Suasana pagi masih sepi, belum begitu banyak aktivitas. Warga yang akan pergi ke kantor atau bekerja belum keluar rumah. Belum jam kerja.
Tapi berbeda dengan tim penata taman dan pembersih jalanan. Jam 06.00 mereka sudah mulai melaksanakan tugas dan menunaikan tanggungjawab. Seakan tak peduli jalanan perlahan mulai ramai, mereka tetap fokus mengayuh sapu dan menata taman.
Salah satu di antara mereka ada Pak Regen. Nama lengkapnya Nyoman Raga, berasal dari desa Poh Bergong, Buleleng. Saya menemuinya di area Jalan Udayana, Singaraja, sedang bekerja menata taman. Ia lakukan itu biasanya dari pagi hingga matahari menyengat panas di kala siang.
Konsentrasinya saat menyapu dan menata taman tidak pernah buyar, misalnya oleh bising kendaraan yang melintas pada saat-saat jam kerja dimulai. Pak Regen terus membersihkan taman dari guguran dedaunan dan sesekali melakukan pemangkasan pada pohon pohon penghias.
Pak Regen adalah salah satu petugas pertamanan yang dikordinir Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng. Sudah sekitar lima tahun ia menekuni pekerjaan itu, dan tampaknya ia tak pernah lelah.
Dahulunya petugas penata taman berada di bawah koordinasi Dinas Perkimta. Tetapi sekarang sudah berpindah ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Rutinitas Pak Regen dimulai dari pukul 07.00 sampai 10.00.
Biasanya ia beranjak dari rumahnya pagi-pagi sekali, dan sekitar 30 menit sudah tiba di perkotaan Singaraja. Aktivitas Pak Regen berakhir biasanya 11.00 wita. “Kami memang banyak orang tapi dibagi-bagi tugasnya, disebar di beberapa titik,” katanya.
Pak Regen bertanggungjawab menata kebun di Jalan Udayana. Sapu, karung, gunting rumput dan cangkul menjadi perlengkapan yang wajib ia bawa saat bekerja. Perlengkapan ini ia peroleh dari Dinas Lingkungan Hidup. Tentang upah, Pak Regen tak pernah berhitung. “Cukup tak cukup harus cukup,” katanya.
Usai bekerja menata taman, Pak Regen ternyata tak langsung istirahat. Ia juga kerap mengambil pekerjaan yang lain, seperti dipanggil untuk memangkas dan menata taman di rumah tetangga.
“Sebelum pandemi ini saya biasanya menjemput anak sekolah, tapi kini anak belajar dari rumah, sehingga bisa mengambil pekerjaan lain,” katanya.
Soal cukup tak cukup, Pak Regen tetap harus berusaha. Jika honor sudah habis, padahal belum sebulan, ia biasanya terpaksa berhutang. Karena memang ada kalanya ia tidak bisa menikmati penuh gajinya. Itu terjadi ketika sakit atau ada kebutuhan mendesak.
Pak Regen sangat berharap honornya bisa dinaikkan agar bisa mencukupi kebutuhannya. “Saya juga berharap dan memohon pada masyarakat tidak membuang sampah sembarangan dan tidak menginjak taman atau mencuri tanaman di taman. Kita harus bergandengan tangan menjaga kebersihan di berbagai lokasi dan mempercantik wajah kota,” katanya. [T[
BACA JUGA: