DESA Kwanji Sempidi merupakan salah satu daerah di Kabupaten Badung yang memiliki jejak kesenian langka (gambang) maupun kesenian baru (gong kebyar, gong suling, kecak, barong dance). Hal ini menjadikan pertumbuhan seni di Desa Sempidi kian berkembang, serta turut menjadi barometer tumbuhnya generasi-generasi penerus dalam bidang kesenian.
Salah satu potensi seni di Desa Kwanji dapat dilihat pada keberadaan gamelan gong kebyar “Gong Gede” yang menjadi warisan masyarakatnya kini. Di Desa Kwanji Sempidi, terdapat salah satu gong kebyar yang konon adalah yang pertama yang ada di Kelurahan Sempidi.
Sejarah tentang gamelan gong kebyar ini belum dapat dipastikan keberadaanya. Namun, dari penuturan penglingsir-penglingsir (tetua) dan seniman tua yang terlibat dalam Gong Desa Kwanji, gamelan ini diperkirakan muncul tahun 1930-an. Dahulu, gamelan ini adalah milik sekaa manyi (kelompok pemanen padi).
Sekaa Gong Desa Kwanji memiliki beberapa jenis tabuh lelambatan klasik yang menjadi ciri khasnya. Tabuh-tabuh lelambatan tersebut sangat menarik dan mempunyai perbedaan dari jenis-jenis atau gaya penyajian gending lelambatan klasik pagongan pada umumnya. Perbedaanya terletak pada pola kekendangan-nya, cara penyajiaannya atau membawakan lagu, maupun jenis repertoar lagunya.
Gending-gending/tabuh-tabuh lelambatan klasik pagongan gaya Sekaa Gong Desa Kwanji, di antaranya, Gilak Embat, Tabuh Pisan Kwanji, Tabuh Telu (Tabuh Telu Dang, Tabuh Telu Dung, Bebonangan), Tabuh Pat (Gagak, Semarandana, Lodra, Subandar, Saga Manis), Tabuh Lima, Tabuh Nem (Galang Kangin, Tangis), Tabuh Kutus, (Lasem Kwanji, Pelayon). Keberadaan tabuh-tabuh ini sudah menyebar ke beberapa daerah di Kabupaten Badung, seperti Desa Tegal, Desa Sibang, dan lainnya.
Di tengah berkembangnya Karawitan Bali, kini perlu upaya mempertahankan warisan seni tradisi di daerah, khususnya di Desa Kwanji. Akibat usia pemain yang semakin menua—bahkan beberapa pemain (penglingsir) sudah meninggal, beberapa jenis gending asli Gong Kwanji perlu “diselamatkan” dengan merekontruksinya kembali bersama regenerasi pemainnya. Gending yang dimaksud ialah Gilak Embat dan Tabuh Pisan, gending khas Gong Kwanji Sempidi.
Penyerahan piagam penghargaan kepada seniman tua di Desa Kwanji Sempidi oleh Ketua LP2MPP ISI Denpasar | Foto: Tim Pengabdian ISI Denpasar
Hilangnya gending tersebut juga dipicu oleh semakin berkembangnya jenis repertoar dalam gamelan Bali, kini. Dengan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ISI Denpasar ini diharapkan gending-gending klasik tersebut bisa kembali dibangkitkan dan hidup mengalir dari generasi ke generasi.
Gending Gilak Embat merupakan gending lelambatan klasik yang dari dahulu dimainkan sebagai lagu pembuka ketika sekaa ini menabuh gamelannya. Gending ini terdiri dari dua pola bagian, dan memiliki pola kekendangan tersendiri. Sedangkan Tabuh Pisan Kwanji memiliki pola melodi yang khas dan terstruktur antara kawitan, pengawak, dan pengecetnya.
Proses pembinaan yang diberikan ISI Denpasar kepada Sekaa Gong Desa Kwanji Sempidi melalui beberapa tahap kegiatan, di antaranya: sosialisasi, penuangan materi, dan pertunjukan hasil pembinaan.
Proses rekontruksi dilakukan dari bulan Juni hingga September tahun 2024, dengan melibatkan 35 personil regenerasi muda Gong Kwanji, Yowana Desa Kwanji, dan Penglingsir (tetua) Gong Kwanji.
Semua materi di atas sudah mampu dimainkan oleh generasi muda sebagai penerus Gong Kwanji. Generasi penerusnya kini merupakan generasi kelima sejak berdirinya Gong Kwanji pada tahun 1930.
Pada penutupan kegiatan pengabdian masyarakat yang diketuai oleh I Nyoman Mariyana, bersama anggota I Made Dwi Andika Putra dan Putu Tiodore Adi Bawa, diserahkan juga piagam penghargaan kepada tiga tokoh seniman tua Desa Kwanji yang telah mendedikasikan dirinya untuk kemajuan kesenian di Desa Adat Kwanji, yakni I Made Keneng, I Wayan Sudira, dan I Nyoman Suyatna.[T]