26 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan

Membaca Bagaimana Peristiwa ‘65 Disembunyikan Lewat Karya Sastra

Ahmad Anif Alhaki by Ahmad Anif Alhaki
November 2, 2019
in Ulasan
16
SHARES
  • Judul Buku                  :  Khotbah
  • Penulis                         : Dwi S Wibowo
  • Penerbit                       : Alpha Centauri
  • ISBN                           : 978-602-3092-29-1
  • Jumlah halaman          : 111

____

Sebagaimana diketahui, kajian mimesis memandang karya seni sebagai tiruan dari kenyataan. Maka dari itu, fenomena sosial termasuk salah satu bahan konstruksi karya seni. Menurut Aristoteles, ketika meniru realita sebenarnya, seniman terlibat dalam proses kreatif untuk menciptakan karya[1]. Dengan demikian, karya seni bukanlah sebenarnya realita, melainkan cerminan kenyataan melalui olah pikir dan imajinasi manusia. Karya seni memiliki macam kategori, salah satunya adalah karya sastra. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat oleh status sosial tertentu[2]. Ikatan status sosial tersebut akan mepengaruhinya dalam menciptakan karya. 

Mengingat bahwa dunia dalam karya sastra merupakan tiruan (mimesis) atas peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (imatitation of reality), maka sering kali dinyatakan bahwa karya sastra merupakan dokumen sosial[3]. Dalam perspektif ini karya sastra adalah sebagai manifestasi kenyataan sosial karena mencatat rekam jejak realitas sosial pada masa tertentu.

Fenomena sosial masa lalu pun bisa saja hadir dalam karya sastra sekarang ini meskipun memiliki rentang waktu panjang dengan fenomena sosial yang diangkatnya sebagai tema. Salah satu sastrawan yang mengangkat tema sosial lama pada karyanya adalah Dwi S Wibowo. Hal itu itu bisa ditemukan dalam antologi cerita pendeknya berjudul Khotbah. Namun, bukan berarti bahwa tema tersebut sudah basi dan tanpa ada hubungan lagi dengan persoalan di masa kini.

Khotbah karya Dwi S Wibowo terbit tahun 2016. Buku yang tebalnya 111 halaman ini terdiri atas 11 cerita pendek. Beberapa tema yang diangkat dalam ceritanya berhubungan dengan peristiwa kelam negeri ini. Salah satunya, yang paling menonjol, adalah tragedi ‘65 yang sampai detik ini masih menyisakan tanda tanya. Tema tersebut dapat ditemui dalam cerpen berjudul “Terumbu Kepala” dan “Belulang Sunyi”.

“Terumbu Kepala” bercerita tentang nelayan yang menemukan tumpukan tulang kepala manusia di dasar perairan Segara Anakan saat mencari ikan. Hal itu kemudian membuatnya ditembak mati oleh polisi yang sedang patroli di tempat ia menemukan tumpukan tulang kepala manusia. Sementara itu, “Belulang Sunyi” bercerita tentang seorang bernama Sunardian Pranoto Wongso yang menemukan tumpukan tulang manusia di dasar Sungai Serayu saat menuruti mimpinya bahwa akan mendapatkan harta di sana. Kemudian Sunardian Pranoto Wongso diancam untuk tidak membuka persoalan tentang tumpukan tulang manusia yang ditemukannya.

Menariknya, dalam buku kumpulan cerita pendek Khotbah karya Dwi S Wibowo tersebut, beberapa cerita yang menyingung peristiwa terkait ‘65, tidak menggambarkan bagaimana peristiwa itu terjadi, tetapi bagaimana peritiwa tersebut disembunyikan. Hal ini berbeda dengan sastrawan yang mengalami peristiwa ’65, seperti Martin Aleida dan Putu Oka Sukanta. Karya-karya Martin Aleida dan Putu Oka Sukanta terkait peristiwa ‘65 lebih banyak mengambarkan bagaimana kejadian dan beban psikologis yang dialami korban. Sebut saja dalam cerpen “Tanah Air” karya Martin Aleida, peraih penghargaan cerpen terbaik Kompas 2016, digambarkan beban psikologi korban eksil atas peristiwa ‘65.  Sementara itu, dalam cerpen “Surat Undangan” karya Putu Oka Sukanta, digambarkan proses penangkapan korban dengan dalih surat undangan. Namun, dalam cerpen “Terumbu Kepala” dan “Belulang Sunyi” karya Dwi S Wibowo yang hidup di masa setelah peristiwa ‘65, lebih digambarkan penyebab-penyebab peristiwa itu kabur dan tersembunyi.

