5 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Khas
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]

Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

tatkala by tatkala
January 22, 2021
in Khas

“Uba ngamah ko?

Da liu ngamah duren payu kebus basangmene

Baang malu ibapa ngamah maluanan

Awae durian dang.”


Jika mendengar kalimat dengan bahasa seperti itu di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, jangan berpikir macam-macam.

Dalam Bahasa Indonesia, kalimat itu bisa diterjemahkan menjadi:


“Sudah makan kamu?

Jangan banyak makan durian nanti panas perutmu

Biarkan dulu bapak makan duluan

Kita belakangan saja.”


Ada kata ngamah dalam kalimat itu yang artinya makan. Ngamah, di desa-desa lain di Bali biasa dianggap kata kasar, bahkan kata ngamah biasanya untuk penyebutan “makan” pada hewan.

Di Desa Pedawa, ngamah adalah kata biasa, Bahasa sehari-hari.   

“Desa Pedawa kata ngamah merupakan bahasa sehari-hari orang Pedawa. Itu memang bahasa kami di sini. Dan itu sudah biasa. Tidak kasar bagi kami. Tapi jika kepada orang lain yang bukan orang Pedawa, kami tidak mengucapkan kata ngamah,” kata  Tetua Desa Pedawa Wayan Sukrata.

Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]

Fakta lain, bahasa di desa Pedawa tidak mengenal tingkatan bahasa seperti bahasa di desa lain di Bali. Di Pedawa hanya ada satu macam bahasa. Dalam pergaulan sesama warga Pedawa mereka biasa menggunakan Bahasa Pedawa. Tapi jika berbicara dengan orang luar Pedawa, mereka biasa juga menggunakan Bahasa Bali atau Bahasa Indonesia.

Yang lain, sebuah kata yang berakhiran huruf A tetap dibaca A. Misalnya kata “ada” tetap dibaca “ada”. Tidak seperti di sebagian besar desa di Bali, kata A biasa dibaca E. Misalnya kata “ada” dibaca “ade”.

  • Ara ada. Ara = tidak. Ara ada — Tidak ada. Di Pedawa kalimat itu sering diucapkan warga dan sangat familiar. Nah, kalimat itu tetap diucapkan dengan bunyi A di belakang. “Ara ada”. Bukan “are ade”, bukan pula “ara ade”.

Terdapat pula sejumlah ungkapan spontan untuk menyatakan perasaan. Jika di desa-desa lain di Bali biasa terdengar ungkapan seru, semisal mimih, peh, beh, dan sejenisnya, di Pedawa ada ungkapan amat terkenal, antara lain Adu ba iii dan Aisti baa.

  • Adu ba iii = ungkapan kekaguman. Misalnya, adu ba iii, enak sekali kopinya.
  • Aisti baa = kata biasanya diungkapkan secara spontan ketika si penutur merasa sedih atau prihatin atau menyesal. Contoh: Aiisti kalaina ba panakne — Kasian,ditinggal anaknya.

Terdapat kata-kata tertentu untuk menyebut kata ganti orang, semisal saya dan kamu, yang berbeda dengan kata-kata sejenis di desa lain di Bali.

  • Aku = saya. Kata ini biasa digunakan untuk berbicara dengan teman sejawat. Contoh: Aku ara nawang — Saya tidak tahu.
  • Ko = kamu. Ko uli jaa? — Kamu dari mana?.
  • Kaka = kakak. Kaka merupakan bentuk penghormatan kepada seorang kakak. Kaka Paluk — Kakak ipar baru nikah
  • Nira = kata yang biasa digunakan untuk menyebut diri kepada orang yang lebih tua. Tabek malu nira babuanan. Maaf dulu,saya di atas (tempat).
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]

Sesungguhnya banyak juga kata-kata dalam Bahasa Pedawa yang sama atau mirip dengan kata-kata yang digunakan di desa lain. Namun, ketika warga dari Pedawa mengatakan kata-kata itu terdengar seakan-akan berbeda. Selain dipengaruhi logat atau dialek, kemungkinan kata-kata itu “terdengar berbeda” karena pada saat diucapkan dalam rangkaian kalimat yang di dalamnya juga berisi kata-kata khas Pedawa.

  • Apik = bersih dan rapi. Ani muani laja apik — Yang laki ternyata rapi sekali.
  • Berek = bau. Adi berek laja bone — Kok menyengat sekali baunya.
  • Dot = ingin. Dot kunya do — Ingin juga sih.
  • Gubane = penampilan. Gubane mesib bapane — Penampilannya mirip bapaknya
  • Inem = minum. Inem malu kupine — Minum dulu kopinya
  • Kado = percuma, rugi. Kado masi aku arada ya — Rugi juga aku tanpa dia
  • Kal = mau. Kal melali maku — Mau main ke sana
  • Kanti = sampai. Kanti peteng unden teka — Sampai malam belum datang
  • Kedeng = tarik. Mai kedeng awae — Ayok kita tarik
  • Likad = jalan yang rusak/sulit. Melaang nak likad wayane — Waspada karena jalannya rusak/sulit
  • Kual = nakal. Da kual ani — Jangan nakal ya
  • Kutanga = dibuang. Uba ba ibi kutanga — Sudah kemarin dibuang
  • Madak = semoga. Madak pang enggal seger — Semoga cepat sehat
  • Ngewalek = mengejek. Amen tepuk pasti ngewalek ya. — Kalo ketemu pasti mengejek dia.
  • Ngulungang = menjatuhkan. Nyen ngulungang aba abaan ditu. — Siapa yang menjatuhkan. barang di sana.
  • Nyilem = menyelam. Ditu dalem gati, melaang nyilem. Di sana dalam, hati hati menyelam
  • Nyuang = mengambil. Nyuang yeh. — Ngambil air.
  • Sander = disambar petir. Tivingkune sander kilap. – TV-ku disambar petir.
  • Sangkol = menggendong. Anak nu kicak aradadi sangkol anak len. — Anak bayi tidak boleh digendong orang lain)
  • Sema =  kuburan. Kaliengken ke sema. — Jam berapa ke kuburan
  • Da = jangan. Da jail — Jangan jahil
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]

Desa Pedawa memang memiliki banyak kosa-kata yang msih dijadikan Bahasa tutur dan Bahasa pergaulan hingga kini, khususnya di Desa Pedawa, atau sesama warga Pedawa. Banyak kata-kata yang sungguh-sungguh khas, unik, dan benar-benar digunkan di Pedawa. Ada juga yang mirip-mirip dengan desa Bali Aga lain di sekitarnya, seperti Sidatapa dan Tigawasa, juga mirip dengan kata di desa lain.

Inilah kata-kata lain lagi yang masih tetap digunakan dengan di Desa Pedawa.

  • Alanganga = dihabiskan. Da te alanganga jajane — Jangan ya dihabiskan jajannya.
  • Ames = lahap. Ames gati laja ko — Lahap juga kamu.
  • Ayang = mengajak. Mai dang ayang — Ajak ke sini saja.
  • Babuan = di atas. Babuan malu jang – Di atas dulu taruh.
  • Binlatasan = sebentar lagi. Binlantasan kal uliang — Sebentar aku kembalikan.
  • Carah = seperti. Ko carah tamiu jani — Kamu seperti tamu sekarang
  • Dangla = hambar. Dangla asan yehne — Hambar rasa airnya
  • Ee = iya. Ee ba — Ya dah.
  • Gujat-gujet = terguncang. Gujat gujet kene tampule. — Bergoyang gini tiangnya
  • Ingken = kenapa. Ingken laja — Kenapa memang
  • Jaa = di mana. Jaa jani ko ngoyong. — Dimana sekarang kamu tinggal
  • Kayuan = tempat permandian. Kayuan Desa — Pancuran milik Desa
  • Kicak = kecil. Kicak gati yehe. — Kecil banget airnya
  • Kinto = begitu. Nak mula kinto — Karena memang begitu
  • Kusen = boros. Kusen gati mebelanja. — Boros banget belanja
  • Lem-lem = pucat. Apa notmu adi lemlem kene — Apa yang kamu lihat.kok pucat begini
  • Maku =  ke sana. Apa alihmu maku. — Apa yang kau cari ke sana
  • Mangle =  asam. Mekenyem kula mangle. — Tersenyum tapi masam
  • Mecacad = bertengkar. Nyen mecacad. — Siapa bertengkar
  • Mediman = berciuman. Mediman kula ngipi dang. — Ciuman tapi mimpi saja
  • Megentet = berpegangan tangan. Jani ara dadi megentet imane. — Sekarang tidak boleh berpegangan tangan
  • Meglebug = jatuh. Ja laja meglebug te — Kira kira di mana jatuhnya
  • Mekale = ribut. Cara peken mekalé — Seperti pasar ributnya
  • Mekarep = berpacaran. Nyen ayanga mekarep. — Dengan siapa dia pacaran
  • Mekepres = menggunakan parfum. Uli ibi mekepres nu mebo. — Dari kemarin pake parfum,masih baunya
  • Melemeng = menginap. Dini dang ba melemeng. – Di sini dah nginap
  • Men = terus, ibu. Men engkenang jani?— Terus bagaimana sekarang? Mén Sangkur. —Ibuknya si Sangkur
  • Nang = oleh. Nang nyen. — Oleh siapa
  • Ngalap = memetik. Masan ngalap cengkeh ditu. — Musim memetik cengkeh di sana
  • Ngelamit = tidak membayar pada saat berbelanja. Ara ba aku ngelamit. — Tidaklah aku lupa bayar.
  • Ngunuh = mencari. Ngunuh di umane. — Mencari sisa gabah di sawah.
  • Ngunya = prosesi yang dilakukan sebelum pernikahan antara orang Pedawa, ngunya biasanya dilakukan pada sore hari. Pidan ngunya. — Kapan disahkan.
  • Nyegang = menaruh. Jaa busan nyegang? – Di mana tadi naruhnya?
  • Panteg = tertimpa. Panteg kayu uranga. — Tertimpa kayu katanya
  • Sembe = lampu. Sembe sentir. — Lampu templek
  • Singa = seperti itu/begitu. Kinto singa — Mungkin begitu
  • Suh = suruh. Uba suh ditu nyuang. — Sudah disuruh di sana ambil.
  • Uba = sudah. Uba uli ipuan. — Sudah dari kemarin lusa.
  • Unden = belum. Unden maan maku. — Belum sempat ke sana.
  • Uraang = katakan. Uraang nang bapamu — Katakan sama bapakmu
  • Was = pergi. Da malu was, ngupi malu. — Jangan dulu pergi, ngopi dulu.
  • Waya = jalan. Uranga belig wayane jani. — Katanya licin sekarang jalannya

______

  • *Data dikumpulkan Dian
  • *Contoh-contoh kalimat dibuat oleh Made Saja alias Made Suwsen, pemuda kreatif dari Desa Pedawa
  • *Editor Made Adnyana Ole

CERITA DAN BERITA TERKAIT

____

Yuli Supriandana, anak muda yang penuh gairah melestarikan bangunan tua dengan segala isinya di Desa Pedawa

Pedawa: Desa Tua, Rumah Tua, dan Anak-anak Muda yang Bergairah

______

Seorang warga selfie di depan gapura TPS 8 Desa Pedawa Buleleng

Dekorasi Ala Acara Pernikahan di TPS Desa Pedawa – Usai Nyoblos Bisa Selfie

_____

Mitsuha Abe di Pedawa

“Aku Nau Gati di Pedawa!” kata Mitsuha Abe, Perempuan dari Jepang itu…

_____

Megibung olahan rebung di Desa Pedawa, Buleleng, Bali

Megibung Rebung di Desa Pedawa

tatkala

tatkala

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi diolah dari gambar Google
Cerpen

Bagaimana Surat Pertama Ditulis | Cerpen Rudyard Kipling

by Juli Sastrawan
March 3, 2021
Lukisan Komang Astiari
Cerpen

Ekspresionisme

Senja di bulan Februari. Di teras tak bernyawa, di bawah langit yang selalu memberi warna jingga, seorang wanita mengadu pilu.  ...

October 7, 2018
Ilustrasi diolah dari lukisan IB Pandit Parastu
Cerpen

Caption

Cerpen: Putri Handayani “Cinta tidak datang pada ia yang diam, cinta datang pada ia yang mengejar. Setuju semeton?” Kemudian, jemarinya ...

June 9, 2019
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Desa Sanur, Padang Sanur & Toponimi Bali

Pernahkah mendengar nama desa Sanur dikaitkan-kaitkan dengan kata "nur" (serapan bahasa Arab) yang berarti "cahaya" yang konon menjadi muasal kata ...

September 27, 2020
Foto: Ole
Opini

Benarkah Perempuan Mungil “Tak Laku Jual”? – Tentang Aku dan Tubuh

PEREMPUAN mana sih yang tidak menginginkan tubuh indah dan dipuji banyak orang? Memiliki tubuh indah adalah impian setiap perempuan di ...

February 2, 2018
Anak-anak pengungsi Gunung Agung di Rendang Karangasem saat workshop menulis puisi
Khas

Anak-anak, Puisi, dan Pengungsi

KEPALA sudah rebah lelah di atas bantal sementara guling telah dalam dekapan saat tiba-tiba teringat harus mengabadikan pengalaman hari ini ...

February 6, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ketua Tim Literasi SMAK Harapan, Ni Putu Nuratni, M.Pd. dan Kepala Sekolah SMAK Harapan, Drs. I Gusti Putu Karibawa, M.Pd.
Kilas

Kupetik Puisi di Langit | Buku Puisi dari SMAK Harapan

by tatkala
March 5, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Saṃpradāya Kuno Sampaikah ke Nusantara?*

by Sugi Lanus
March 4, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (157) Dongeng (11) Esai (1422) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (198) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In