TAK banyak yang mengetahui jika kota Singaraja yang penuh pesona itu terdapat situs yang bersejarah, tempat dimana Ibunda Ir. Soekarno dahulu pernah tinggal.
Siapa yang tak mengenal Soekarno, ia merupakan tokoh penting bangsa, Presiden pertama Republik Indonesia. Soekarno adalah sosok yang dikenal memiliki banyak nama dan julukan, mulai dari Bapak Proklamator, pendiri bangsa, The Great Seducer (perayu terhebat), The Great Lover (pecinta hebat), penyambung lidah rakyat, dan yang paling ikonik adalah julukan dari Ibunya, yaitu Putra Sang Fajar.
Kisah-kisah tentang Soekarno sebagian besar masyarakat telah mengetahuinya, kisahnya seakan-akan menjadi santapan wajib saat masih duduk di bangku sekolah. Namun, tak banyak masyarakat yang mengetahui sosok Ibunda Soekarno, yaitu Nyoman Rai Srimben.
Kini sosok Nyoman Rai Srimben diabadikan dan dikenang di rumah asalnya di Singaraja, yakni di Dusun Bale Agung, Desa Paket Agung, Buleleng. Tempat ini kini dikenal sebagai Situs Nyoman Rai Srimben. Bangunan Bale Gede yang merupakan peninggalan orang tua Nyoman Rai Srimben (Nyoman Pasek dan Made Liran), telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya provinsi Bali.
Dilansir dari situs resmi kemdikbud, disebutkan bahwa secara administrasi rumah Ni Nyoman Rai Srimben dan Pura Bale Agung termasuk dalam wilayah Dusun Bale Agung, Desa Paket Agung, Kecamatan Buleleng. Area rumah ini berdampingan dengan Pura Bale Agung yang ada di sebelah timurnya. Rumah Ni Nyoman Rai Srimben merupakan salah satu bangunan di antara sekian banyak bangunan yang ada di pekarangan tersebut.
Awal bulan Agustus lalu, saya berkesempatan untuk menyambangi situs bersejarah tersebut saat mengikuti program Kuliah Kerja Lapangan (KKL) bersama para mahasiswa semester VII program studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI). Di sana kami bertemu dengan Jro Mangku Made Arsana (salah satu keluarga Ni Nyoman Rai Srimben), ia menjelaskan tentang beberapa bangunan yang berkaitan dengan Nyoman Rai Srimben, menjelaskan silsilah keluarga, serta menceritakan suka duka dan kisah cinta Nyoman Rai Srimben.
Bale Gede di Situs Nyoman Rai Srimben | Foto: Dede
Dusun Bale Agung menjadi saksi kisah romansa Nyoman Rai Srimben dengan Raden Soekemi Sosrodihardjo. Mereka merupakan pasangan yang berbeda suku dan agama. Nyoman Rai merupakan gadis bali dan seringkali disebut kembang desa, sedangkan Raden Soekemi merupakan guru yang juga seorang priyayi muslim.
Kisah cinta mereka begitu rumit, mereka dihalangi tembok yang lebih tinggi daripada kasta. Yaitu perbedaan suku dan agama. Raden Soekemi adalah orang Jawa, sementara Rai Srimben adalah orang Bali. Demi cinta, mereka memutuskan untuk melakukan kawin lari.
Pernikahan dua suku yang berbeda adalah pernikahan yang mustahil dilakukan pada masa itu, namun kedua orang tua Soekarno itu adalah orang tua yang berpikiran maju, mereka tidak ingin cinta mereka dihalangi oleh aturan adat lama. Mungkin hal ini juga yang merasuki jiwa Soekarno untuk menyatukan bangsa Indonesia yang berbeda suku, agama, budaya, dan bahasa.
“Bhinneka Tunggal Ika”, itulah semboyan bangsa Indonesia yang diusulkan pertama kali oleh Moh. Yamin saat sidang BPUPKI, diambil dari kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Yang berarti, “walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”.
Nyoman Rai Srimben merupakan perempuan Bali kelahiran Singaraja, 1 Januari 1881. Ia merupakan anak dari pasangan Nyoman Pasek dan Made Liran. Jro Mangku Made Arsana menceritakan, belum usianya belasan tahun, Nyoman Rai Srimben sudah dilanda kesedihan yang mendalam karena Ibunya meninggal dunia. Tak hanya itu, ia juga tambah kecewa karena ayahnya kawin lagi dengan Ni Sukenyeri.
Rai Srimben kemudian menghabiskan waktunya di rumah asal Ibunya, dan di situ ia diasuh oleh Ni Ketut Nesa (bibinya). Di sana ia menyalurkan hobinya, seperti menari, mekidung, membuat sesajen, dan menenun.
Jro Mangku Made Arsana menjelaskan silsilah | Foto: Dede
Informasi dan silsilah keluarga Ni Nyoman Rai Srimben | Foto: Dede
Setelah menjelaskan silsilah keluarga, Jro Mangku Made Arsana melanjutkan dengan mengisahkan kisah cinta Nyoman Rai Srimben. Ia mengatakan, awal pertemuan Nyoman Rai dengan Raden Soekemi adalah di Pelabuhan Buleleng. Saat itu Raden Soekemi ditugaskan menjadi guru untuk mengajar di Buleleng. Kedatangannya itu disambut oleh masyarakat setempat, dan di sanalah awal pertemuan mereka, meski hanya sempat saling pandang saja.
Ketika hendak mencari murid, Raden Soekemi melihat Nyoman Rai saat ke Bale Agung. Dari sanalah ia mulai merasakan jatuh hati kepada Nyoman Rai Srimben.
Jro Mangku Made Arsana menuturkan, Raden Soekemi adalah orang yang bersahabat dekat dengan Made Lastri (sepupu Nyoman Rai) dan Putu Kaler dari Bale Agung. Persahabatan ini dimanfaatkan oleh Raden Soekemi sebagai upaya untuk berhubungan dekat dengan Nyoman Rai. Kemudian mereka pun menjalin hubungan secara diam-diam atas perantara Made Lastri dan Putu Kaler.
Singkat cerita, karena hubungannya tidak direstui oleh keluarga Bale Agung, pada 15 Juni 1897 mereka memustuskan untuk kawin lari. Saat hari menjelang malam, Nyoman Rai menghilang tidak bisa ditemukan, sontak kejadian itu membuat Buleleng menjadi gempar.
Raden Soekemi dan Nyoman Rai berlindung di kantor polisi, dihadapan polisi mereka menyatakan bahwa mereka kawin lari atas dasar suka sama suka, saling mencintai.
Keluarga Bale Agung segera mengetahui keberadaan mereka di kantor polisi tersebut, setelah diberitahu oleh salah seorang polisi Belanda yang diutus untuk menyampaikan pesan. Keluarga Bale Agung pun segera menuju ke kantor polisi. Setibanya di kantor polisi, Nyoman Rai langsung bersujud dan meminta maaf atas perbuatannya. Dalam isak tangisnya, ia mengatakan bahwa dirinya saling mencintai serta memohon restu.
Dalam suasana gaduh dan emosi, kemarahan keluarga Bale Agung memuncak, sampai-sampai menyebabkan Nyoman Rai tidak diperkenankan lagi untuk menginjakkan kakinya di Bale Agung.
“Walaupun menghadapi banyak rintangan, atas kuasa Tuhan mereka dipertemukan dan pada akhirnya dipersatukan sebagai suami istri,” kata Jro Mangku Made Arsana.
Mereka pun kemudian melangsungkan pernikahannya di Tulungagung, Jawa Timur. Setelah itu, mereka kembali lagi ke Buleleng dan menempati rumah kontrakan. Setahun kemudian lahirlah anak pertama mereka yaitu Soekarmini, semenjak itu kemarahan keluarga Bale Agung berangsur mereda.
Kemudian suatu ketika, mereka kembali pindah ke Surabaya. Tepat tanggal 6 Juni 1901, saat matahari terbit dan meletusnya Gunung Kelud, Nyoman Rai Srimben melahirkan anak kedua yaitu Koesno Sosrodihardjo yang kemudian karena sering sakit-sakitan namanya diganti menjadi Soekarno. Karena lahir tepat saat matahari terbit, ia kemudian disebut dengan julukan “Putra Sang Fajar”.
Potret Soekarno bersama Nyoman Rai Srimben (Ibundanya) | Foto: Dede
Itulah cerita singkat yang lumayan padat dari Jro Mangku Made Arsana tentang perjalanan hidup Nyoman Rai Srimben. Ia mengatakan, Nyoman Rai Srimben adalah inspirasi bersatunya nusantara. Mungkin saja lewat kisah perjuangan Ibunya, Soekarno begitu gigih mempersatukan Indonesia yang amat beragam dengan berbagai suku, ras, dan agama.
Dr. I Made Sujaya, S.S., M.Hum. selaku Kaprodi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah UPMI, mengatakan bahwa kisah cinta dari Raden Soekemi dan Nyoman Rai Srimben telah diabadikan dalam sebuah novel berjudul “Stamboel Cinta dari Bali” karya Nurinwa Ki S. Hendrowinoto, yang diterbitkan pertama pada tahun 2020. Dalam novel tersebut diceritakan bagaimana kisah cinta dan perjuangan dari orang tua Ir. Soekarno.
Ada pula novel dengan judul “Jangir Bali” karya Nur Sutan Iskandar yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1946, novelnya memang tidak menceritakan spesifik tentang Nyoman Rai Srimben, nama-nama tokohnya pun berbeda. Namun jalan cerita dan setting novel tersebut begitu mirip dan serupa dengan kisah dari Raden Soekemi dan Nyoman Rai Srimben, yaitu berlatar pulau Bali dan kota Surabaya.
“Jika kalian ingin tahu cerita yang lebih lengkap, bisa baca novel “Stamboel Cinta dari Bali”, novel ini menceritakan kisah cinta dari Raden Soekemi dan Nyoman Rai Srimben. Atau boleh juga baca novel “Jangir Bali”, ceritanya mirip dengan kisah Raden Soekemi dan Nyoman Rai,” ujar Made Sujaya memberitahu seluruh Mahasiswa KKL. [T]
Reporter/Penulis: Dede Putra Wiguna
Editor: Adnyana Ole
BACA artikel lain dari penulisDEDE PUTRA WIGUNA