CAHAYA sore yang keemasan jatuh di sebuah panggung kecil yang ditata dengan sangat artistik. Bambu-bambu dianyam, disambung-disatukan, dan menjelma menjadi semacam seni instalasi yang seolah hendak menyuarakan sesuatu—entah apa. Yang jelas panggung itu diberi nama: Padi.
Sesaat setelah orang-orang duduk di kursi malas yang empuk, melenakan, dan beberapa duduk di kursi plastik, pula lesehan di tikar di depan panggung—dengan suguhan sebotol bir dingin, tentu saja—seorang anak umur 12 tahun, dengan kepercayaan diri yang mengesankan, duduk di hadapan mereka sambil menata gitar di pangkuannya. Tiga orang yang jauh lebih tua darinya mengekor dan bersiap dengan alat musik masing-masing. Anak kecil itu bernama Rason Wardjojo. Ia memulai Sthala Ubud Village Jazz Festival 2024 dengan permainan gitar yang memukau.
Sore itu, Sthala Ubud Village Jazz Festival (UVJF), panggung kebebasan itu, resmi digelar di Sthala A Tribute Portfolio Hotel, Ubud, Gianyar, Jumat (2/8/2024). Dan tak hanya Rason, beberapa musisi jazz Tanah Air dan luar negeri, sebelum dan sesudah acara seremoni, juga menunjukkan kebolehannya di tiga panggung yang telah disiapkan: Panggung Padi, Giri, dan Subak.
Dian Pratiwi saat pentas di panggung Giri UVJF 2024 | Foto: tatkala.co/Jaswanto
Musisi Asal Spanyol, Rodrigo Parejo tampil di panggung Giri UVJF 2024 | Foto: tatkala.co/Jaswanto
Ketiga panggung dengan sekuen konsep yang unik dan asyik itu dirancang dan dialirkan oleh Klick Swantara dan Diana Surya, dua arsitek muda dari Achimetriz, Bali, yang selalu menawarkan suasana baru dalam setiap karyanya.
“Kami sengaja membuat beberapa perbedaan sekuen dari lorong pintu masuk, hingga gerai-gerai yang ada di festival ini. Kami merancangnya agar pengunjung mempunyai pengalaman yang baru saat memasuki arena festival ini dibanding tahun lalu,” ujar Klick Swantara di sela-sela kesibukannya.
Sepertinya panggung-panggung tersebut dibikin bukan hanya atas dasar estetika semata, tapi juga mempertimbangkan fungsi utamanya sebagai singgasana bagi para musisi jazz. Bahkan Klick mengaku merasakan jiwa dan ruhnya berada di salah satu panggung yang ia rancang—sehingga mencipta rasa nyaman dan boleh jadi juga mewakili repertoar yang dibawakan setiap musisi.
Memang, tidak bisa dimungkiri bahwa venue Sthala Ubud Village Jazz Festival (UVJF) 2024 tahun ini sungguh mengesankan. Selain estetika panggung dan beberapa seni instalasi di beberapa sudut, pemandangan sungai dan bunyi-bunyian yang dihasilkannya juga menambah kesejukan mata di sela-sela telinga yang mendengar simfoni jazz.
Uwe Plath saat pentas di panggung Giri UVJF 2024 | Foto: tatkala.co/Jaswanto
Noe Clerc dari Prancis tampil di panggung Subak UVJF 2024 | Foto: tatkala.co/Son
Adien Fazmail Quinteto menutup hari pertama UVJF 2024 di panggung Padi | Foto: tatkala.co/Son
Sthala Ubud Village Jazz Festival 2024 dibuka dengan penuh suka cita. Ada beberapa pidato di atas panggung yang disampaikan Lasta Arimbawa, general manager Sthala A Tribute Portfolio Hotel, yang mengatakan bahwa festival ini sesuai dengan spirit Sthala. Selain itu, dari pagelaran ini Sthala juga mendapat banyak keuntungan tidak langsung.
Heru Djatmiko, perwakilan team UVJF 2024, menegaskan kembali bahwa UVJF tetap mempertahankan idealisme dengan tidak menampilkan genre musik lain. Sedangkan Anom Darsana dan Yuri Mahatma, Co-Founder UVJF, menggandeng Aram Rustamyants dari New Centropezn Quartet untuk menandatangani kerja sama antara UVJF dengan Rostov Festival, Rusia.
Festival jazz yang menampilkan seratus persen musik jazz ini dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Pariwisata Gianyar, I Wayan Gede Sedana Putra, yang kemudian disusul dengan pertunjukan tari kontemporer dari Tanzer Dance Company.
“Kami Dinas Pariwisata Gianyar mendukung penuh Sthala Ubud Village Jazz Festival,” ungkap Sedana Putra.
Penampilan Tanzer Dancer Company di pembukaan UVJF 2024 | Foto: tatkala.co/Son
Sebelum dan setelah acara seremoni tersebut, sebagaimana telah disinggung di atas, para musisi jazz menampilkan beberapa reportoar, di antaranya adalah Rason; Benny Irawan Trio; Uwe Plath Quartet (Jerman) with Dian Pratiwi; New Centropezn with Horns (Rusia); Jazz Centrum; Noe Clerc Trio (Perancis); Rodrigo Pajero Quartet (Spanyol); Andien Fazmail Quinteto.
“Musik jazz, dengan segala keteraturannya, memberikan saya kebebasan dalam mengekspresikan diri,” ucap Dian Pratiwi, penyanyi jazz yang mengisi panggung Giri Sthala Ubud Village Jazz Festival 2024.
Sampai di sini, bacalah kalimat John Fordham dalam Jazz berikut: “Ketika penulis F. Scott Fitzgerald menyatakan datangnya Abad Jazz pada tahun ‘20-an, ia maksudkan kata “jazz” untuk menjabarkan suatu sikap. Anda tidak usah tahu musiknya untuk memahami rasanya ….”
Tentu Fitzgerald menyatakan pendapatnya, sebagaimana dituliskan Seno dalam “Jazz, Parfum, dan Insiden” (2017), dalam konteks pembebasan sebuah sub-kultur dari rasa rendah diri, yakni sub-kultur budak-budak hitam dari Amerika keturunan Afrika.
Panggung Padi UVJF 2024 | Foto: tatkala.co/Son
Namun, yang penting dari pernyataannya itu, tulis Seno lagi—kita tidak usah menjadi ahli musik untuk menyukai jazz. Sehingga, tidak penting jazz itu apa, yang penting kita dengar saja musiknya. Rasa yang ditularkannya. Emosi yang diteriakkannya. Jeritan yang dilengkingkannya. Raungan yang menggemuruh memuntahkan kepahitan.
Itulah uniknya jazz bagi Seno. Ia seperti hiburan, tapi hiburan yang pahit, sendu, mengungkit-ungkit rasa duka. Selalu ada luka dalam jazz, selalu ada keperihan. Seperti selalu lekat rintihan itu—rintihan dari ladang-ladang kapas maupun daerah lampu merah. Dan di Sthala Ubud Village Jazz Festival, kita dapat—meminjam bahasa Seno—“mendengar rasa, dalam bahasa suara”.[T]
Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole