lain. Ia bisa disuruh mengerjakan pagar rumah, namun ia menipu orang yang menyuruhnya saat hendak membeli bahan-bahan. Selain itu, ia juga pernah diminta menjadi saksi di kepolisian, namun ia mengibuli orang yang menyuruhnya setelah menerima duit sogokan.

Apakah istri Saidi benar meninggal karena penyakit tumor ganas? Sebagiannya memang benar, namun ada rumor bahwa sebenarnya Saidi tidak pernah ingin membawa istrinya berobat. Ia tidak mau uang tabungannya terkuras buat biaya operasi pengangkatan tumor istrinya.

Setelah sadar beberapa jam, Saidi kembali meraung-raung sambil menunjuk-nunjuk ke arah kiblat. Saat itu, kedua matanya melihat sosok-sosok bersayap secara bergantian turun dari langit. [T]

2024

  • BACAcerpen laindi tatkala.co
Tanah Kawin | Cerpen Sonhaji Abdullah
Maling Pratima | Cerpen I Made Ariyana
Toleransi 2 Hari | Cerpen I Made Ariyana
Made Merta dan Kisahnya Menabung
Rumah Tusuk Sate | Cerpen Putri Santiadi
Cintaku dan Cinta Kawanku | Cerpen Kadek Susila Priangga
Untuk Mamah dan Nenek | Cerpen Alfiansyah Bayu Wardhana
Tumbal Politik | Cerpen I Made Sugianto
Tags: Cerpen
Previous Post

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Di Depanmu Cermin

Next Post

Dongeng | Anak Kecil dan Pohon Pemali

Khairul A. El Maliky

Khairul A. El Maliky

Pengarang novel yang lahir di Kota Probolinggo. Buku terbarunya yang sudah terbit antara lain, Akad, Pintu Tauhid, Kalam, Kalam Cinta (Penerbit MNC, 2024) dan Pernikahan & Prasangka Cinta (Segera). Di sela-sela mengajar Sastra Indonesia, pengarang juga menulis dan mengirimkan cerpennya ke berbagai media massa.

Next Post
Dongeng | Anak Kecil dan Pohon Pemali

Dongeng | Anak Kecil dan Pohon Pemali

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co