PANDEMI Covid-19 telah banyak mengubah perilaku masyarakat di belahan dunia. Selama hampir tiga tahun orang “mengurung diri” di dalam rumah. Menonton film atau video streaming adalah salah satu cara membunuh kejenuhan.
Ketika pandemi telah usai, muncul hasrat orang untuk mengunjungi lokasi syuting film-film yang ditonton saat Covid-19 mengganas. Ada keinginan untuk napak tilas pada tempat-tempat yang menjadi ikon dalam film.
Keinginan orang untuk melakukan perjalanan wisata ke bekas lokasi syuting film biasa disebut set – jetting. Fenomena berwisata yang khas pasca pendemi ini merupakan perpaduan antara wisata, hiburan, dan budaya.
Sesungguhnya, set – jetting bukanlah fenomena baru dalam wisata napak tilas lokasi syuting film. Selandia Baru banyak dikunjungi wisatawan setelah serial film The Lord of the Rings diproduksi pada tahun 2001 hingga 2003. Banyak orang penasaran ingin mengunjungi lokasi syuting film tersebut.
Film Game of Thrones yang diproduksi sejak tahun 2011 juga telah memantik orang untuk melakukan napak tilas perjalanan ke lokasi syuting. Kroasia sebagai salah satu negara yang menjadi tempat syuting film tersebut mengalami peningkatan kunjungan wisatawan secara drastis.
Bukan hanya negara-negara Barat saja yang dilanda set – jetting. Belakangan negara Asia juga banyak diburu wisatawan lantaran film-film yang menyuguhkan panorama dan budaya menarik. Jepang dan Korea Selatan termasuk negara yang banyak diminati wisatawan setelah film dan drama yang diproduksi banyak ditonton di penjuru dunia.
Indonesia juga tak luput dari fenomena wisata napak tilas film. Beberapa film nasional telah berhasil mengajak para penontonnya untuk berkunjung ke tempat syutingnya. Tercatat film Laskar Pelangi, Denias Senandung di Atas Awan, dan Ada Apa Dengan Cinta yang membuat banyak penonton mengunjungi lokasi syuting. Terakhir yang viral adalah serial film Gadis Kretek.
Motif
Napak tilas wisatawan ke tempat syuting film bukan tanpa alasan. Banyak waktu, tenaga, dan biaya yang harus dikeluarkan wisatawan untuk mengunjungi tempat-tempat yang pernah disaksikan dalam film. Ada tiga alasan atau motif yang mendasarinya.
Pertama, motif kultural. Setelah menyaksikan film, orang ingin mengenal lebih jauh tentang adat, tradisi, dan budaya masyarakat. Film Eat, Pray, Love yang dibintangi artis Julia Roberts mengundang perhatian orang tentang tradisi dan budaya di Bali.
Kedua, set – jetting bertujuan untuk melakukan rekonstruksi historis. Wisatawan ingin menjadi saksi sejarah dari film yang ditontonnya. Film Laskar Pelangi membuat Kepulauan Bangka Belitung menjadi destinasi yang banyak dikunjungi wisatawan.
Pantai Tanjung Tinggi menjadi tempat yang ikonik dalam film Laskar Pelangi. Banyak wisatawan yang ingin menyaksikan secara langsung pantai itu. Ada pula replika Sekolah Laskar Pelangi yang menjadi lokasi syuting. Sekolah Dasar Muhammadiyah ini menjadi saksi sejarah film yang laris manis di pasaran ini.
Rekonstruksi historis juga dilakukan oleh wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat syuting serial film Gadis Kretek. Pabrik Gula Tasik Madu di Karanganyar serta Museum Kretek di Kudus, Jawa Tengah dapat menjadi rekonstruksi sejarah bagi wisatawan setelah menonton film Gadis Kretek.
Ketiga, motif rekonstruksi imajinasi. Setelah menonton satu film, orang ingin menjadi bagian dari isi cerita film itu. Mengunjungi lokasi syuting adalah salah satu cara orang untuk berimajinasi tentang sosok pemain dan alur ceritanya.
Menyusuri jalanan di Kota Gede Yogya, menikmati debur ombak di pantai Parangtritis, atau berfoto bersama kekasih di Candi Ratu Boko akan mewujudkan imajinasi wisatawan setelah menonton film Ada Apa Dengan Cinta -2.
Rekonstruksi imajinasi juga banyak dilakukan oleh wisatawan yang mengunjungi Jepang maupun Korea Selatan. Wisatawan bukan hanya menikmati pemandangan maupun kuliner, namun juga berbusana selayaknya para artis dalam film yang ditontonnya.
Dampak
Set – jetting diharapkan dapat menjadi tren baru berwisata,sehingga akan menambah diversifikasi produk wisata di Indonesia. Terlepas dari film apa pun yang diproduksi dan ditonton, set – jetting akan membawa dampak.
Secara positif, wisata napak tilas lokasi syuting akan memacu produktivitas film nasional. Tentu saja ini akan menjadi angin segar bagi para sineas dan pekerja film. Lapangan kerja di sektor industri kreatif perfilman akan semakin terbuka.
Napak tilas film juga akan mengangkat potensi seni, adat, tradisi, dan budaya daerah. Diharapkan akan lahir film-film yang mengangkat tema budaya, alam, maupun sejarah Indonesia. Dengan demikian, film bukan hanya menghibur, namun juga memiliki nilai edukasi.
Dampak positif lain tentu saja set – jetting akan menghasilkan cuan bagi sektor pariwisata di daerah. Ketika suatu daerah menjadi lokasi syuting film yang sukses di pasaran, maka diharapkan akan mendongkrak industri kreatif di daerah. Kunjungan wisatawan akan berdampak ekonomis bagi para pelaku wisata di daerah.
Meski demikian, dampak negatif set – jetting patut diwaspadai. Salah satunya adalah tekanan terhadap lingkungan. Ketika banyak wisatawan yang datang ke suatu desa misalnya, akan berdampak pada kerusakan ekosistem maupun pencemaran lingkungan.
Kasus kerusakan lingkungan akibat set – jetting terjadi di Thailand. Pantai Maya Bay sebagai lokasi syuting film The Beach yang dibintangi Leonardo DiCaprio ramai dikunjungi wisatawan. Terjadi kerusakan terumbu karang di pantai itu. Pemerintah Thailand lantas menutup pantai tersebut selama tiga tahun untuk melakukan konservasi.
Oleh sebab itu, penting dipikirkan langkah antisipasi terhadap dampak negatif tekanan lingkungan. Jangankan film yang sukses, sesuatu yang viral di media sosial pun berpotensi diserbu pengunjung. Rumah Abah Jajang di Cianjur, Jawa Barat yang viral beberapa waktu lalu, kondisi lingkungannya sempat rusak akibat banyak pengunjung yang datang.
Netizen kadang memang serba boleh apa saja.[T]
BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU