TANPA ampun, atlet muda berbakat itu mengayunkan bet ke arah bola dengan keras dan menukik. Melihat gayanya melakukan gerakan “mematikan” tersebut, jelas ia bukan seorang amatir. Bola itu melesat dan membuat lawannya kedodoran. Bola itu liar, tak dapat dikendalikan. Lalu ia berlonjak-girang, mengakhiri pertandingan final yang sengit dan terasa panjang itu dengan teriakan kemenangan.
Odon, begitu ia akrab dipanggil, menumbangkan pasangan tenis meja pilih tanding dari Jawa Timur, Affan Mauluduna-Dwi Oktaviani (atlet ganda campuran favorit yang banyak dijagokan), di partai final cabang olahraga (cabor) tenis meja ganda campuran di Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024, bulan lalu.
Komang Sugita, nama aslinya, tak menyangka bahwa itu adalah smash-an terakhir dan menjadi kunci kemenangan bagi Bali. Ia, bersama Made Sisca Pratiwi, memang tampil mengesankan sejak awal turnamen—walaupun Bali, di cabang tenis meja, sama sekali tak diperitungkan. Bisa dibilang, Odon dan Sisca merupakan atlet tenis meja kuda hitam di PON kali ini.
Kemenangan Odon dan Sisca memang patut dirayakan dan dikenang. Mengingat, ini adalah medali emas pertama untuk Bali di cabang tenis meja setelah 76 tahun puasa gelar. Sejak tenis meja dimasukkan sebagai cabang olahraga di PON pada 1948, sejak itu pula Bali tak pernah menggondol gelar juara di semua kategori yang dipertandingkan.
Oleh sebab itu, Odon, juga Sisca, telah memecahkan telur kejuaraan itu dan mencetak sejarah dengan menjadi atlet pertama yang mempersembahkan emas PON cabang tenis meja kepada Bali. Dan yang lebih mengagetkan, ini merupakan PON pertama bagi Odon, pula Sisca. Tak main-main, memang.
“Untuk PON ini, saya izin tidak masuk kerja selama setahun,” terang Odon sembari tertawa. Ia mengungkap hal tersebut kepada tatkala.co saat ditemui di acara pembagian bonus kepada atlet dan pelatih Buleleng yang berhasil meraih medali di PON XXI, Kamis (3/10/2024) malam. Saat ini Odon tercatat sebagai pegawai di kantor PDAM, Buleleng.
Dalam dunia tenis meja di Bali, nama Odon sebenarnya bukan nama baru. Pemuda kelahiran Banyuning, 11 Januari 1996, ini merupakan langganan juara di Porprov Bali. Ia memiliki teknik yang mengesankan. Gerakannya cepat dan bertenaga. Saat bermain, bet seperti anggota tubuhnya sendiri.
Yang dibutuhkan atlet tenis meja, seperti power otot lengan, waktu reaksi, koordinasi, kelincahan, dan daya tahan kardiorespirasi—kemampuan sistem kardiovaskuler dan pernapasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen otot saat tubuh beraktivitas—ada dalam diri Odon. Dan dia sangat serius saat latihan.
Komang Sugita (Odon) dan Made Sisca Pratiwi | Foto: tatkala.co/Son
Mantan mahasiswa Universitas Panji Sakti, Singaraja, ini, dari 2017 sampai 2022, nyaris selalu mendapat medali emas di Pekan Olahraga Provinsi Bali. Ia hanya dua kali mendapat perunggu pada tahun 2017 dan 2019 untuk kategori beregu (2017) dan tunggal putra (2019). Sisanya, tunggal putra, ganda putra, dan beregu, dari 2017 sampai 2019, Odon selalu mendapat emas. Jadilah ia salah satu atlet kebanggaan Buleleng.
“Saya belajar tenis mejad dari paman,” akunya, singkat dan padat. Odon memang lelaki pendiam. Ia tak banyak omong. Lebih suka beraksi, bertindak.
PON kali ini tidak akan Odon lupakan. Bukan saja karena ia berhasil menggondol emas untuk kategori ganda campuran dan perunggu untuk ganda putra, pula dengan ini pengalaman bertandingnya melesat begitu jauh. Pada babak delapan besar, misalnya, saat ia dan Sisca harus berjibaku menumbangkan kontingen Jawa Timur, Odon tak dapat membendung rasa harunya.
Dan medali emas terasa semakin dekat saja, setelah ia dan Made Sisca Pratiwi memaksa pasangan Jawa Barat, Taufik-Winda, mengakhiri laga dengan skor 3-1 di laga semifinal, Minggu (15/9/2024) yang lalu. Usai laga, Odon mengaku tidak percaya karena awalnya sempat tertinggal di set pertama. Beruntung, di set berikutnya, berkat doa dan usaha, ia dan Sisca dapat mengunci pertandingan dengan kemenangan yang mengesankan.
“Pada set ketiga kami sempat tegang karena ketinggalan. Beruntung, kami bisa membalikkan keadaan dan unggul 2-1—meski set keempat sempat unggul lagi dan dikejar empat poin beruntun,” ujar alumni SMA Negeri 4 Singaraja itu, masih terengah-engah dan tidak percaya ia dan Sisca melaju ke final.
Di laga final, Odon dan Sisca kembali bertemu atlet perwakilan Jawa Timur yang lain, yakni Affan Mauluduna dan Dwi Oktaviani. Tidak mudah untuk menumbangkan sosok Affan-Vita. Ia dan Sisca membutuhkan usaha lebih keras dari biasanya.
Dan benar. Kejar-kejaran poin menghiasi laga. Silih-berganti kemenangan di setiap set membuat jantung semua orang yang menonton berdebar lebih kencang. Tapi Odon dan Sisca tak mau dipecundangi. Mereka berdua melakukan perlawanan sengit—dan begitulah seharusnya mental juara ditunjukkan, memang.
Pada set pamungkas, Odon-Sisca menggila. Smash tajam menukik dan keras mereka lancarkan, seperti tak memberi kesempatan lawan untuk bernapas sedetik pun. Affan-Vita keteteran, Odon-Sisca tak peduli. Mereka tetap mengayunkan bet ke arah bola dengan kuat dan menukik. Teknik dan strategi Dedy Dacosta, pelatih Odon dan Sisca, juga legenda tenis meja yang pernah mengharumkan nama Indonesia itu, mereka jalankan dengan baik.
Hingga smash keras Odon tak mampu dibendung oleh Vita, dan itu memastikan Bali meraih medali emas PON XXI Aceh-Sumut. Bali menutup laga final—yang oleh Ketua KONI Bali sangat menegangkan itu—dengan skor 11-6 di set terakhir dan total skor 3-2. Odon mengharumkan nama Bali.
Di Buleleng, beberapa minggu setelah momen dramatik sekaligus mengharukan itu, Odon berseri-seri. Malam itu, ia duduk dan berbincang dengan Sisca di Krisna Beach Street setelah KONI Buleleng mengumumkan besaran bonus yang akan ia terima berkat prestasinya. “Saya bersyukur, dan terima kasih untuk semuanya,” ujarnya, dengan senyum kemenangan yang masih tergores jelas di bibirnya.[T]
Reporter/Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole