Situs Gunung Kawi dalam Sepotong Film

MANYAKSIKAN film adalah salah satu ritual yang bisa dilakukan guna menghilangkan beban yang bersarang di pikiran. Namun pernahkan Anda, ketika menonton film, malah menambah beban fikiran?

Ya, ada satu film yang siapapun yang menontonnya akan merasa kebingungan dengan alur cerita, namun kebingungan itu justru menimbulkan rasa penasaran yang tinggi, sehingga akan memicu rasa ingin tahu yang lebih dalam, sampai akhirnya menonton film itu hingga akhir. Lalu, merasa lega.

Waktu itu, Jumat, 21 Juni 2024, bertempat di kedai kopi deKakiang, Singaraja. Kedai kopi yang menjadi tempat nokrongnya anak muda kota Singaraja itu berubah menjadi bioskop outdor. saat matahari sudah tertidur.

Beberapa orang tengah asik memandangi sebuah layar putih yang memantulkan tayangan film yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XV bekerjasama dengan Komunitas Singaraja Menonton. Ditemani kopi dan beberapa camilan, sejumlah anak muda tampak begitu asyik menyaksikan film yang sedang diputar. Ada tiga film yang diputar saat itu. Dari ketiga film yang ditayangkan itu, ada satu film yang paling membuat saya tertarik, yaitu film dengan judul Puja Maha Kawi

Film Puja Maha Kawi | Foto : Kardian

Film yang disutradarai Ida Ayu Wayan Arya Satyani dengan penulis cerita Mas Ruscita Dewi bersama Cok Sawitri itu menampilkan gaya puitis dan mengundang rasa penasaran, detik demi detik. Film itu menampilkan kisah tentang sebuah situs sejarah yang ada di Pulau Dewata, yaitu Situs Gunung Kawi yang berlokasi di Banjar Panaka, Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.

Pada awal film ditampilkan sebuah adegan seorang penari topeng yang berjalan menyusuri sawah. Terdengar suara yang mengatakan “air” berulang kali. Tentu karena di area situs Gunung Kawi memang terdapat aliran sungai Tukad Pakerisan. Opening dari film ini sepertinya membawa penonton ke dimensi film horor. Namun, ternata tidak.

Film Puja Maha kawi dibuat dengan tujuan sebagai pemantik dalam memperkenalkan salah satu situs kebudayaan yang terdapat di Bali. Pada film itu juga disebutkan tentang sejarah Raja Udayana berserta kedua putranya yaitu raja Marakata dan Anak Wungsu.

Menurut I Gede Agung Gede Artanegara dari BPK Wilaah XV, film ini mengisahkan tentang anak dari Udayana Warmadewa, yaitu Airlangga yang menjadi raja di Kerajaan Kahuripan yang terletak di Jawa Timur.

“Sebenarnya di film ini banyak terdapat simbol-simbol, salah satunya adalah mengisahkan tentang Raja Udayana yang menjadi raja di Jawa Timur,” katanya.

Dalam film itu, ada suara yang mengatakan anakku melompat di atas air dan tak pernah kembali. Selain itu, juga dalam film ada nyanyian sanghyang, serta tari.

Artanegara yang menjadi Kapokja Pencatatan dan Pendokumentasian BPK Wilayah XV itu mengatakan, film itu digarap pada saat situasi orang-orang mulutnya tertutup rapat oleh masker karena virus korona. Film itu digarap hanya satu bulan lebih dengan pengambilan angel gambar yang cukup memukau bagi orang-orang yang menikmati dunia videografi. 

Sebagai orang yang awam dalam dunia perfilman siapa pun hana akan bisa terdiam dan termenung saat menikmati jalan ceritanya. Apalagi film ini bergaya puitis sehingga perlu berfikir keras untuk bisa memahami jalan ceritanya.

Dari film ini kita bisa mengingat pelajaran sejarah di masa sekolah dulu, mengenai kerajaan yang dipimpin oleh Udayana dan anaknya yaitu Airlangga. Orang awam yang menonton film Puja Maha Kawi pasti akan otomatis jari-jari tangannya searching di google. Film ini sangat cocok sebagai pemantik mencari ilmu pengetahuan baru. [T]

Reporter: Gede Agus Eka Pratama
Penulis: Gede Agus Eka Pratama
Editor: Adnyana Ole

Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.