Cerpen Putra Setiawan []
Suasana Krematorium Mumbul perlahan mulai sepi ditinggal pelayat. Satu per satu rekan almarhum Inez beranjak pergi meninggalkan petugas krematorium yang tengah mengais abu tulang Inez dari tungku kremasi. Abu mantan primadona lokalisasi di daerah Jangkong Lestari Kuta ini selanjutnya akan dibuang keluarganya di Pantai Nusa Dua.
***
Lokalisasi Jangkong Lestari malam itu semarak seperti biasanya. Puluhan pelacur tampak memenuhi berbagai sudut lokalisasi. Sebagian tampak berdiri di depan kamar menjajakan dirinya lengkap dengan janji “servis” yang akan diberikan. Sebagian lagi tampak duduk di warung kopi bercengkrama dengan pria hidung belang yang datang berkunjung diiringi lantunan house music.
“Hey liat tuh, Si Inez dibooking lagi. Asem, malam ini dia sudah ‘naik’ 5 kali dengan langganan-langganannya. Tajir bener dia,” kata Ivon sambil menghisap rokok kretek kesukaannya. Ivon yang sudah beroperasi di lokalisasi ini selama 5 tahun merasa iri dengan Inez, debutan yang baru bergabung dengan salah satu mami di lokalisasi ini 6 bulan lalu.
“Ah Ivon, kamu bawaannya kok repot and sewot gitu, ya biarin aja, setiap orang kan ada rejekinya masing-masing. Kali aja Si Inez sekarang emang lagi naik daun dan laku,” kata Sofie, pelacur lainnya dengan bijak.
Semenjak beroperasi di lokalisasi Jangkong Lestari, Inez yang berwajah agak indo memang menjadi salah satu primadona di kawasan itu. Dengan tarif 100 ribu rupiah untuk short time, setiap malamnya Inez melayani 5 hingga 10 orang pelanggan. “Yah mumpung aku masih laku dan kuat melayani mereka,”kata Inez kepada Lince rekannya di Jangkong suatu waktu.
Salah satu pelanggan Inez yang paling setia adalah Pak Suryaningrat. Pria berumur 50 tahunan ini dari segi finansial memang berkecukupan. Sebagai salah seorang top manajer di sebuah bank pemerintah bonafid di Bali, Pak Surya tak merasa gengsi berkunjung ke lokalisasi Jangkong Lestari dan telah menjadi pelanggan setia Inez dalam tiga bulan terakhir.
Malam itu seperti biasa Pak Surya datang ke lokalisasi Jangkong Lestari untuk bertemu Inez. Lewat telpon genggam ia telah membooking Inez untuk kencan jam 8 malam. Kepada istrinya ia mengaku mengikuti rapat penting dengan dewan komisaris bank di sebuah hotel berbintang di kawasan Kuta.
“Hai darling, i miss you so much,” kata Pak Surya menggombal sambil memeluk Inez dengan ketat di kamarnya. Ciuman nafsu bertubi-tubi kemudian didaratkan ke wajah cantik Inez dan lehernya yang jenjang.
Meski kurang menyukai pria gendut berkepala botak ini, Inez terpaksa harus rutin melayani Pak Surya setidaknya tiga kali seminggu. Usai menggauli Inez, Pak Surya menyelipkan 2 lembar uang seratus ribuan yang masih kencang ke dalam genggaman tangannya. “ Aku pulang dulu ya, dua hari lagi aku akan datang menemuimu. I love you sexy,” kata Surya dengan genitnya.
Di mata Inez, Pak Surya sebenarnya salah satu pelanggan ideal yang berkantong tebal. Namun belakangan ini Inez mulai khawatir. Pak Surya mulai melibatkan perasaan dalam bisnis yang digelutinya. Tak jarang Pak Surya menyatakan keinginannya untuk menjadikan Inez sebagai istri simpanan. Pak Surya juga sudah sangat terbuka terhadap Inez, termasuk menceritakan berbagai penyimpangan yang dilakukan di bank tempatnya bekerja. Kepada Inez Pak Suryo mengaku telah mengkorup uang bank tempatnya bekerja hingga ratusan juta rupiah.
“Ah Pak Surya bercanda ya, saya cuman seorang pelacur, apa bapak tidak malu,” kata Inez sambil menghisap rokok putihnya dalam-dalam. Malam ini ia berkencan dengan Pak Surya hingga dua ronde. Usai berkencan, Pak Surya kembali menyampaikan keinginannya untuk menikahi Inez. Pak Surya mengatakan sudah sangat mencintai Inez dan tak akan membiarkan Inez terus berada di lembah hitam prostitusi.
“Jadi kamu menolak sayang?” kata Surya dengan mimik wajah serius. Ia merasa kecewa karena niatnya untuk menikahi wanita idamannya tidak kesampaian. “ Iya Pak Surya, saya hargai betul niat baik bapak. Tapi biarlah saya tetap begini saja. Saya sudah cukup menikmatinya,” kata Inez.
Pak Surya melangkah gontai. Tak seperti biasanya malam itu ia meninggalkan lokalisasi Jangkong Lestari dengan lesu. Selama ini keinginanannya terhadap suatu hal selalu tercapai. Kali ini keinginannya tak terpenuhi. Ditolak oleh seorang pelacur. “Awas kau Inez, tak seorang pun bisa memperlakukanku dengan cara seperti ini. Kau belum tau siapa aku, Suryaningrat. Kamu juga sudah tahu terlalu banyak tentang diriku. Aku akan bikin perhitungan dengan kamu,” kata Pak Surya dalam hati.
Waktu masih menunjukkan pukul setengah 8 malam. Handphone keluaran terbaru milik Inez berdering. “ Halo darling, lagi ngapain nih, udah mandi belum?” kata Pak Surya di ujung telpon.
Inez heran, sudah dua minggu ini Pak Surya tidak datang ke tempatnya. Sudah dua minggu itu pula ia kehilangan salah satu pelanggannya yang paling setia dan loyal.
“Malam ini aku mau membooking kamu untuk long time. Gimana, bisa kan, Say?”kata Pak Surya dengan nafas mendengus. “Bisa aja Pak, tapi kalo dibawah jam 12 malam gini biasanya kena charge 1 juta. Gimana bapak mau gak?” ujar Inez.
“Okay no problem, aku bayar. Nanti kamu dijemput supirku si Jengki. Kamu tunggu aja di parkiran supermarket selatan komplex. Okay aku tunggu ya,” kata Pak Surya menutup pembicaraan.
“Eh liat tuh Si Inez, sore gini udah dapat bookingan longtime, emang tajir banget dia. Cepat kaya dia kalo gini terus,” kata Ivon sambi menghisap rokok kreteknya yang terakhir.
“Ah Ivon, kamu bisanya sewot aja ama temen. Kan Inez emang lagi tajir dan laku sekarang. Ya mbok kamu introspeksi diri dulu dengan tubuhmu yang gembrot itu, he he he,” ujar Sofie berkelakar.
Malam itu Inez tampil sexy. Tubuhnya yang putih mulus, tinggi, dan sintal dibungkus kaos putih ketat bergambar lambang grup musik rock n roll rollingstones dan celana jeans tigaperempat ketat mode termutakhir. Malam ini ia ingin all out melayani Pak Surya, langganan setia yang sudah tidak dijumpainya selama 2 minggu. Bergegas Inez menuju parkiran supermarket di selatan lokalisasi Jangkong.
Setelah menunggu 10 menit di parkiran, sebuah mobil sedan mewah produk Eropa berwarna hitam datang menghampiri Inez. “Kamu Inez ya? Saya diutus Pak Suryo untuk menjemput kamu, silakan naik,” kata supir sedan itu. Inez naik di kursi belakang dan sedan Eropa keluaran terbaru itu kemudian melaju kencang di By pass Ngurah Rai.
Di dalam sedan ternyata ada dua pria lainnya yang duduk di kursi depan dan belakang.
“Halo, kalian siapa ya, kok kita belum kenal. Kita mau kemana nih,” kata Inez membuka pembicaraan..
“Oh ya, nama saya Jack, dan pria di sebelahmu namanya Rony. Kita diminta Pak Surya untuk menyampaikan ini!!” hardik pria bernama Jack sambil menghunus sebilah pisau komando dan menghujamkannya ke tubuh Inez . Pria bernama Rony pun melakukan hal serupa terhadap primadona lokalisasi Jangkong Lestari itu. Inez tak bisa berkutik dan hanya bisa berteriak kesakitan d itengah derasnya hujaman pisau komando yang tajam ke tubuhnya………
Matahari belum muncul sepenuhnya di ufuk timur. Embun masih membasahi daun pepohonan taman di Bypass Nusa Dua. Bu Sari seperti biasa melakukan aktivitasnya sebagai tukang sapu di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Badung. Saat hendak membersihkan got di pinggir Bypass Ngurah Rai, mata Bu Sari tiba-tiba membelalak. Di dasar got tergeletak sesosok mayat wanita dengan darah membasahi sekujur tubuhnya. Mayat wanita berkulit putih dan bertubuh sintal itu mengenakan celana jeans tigaperempat ketat dan kaos putih berlogo rolling stones yang kini merah oleh darah amis. [T]