30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Made (2022): Film Konvensional yang Mengabaikan Nalar-Logika

JaswantobyJaswanto
January 20, 2024
inUlas Film
Made (2022): Film Konvensional yang Mengabaikan Nalar-Logika

Tangkapan layar film Made

SEPERTI tipikal film atau sinetron kita pada umumnya, sisi penceritaan (naratif) adalah aspek terlemah dari segala hal. Banyak cerita film yang rasanya janggal dan tak bisa diterima akal sehat. Padahal, naratif adalah—sebagaimana ditulis Himawan Pratista dalam Memahami Film (2017)—suatu rangkaian peristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terikat oleh logika sebab-akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu.

Sebuah kejadian, tulis Pratista, tidak bisa terjadi begitu saja tanpa ada alasan yag jelas. Segala hal yang terjadi pasti disebabkan oleh sesuatu dan terikat satu sama lain oleh hukum kausalitas. Dalam sebuah film cerita, setiap kejadian pasti disebabkan oleh kejadian sebelumnya.

Namun, pada kenyataannya, masih banyak sutradara film di Indonesia yang cuek atau mengabaikan nalar dan logika tersebut, tak terkecuali film pendek berjudul Made (2022) garapan Agus Primarta, salah satu filmmaker Buleleng yang masuk dalam kategori produktif dalam menghasilkan film pendek.

Made diputar dalam acara Pemutaran dan Diskusi Film bertajuk Prim Art Edition yang diselenggarakan Komunitas Singaraja Menonton di Kedai Kopi Dekakiang, Singaraja, Jumat malam, 19 Januari 2024. Malam itu diputar karya-karya sutradaraAgus Primarta, selain Made, juga film Tirta, Sesal (2021); Nyambutin (2021); dan Seni di Tengah Pandemi (2021)

Made memuat kisah yang sebenarnya sudah banyak dieksplor—untuk tidak mengatakan klise—oleh pelaku film di Tanah Air: kemiskinan. Cerita digerakkan oleh seorang anak bernama Made yang meminta ibunya supaya dibelikan smartphone. Ibu Made hanya seorang penjual canang—sepertinya ia janda sebab dari awal sampai akhir film tak tampak sosok lelaki paruh baya di rumahnya.

Singkat cerita, seperti yang sudah kita duga, Made tak mendapatkan apa yang ia minta. Sebagai penjual canang, ibunya mengaku tak punya cukup uang untuk membeli benda ajaib dan melenakan itu. Jangankan membeli smartphone, sekadar sekilo beras saja rasanya berat untuk didapat—sebuah gambaran kemiskinan yang berulang-ulang.

Untuk meyakinkan penonton bahwa mereka benar-benar keluarga miskin, sang sutradara menampilkan adegan-adegan berikut: 1) Made membuat mobil mainan dari botol minuman bekas dengan roda potongan karet sendal; 2) Made melihat semua temannya memiliki smartphone; 3) Ibu Made tak mendapati beras di dalam gentong yang terbuat dari tanah; dan 3) Made yang hanya makan nasi jagung setengah centong. Saya pikir, di zaman seperti sekarang ini, gambaran tersebut terlalu berlebihan.

Sampai di sini, di mana letak sutradara mengabaikan nalar-logika dalam konteks menghadirkan realitas cerita? Letaknya ada dalam karakter bernama Made. Gambaran Made dalam film ini bagi saya agak mengada-ada, jauh dari realitas latar-tempat cerita: Bali.

Dalam film ini Made digambarkan sebagai sosok anak kecil yang kreatif, ceria, dan memiliki kebijaksanaan layaknya orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Pada saat ibunya mengatakan tak dapat memenuhi keinginannya, alih-alih menangis sambil marah-marah layaknya anak kecil pada umumnya, Made memilih bergumam: “Pokoknya Made mau hp!”, lalu berlari keluar sembari menjambret karung.

Untuk apa? Untuk wadah botol bekas yang ia pungkut di pinggir jalan, di tempat sampah, dan di mana-mana. Selama saya tinggal di Bali, setidaknya di sekitar tempat tinggal atau tempat yang biasa saya kunjungi, nyaris tidak pernah mendapati anak seumuran Made menjadi pemulung. Ini yang saya sebut “jauh dari realitas latar-tempat cerita”.

Lantas, darimana insprirasi atau referensi sang sutradara dalam menghadirkan gambaran tersebut? Dugaan saya, itu didapat dari sinetron atau kebanyakan film yang berlatar kehidupan Jakarta atau kota besar lainnya.   

Tak sampai di situ, pada akhir cerita, setelah memecah celengan kendinya dan ditambah uang hasil penjualan botol yang ia kumpulkan, alih-alih membelikan apa yang ia inginkan, yaitu smartphone, Made memilih pulang dengan sekarung beras di gendongannya. Bertelanjang kaki ia melangkah di trotoar dengan senyum penuh kebanggaan.

