SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska, Two South Kuta) sebagai penyelenggara Program Sekolah Penggerak Angkatan II sejak 2022 terus menggali kearifan lokal Bali untuk membuat program terobosan yang membumi dan memBali tanpa kehilangan gairah nasional dan global.
Seiring dengan itu, pihak sekolah mengabadikan tokoh-tokoh lokal, nasional, dan global dalam penamaan Gedung. Gedung utama unit perkantoran diberikan nama Gedung Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Gedung ruang Kelas diberi nama Gedung Ki Hadjar Dewantara, dan Gedung Laboratorium diberi nama Gedung Einstein.
Penamaan itu terkandung maksud bahwa Toska memuliakan kearifan lokal yang diperjuangkan oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra dan bergandengan tangan dengan Ki Hadjar Dewantara yang tampil dengan semangat kebangsaan yang menyatukan perbedaan.
Selanjutnya, Toska juga tidak tabu menerima pengaruh asing yang selaras dengan kepribadian bangsa, dengan menamakan Gedung Einstein untuk Laboratoriumnya. Einsten terkenal dengan ucapannya, Ilmu pengetahuan tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh.
Untuk mengeksplorasi nama-nama bertuah yang dilekatkan pada nama Gedung itu, maka foto-foto mereka dipajang di setiap ruangan termasuk di ruang kelas. Seiring dengan itu, Program Literasi pun dilabeli dengan nama Gelis Diksi.
Sebagai sebuah program, Gelis Diksi merupakan hasil perkawinan silang antara kosakata Bali dan Indonesia. Gelis adalah kosakata Bali yang berarti “cepat”, sedangkan diksi adalah kosakata Indonesia yang berarti pilihan kata yang tepat. Dengan demikian, Gelis Diksi bertautan dengan pilihan kata yang cepat dan tepat untuk membangun narasi.
Oleh karena Gelis Diksi sebagai Program Sekolah yang melibatkan dua aktor yang tidak terpisahkan antara guru (pendidik) dan siswa (peserta didik), maka Gelis Diksi diakronimkan dengan Gerakan Literasi Sekolah Bersama Pendidik dan Siswa.
Kata “bersama” diniatkan tidak ada atasan dan bawahan dalam urusan literasi apalagi saat zaman digital kini. Semua informasi melesat tanpa hambatan, asalkan tersedia kuota.
Kebersamaan pendidik dan siswa berliterasi adalah strategi untuk berpacu dalam belajar memanfaatkan panen informasi yang berlimpah untuk digunakan secara kreatif, kritis, dan humanis. Dengan demikian, informasi terkelola untuk meningkatkan kualitas peradaban memanusiakan manusia.
Semangat demikian hendak dicapai oleh Toska dalam Program Gelis Diksi untuk merawat literasi secara bersama-sama. Di sini, guru sebagai pendidik adalah orang tua di sekolah yang mengasuh keberadaan anak-anak.
Hakikat TUA adalah Teladan untuk Anak. Maka, anak adalah cerminan orang tua dalam konteks berliterasi. Sehubungan dengan itulah, Toska senantiasa mendorong para guru untuk menulis meningkatkan kualitas literasi dengan informasi aktual sehingga tidak ketinggalan zaman. Hasil karya para guru didokumentasikan di perpustakaan sekolah dan dicetak dalam bentuk buku.
Diadakan pula perayaan dengan bincang buku karya guru dengan mendatangkan pembedah yang ahli di bidangnya, seperti telah dilakukan menjelang Lustrum Toska, 3 September 2024. Buku Karya guru Toska dibedah oleh IB Pawana Suta, seorang guru dan sastrawan Bali Modern dan IBW Keniten, seorang pengawas berlatar guru yang juga sastrawan Bali Modern.
Di Toska, bukan hanya guru yang digerakkan untuk berliterasi, melainkan juga Kepala Sekolah. Dalam lima tahun, Kepala Sekolah sudah menerbitkan buku Sadhar Nama, Praktik Toleransi Beragama di Sekolah (2020), Literasi Masa Pandemi (2021), Taksu Cinta (2022), Sekolah Penggerak: Sebuah Refleksi (2024). Sementara itu, karya antologi puisi guru juga terbit (2023) dan Guru Merdeka Menulis (2024).
Begitu pula, karya siswa dikurasi dan dibukukan. Sampai saat ini sudah ada karya antologi siswa: Pandemi: Antara Fakta dan Fiksi (2021), Antologi Puisi Siswa (2023), dan Siswa Merdeka Menulis (2024). Selain itu, Toska juga rutin menerbitkan majalah sekolah Kontemplasi sejak 2022. Pada 2024, majalah Kontemplasi sudah memasuki edisi ketiga. Untuk sekolah baru berusia 5 tahun, capaian ini pantas dicatat agar abadi sepanjang masa.
Walaupun luaran dari Program Gelis Diksi ini secara kualitas belum memadai, paling tidak Toska sudah membentangkan karpet merah untuk menumbuhkan iklim literasi di sekolah. Situasi yang dihadapi dalam membangun iklim literasi ini tidaklah mudah di tengah budaya yang serba instan, tergesa-gesa, materialis, dan hedonis.
Pihak manajemen sekolah perlu menyambut tantangan itu penuh suka cita di tengah berdiferensiasinya komptensi guru dengan kasta baru yang dilahirkan seiring dengan regulasi dan perubahan Kurikulum.
Hari ini di sekolah ada guru PNS, PPPK, Kontrak Pemda, Kontrak Sekolah, Guru Penggerak, Guru non penggerak, Guru bersertifikat Pendidik, dan Guru non bersertifikat Pendidikan yang jumlahnya lebih banyak daripada yang bersertifikat. Kasta guru itu berpengaruh pada besarnya pendapatan yang dibawa pulang padahal tugasnya sama: mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tidak hanya kasta guru yang menjadi tantangan yang dihadapi pihak manajemen sekolah, tetapi juga persoalan keluarga, tempat tinggal, kemacetan di jalan, tradisi, adat, dan budaya yang melingkupi. Semua itu memerlukan kecerdasan para guru menata diri dengan manajemen kalbu dan manajemen waktu untuk memberikan perhatian pada siswa yang juga berdiferensiasi.
Pihak manajemen sekolah memaknai tantangan dengan Gelis Diksi untuk merawat literasi secara berkelanjutan sesuai dengan semangat kurikulum dari zaman ke zaman, yaitu belajar sepanjang hayat.
Makna penting dari Program Gelis Diksi Toska ada sejumlah. Pertama, nama programnya memuliakan kearifan lokal sehingga citra yang dibangun membumi dan memBali dari gumi Delod Ceking. Kawasan inspiratif sumber devisa dari sektor pariwisata yang mendunia, maka wajar pula dari kaki Bali syaraf literasi diinjeksi. Berguru pada kearifan lokal.
Kedua, menunjukkan kebersamaan tanggung jawab antara guru dan siswa dalam membangun budaya literasi sebagai Gerakan bersama sekolah (GLS) untuk menyukseskan Program Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang berujung pada tujuan negara paling fundamental: mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ketiga, membekali guru dan siswa dalam meningkatkan kompetensi mengelola informasi secara cermat agar terhindar hoaks. Bagi guru, Program Gelis Diksi adalah medan pertarungan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan yang dapat digunakan sebagai prasyarat mengajukan kenaikan pangkat/jabatan.
Bagi siswa, Program Gelis Diksi adalah karpet merah menuju perguruan tinggi idaman. Tuntutan menulis di Perguruan Tinggi adalah sebuah keniscayaan. Banyak kisah mahasiswa gagal di ujung waktu karena rendahnya kemampuan literasi.
Toska sudah membentangkan karpet merah, tinggal siswa melewati dengan belajar bersungguh-sungguh, cerdas berintegritas merawat pohon literasi dari kesadaran diri.[T]
BACA artikel lain dari penulisNYOMAN TINGKAT