KERTA GHOSA: AKSARA YANG TERJAGA
Mengalirlah para roh dalam bentangan lautan sunyi
mengitari pohon pohon tua berbuah keris
menyusuri jembatan di atas sungai
yang mengering dengan api membakar sukma
nyanyian sendu para dewa menyiasati kesejatian
menjelmakan ketulusan dalam mimpi mimpi abadi
kejernihan nurani melepas aksara sukma
mengasah rindu lautan surgawi
telaga aksara berbunga bunga kasih
dalam lantunan kurban pemujaan
langit jadi hening menatap deretan lukisan tua di dinding
lekuk matanya menyimpan rahasia ilahi yang dalam
senjata penuh di tangan memutar dalam tarian
bintang bintang berguguran menyiram semesta
mengiringi gemuruh nyanyian di bumi
saat terjaga mimpi mimpi kehilangan bentuk
laut terdampar tanpa gelombang
gemuruh hanya angin berlabuh
mengusap dinding
lukisan tua berdebu
09 – 2013
PEREMPATAN KLUNGKUNG
MENJELANG NYEPI
Ada yang menunggu dalam kesunyian
angin gunung merembes pelan
gerimis menyiram semesta
menuang laut bergelora
menjadi hening
menyinar keteduhan
perempatan Klungkung awal peradaban
berbenah menggali kesunyian
dari dasar samudera menuju puncak semesta
dalam kebisuan cahaya
bulan padam matahari diam
laut benua tenggelam
di bawah pusaran abadi
dalam perahu tanpa kemudi
cahaya meredup
menimang segala yang hidup
dalam denyut nurani di persilangan bumi
yang selalu mengusik hati insani
09 – 2013
DI PELABUHAN KUSAMBA
Sunyi menerawang jauh di kebiruan langit
melepas gelisah burung burung
merapatkannya pada pasir pesisir
senyum rindu terkubur bilah bilah batu
melukis bulan bisu
daun daun layu
gemuruh berseteru
hati membatu
ketika pancaran senja tiba
gelombang menyisakan air mata
untaian kata kata
ketulusan tiada makna
angin berembus meratakan pasir terserak
perahu perahu tertambat kesunyian merambat
mengubur dinding dinding batu
dalam kesunyian menderu
9–2013
PESAN TERAKHIR
Pelita itu menggeliat tertiup angin
mengekalkan luka lama
dan nafas yang tertahan
tatapan sunyi kata tak terucap
hanya kerlip mata
memberi isyarat
ruangan ini dingin dan sepi
langit langit kamar yang mengurung
benderang bulan terkubur
pintu malam membaur
membuka semesta berbagi
isak nafas dan air mata
jerit panjang terlepas
hampa harapan
hanyalah kenangan yang hilang
angin malam mengalir pelan
semua kenangan telah kembali
sunyi telah menjadi miliknya
12112020
LUKISAN TUA
Pelabuhan ini masih menyimpan impian
sungai kecil yang mengalirinya
batu batu menahan rindu
riak kecil terlelap
membasuh ingatan
bayangan masa silam
langit biru mengurung
lukisan cahaya wajah terluka
terserak di pasir pesisir
angin bisu mengusap hati berdebu
nyanyian kalbu menerawang beku
luka kata mengubur rindu
melepas kesetiaan
untuk berbagi
141120
NYANYIAN LUKA
Dingin semesta melukis cahaya bulan
saat gelisah makin berdenyut
membasuh keheningan
melepas kesetiaan
mimpi mimpiku hanyalah laut beku
nyanyian rindu
mengelus sendu
dan luka menembus kalbu
jiwa ini kering mengalir bersama kerinduan
impian dan kenangan hanyalah kehampaan
tersimpan dalam kebisuan
langit masih menyisakan bayangan
kerinduan mengalir menjemput bintang bintang
melukis semua luka dalam jiwa
15112020
NYANYIAN YANG HILANG
Nyanyian ini berkali kali telah kudendangkan
waktu telah menguburnya jauh
hati ini selalu bergetar
melukis ketulusan
ataukah kita lupa mengenangnya
kesetiaan yang selalu bersama
Jiwa ini dingin dan sepi
mengalir bersama derai ombak
dan guguran daun daun
bayang bayang mengambang perlahan
gemuruh berlabuh
dalam perjalanan hari hariku
bulan dan bintang terlepas
langit terlelap
kata tak terucap
perjalanan ini tak akan kembali
rinduku beku tertutup waktu
gerimis bisu luka membatu
kita tak sanggup berbagi
15112020
LUKISAN
Nama itu selalu terlukis di jiwa
berbagi tentang masa lalu yang hilang
kesunyian ini terpahat penuh kenangan
dalam kebekuan yang dalam
cinta mengalir bersama harapan
kesetiaan yang tak mesti kita ragukan
gerimis yang luruh
pepohon yang rapuh
laut akan selalu menjemput
kita selalu mengenangnya sendiri
jejak langkah yang terdiam
menutup masa silam
gerimis senja menulis segala kenangan
dalam hening lautan menyimpan kelelahan
kerinduan ini dingin
tersimpan di dasar hati
16112020
SAJAK ULANG TAHUN
Angin senja melepas keheningan
ketika senyuman menghias lampu taman
menutup malam dalam mimpi kesunyian
ataukah perjalanan ini akan berhenti
ketika kelelahan berganti
Cahaya yang kutiup mengingatkan sisa waktu
musim musim yang mengikuti langkahku
memahatkan kebekuan yang dalam
kerinduan berlabuh ke muara
Perahu yang terdampar terhenyak dalam kebisuan
air laut menahan dingin cahaya bulan
menutup jauh tatapan diantara riuh canda
nyanyian yang mengantar gelisahku
Mimpiku hanyalah kesunyian terluka
getar kata yang menyulut bintang bintang
ataukah perjalanan yang melelahkan
selalu berpulang mengikuti arus waktu
Catatan yang terpahat penuh warna
cahaya bulan dan gerimis tertahan
kuabadikan dalam irama hati
sebelum letih melelapkan luka semesta
161120
- Catatan: Sajak-sajak yang dimuat ini diambil dari buku Luka Purnama, 2020
TENTANG PENYAIR:
IDA BAGUS GDE PARWITA dilahirkan di Desa Tihingan, Klungkung, 19 November 1960. Mengabdi sebagai guru ASN (aparatur sipil negara) di SMP-PGRI dan SMA Pariwisata PGRI Klungkung. Kini menjabat Kepala SMA Pariwisata PGRI Dawan, Klungkung. Pada November 2020 memasuki masa pensiun sebagai ASN.
Parwita mengawali menulis puisi dan esai budaya berbahasa Indonesia pada tahun 1980. Karya-karyanya dimuat di koran Bali Post, Nusa Tenggara, Karya Bhakti, dan Berita Buana. Sajak-sajaknya dimuat dalam sejumlah antologi bersama penyair lain, antara lain, Pintu Ilalang, Spektrum, Teh Ginseng, Puisi Indonesia 87, Antologi Puisi Indonesia (API) 1997, Nuansa Tata Warna Batin, serta Klungkung: Tanah Tua Tanah Cinta. Parwita juga menulis dalam bahasa Bali.
Tulisan-tulisannya dalam bahasa Bali dimuat di koran Nusa Tenggara. Tahun 1983, satwa (cerita bersambung) yang ditulisnya yang berjudul “Sutasoma” dimuat di mingguan Prima serta berlanjut belakangan dimuat di majalah Burat Wangi, Canang Sari dan Bali Orti. Sajak-sajak Bali modern karya IBG Parwita dimuat dalam antologi Pupute tan Sida Puput (2001). Antologi sajak Bali modern karya Parwita terbit dengan judul Wayang dan mengantarkannya meraih penghargaan Widya Pataka dari Pemerintah Provinsi Bali tahun 2009.
IBG Parwita pernah meraih juara I penulis esai berbahasa Bali se-Bali di Balai Bahasa Denpasar tahun 2001, juara III penulis tembang Puputan Klungkung tahun 2001, juara I penulis tembang Puputan Klungkung tahun 2002. Pada tahun 2005, bersama penyair I Wayan Suartha, diundang membacakan sajak-sajaknya dalam Ubud Writers and Readers Festival. Tahun 2020, buku puisi tunggalnya terbit dengan judul Luka Purnama.
Kini tinggal di Desa Tihingan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. [T]