Bayangkan, bukankah Made adalah anak impian para orang tua? Tapi apakah di dunia realitas ada anak yang memiliki karakter seperti Made? Mungkin saja ada, meski jumlahnya tak lebih banyak dari jari tangan manusia: langka.

Apa yang menggerakkan Made memilih membeli beras? Apakah cukup hanya sekadar pengetahuan bahwa di rumahnya tak ada beras? Jika iya, apakah benar anak kecil seumuran Made sudah memiliki kesadaran akan skala prioritas, bahwa beras lebih penting daripada smartphone?

Atau barangkali, anak ingusan ini memilih membeli beras bukan karena kesadaran atau kebijaksanaan, tapi mengetahui kenyataan bahwa uang yang dibawanya tak cukup banyak untuk menebus seketeng smartphone yang murah sekali pun. Mungkin saja.

Dalam Made, menurut saya, sutradara terlalu memaksa cerita supaya plotnya berjalan seperti yang dikehendakinya sampai ia lupa untuk mempertimbangkan nalar dan logika. Sebab, dalam bayangan saya, Made adalah anak kecil pada umumnya, yang abai dan terlalu rumit untuk terlibat dalam persoalan orang dewasa.

Gambaran Made dalam film Made tentu jauh berbeda dengan sosok anak kecil bernama Boni dalam film Boni (2023) karya Amrita Dharma dan Gedi Nadi. Dalam film tersebut, tak tampak ego sutradara untuk menciptakan gambaran anak kecil yang cerdas, kritis, penuh ilmu pengetahuan, banyak menyampaikan pesan moral kepada orang yang lebih tua, atau menggugat banyak hal.

Dalam kisahnya, Boni tetap anak kecil yang polos, lugu, dan penuh imajinasi, seperti ditampilkan di akhir film, dengan polos Boni menebar buah boni di pematang sawah dan berkata, “Jadi boni! Jadi boni!” sambil mengibas-ngibaskan ranting pohon seolah itu tongkat sihir Tinkerbell yang mungkin pernah ia tonton. Itulah anak kecil—dan saya menyukainya.

Tetapi Made merupakan film konvensional. Yang harus memiliki pesan moral, petuah bijak, dan nilai-nilai luhur lainnya. Tampaknya, sejauh ini, Agus Primarta memang masih senang bermain-main di ranah konvensional. Lihatlah, tak hanya Made, tapi juga Sesal (2021); Nyambutin (2021); dan Seni di Tengah Pandemi (2021). Pesan moral bertebaran di sana.

Namun, terlepas dari itu semua, Bli Gus sebenarnya adalah filmmaker potensial di Buleleng—bahkan Bali. Sebagai seorang sutradara yang berangkat dari hobi, bukan dari institusi film, dari segi ide cerita dia sudah lumayan. Sedangkan dari sisi sinematografi, karya-karya yang telah ia produksi cukup rapi jika dibandingkan dengan karya filmmaker pemula lainnya. Hanya saja, sebagaimana telah disampaikan beberapa penonton di deKakiang semalam, ke depan, Bli Gus harus mulai mengeksplorasi cerita dengan model lain selain yang sudah konvensional.

Akhirnya, film Made bisa sangat bagus kalau saja Bli Gus, sebagai sutradara, tidak terburu-buru dalam mengeksekusinya. Maksudnya, naskah skenario harus dituntaskan dulu di atas meja. Skenario perlu pengendapan, perlu direnungkan, perlu didiskusikan. Saya yakin, seandainya saja naskah itu dibedah terlebih dahulu bersama orang yang tepat sebelum dieksekusi, Made akan menjadi film pendek yang padat-berisi.

Bagaimanapun, film bukan produk yang penting jadi, tapi proses penggalian, eksperimen, percobaan, penciptaan yang terus-menerus yang dilakukan seorang sutradara, hingga menghasilkan sebuah karya yang bisa dikatakan sebagai “masterpiece”. Bukan begitu, Bli Gus?[T]

  • BACA artikel ULAS FILM lain tatkala.co
Ma Gueule : Arabphobia dan Trauma Kolektif Jangka Panjang
Menyangsikan Dutar & Papaya Sebagai Sinematik Eksperimental Nonkonvensional: Bukti Kita Butuh Pembacaan Ulang
Acung Memilih Bersuara (2023): Diskriminasi Etnis Tionghoa dan Skenario di Balik ‘65
“Clekontong Mas The Movie: Nyi Rimbit”: Ini Benar Film, Bukan Bondres di Layar Lebar
Tags: filmfilm pendekUlasan Film
Previous Post

Puisi-puisi Irman Hermawan | Bunga yang Ditanam Tanganmu

Next Post

Invisible City, Penghuni Kota yang Tidak Terlihat

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Invisible City, Penghuni Kota yang Tidak Terlihat

Invisible City, Penghuni Kota yang Tidak Terlihat

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co