Korban dalam tragedi ‘65 masih kabur dan tersembunyi. Angka-angka yang mencatat jumlah korban dari peristiwa itu masih beraneka ragam. Menurut Liputan Khusus Tempo edisi 1—7 Oktober 2012, dikabarkan bahwa tidak ada angka pasti tentang jumlah korban pembantaian PKI pada 1965. Pada Desember 1965, Soekarno pernah membentuk komisi pencari fakta yang dipimpin oleh Menteri Negara Oie Tjoe Tat untuk mencari tahu jumlah korban pembantain. Namun, karena tidak leluasa bekerja dan khawatir pada reaksi tentara, komisi itu menyimpulkan 78 ribu orang terbunuh. Namun, angka tersebut dipercaya terlalu kecil. Laporan dari Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban menyebutkan korban tewas sekitar 1 juta jiwa. Menurut mantan Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat, Sarwo Edhi Wibowo, setidaknya ada 3 juta orang terbunuh, sedangkan para aktivis kiri mempercayai 2 juta orang yang terbunuh[4].

Hingga hari ini dampak negatif peristiwa ‘65 tidak hilang begitu saja. Kondisi yang memprihatinkan ternyata mengikat para korban dan keluarga korban secara turun menurun. Peristiwa 1965—1966 memiliki dampak sangat merugikan bagi para korban hingga mengalami penderitaan mental (psikologis) maupun tindakan diskriminasi di bidang hak sipil dan politik serta dalam bidang hak ekonomi, sosial, dan budaya[5].

Setelah masa kekuasaan Soeharto berakhir, muncul berbagai macam kalangan dan kelompok masyarakat yang menuntut hak mereka sebagai korban dari kekuasaan Orde Baru. Salah satunya adalah International People’s Tribunal (IPT) yang merupakan badan legal-formal yang dibentuk dalam rangka menyelenggarakan Pengadilan Publik Internasional pada Kejahatan Terhadap Kemanusiaan 1965 dan kegiatan advokasi lainnya terkait kasus 1965. Yayasan International People’s Tribunal secara resmi berdiri pada 18 Maret 2014 di Belanda dan memiliki sekretariat yang berlokasi di kota Amsterdam. Yayasan IPT 65 sendiri memiliki tujuan memperbaiki kecenderungan sejarah yang menyepelekan dan mengaburkan kejahatan-kejahatan dalam peristiwa 1965 di Indonesia[5].

Fareza Rahman (2018: 35) mengatakan bahwa temuan serta putusan dari hasil persidangan publik internasional 1965 yang berlangsung pada 10—13 November 2015 dan dibacakan selang sembilan bulan pascapersidangan. Laporan dari keputusan final pengadilan publik internasional 1965 ini memuat 10 temuan tindakan pelanggaran HAM berat seperti kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida. Dari 10 temuan tersebut, Indonesia dinyatakan bersalah dan harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat yang telah terjadi. Sepuluh temuan tersebut adalah pembunuhan, pemenjaraan, penyiksaan, perbudakan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda, keterlibatan negara lain, dan genosida (IPT 65 2017)[5].

Pelanggaran yang direspon dalam cerpen “Terumbu Kepala”dan “Belulang Sunyi”, salah satunya, adalah genosida. Hal tersebut tersirat dalam ceritanya, yaitu  menemukan tumpukan tulang para korban. Namun, jumlah korban masih menjadi tanda tanya karena variasi angka-angka penelitian terkait jumlah korban terbunuh. Yang diangkat dalam cerita pendek ini adalah persoalan alasan peristiwa itu masih menjadi tanda tanya sampai saat ini. Dwi S Wibowo sebagai pencipta karya meletakkan dasar bahwa semua itu tidak lepas dari upaya untuk menyembunyikan korban-korban peristiwa ‘65. Berikut adalah kutipan cerita pendek “Terumbu Kepala”.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya seorang di antara mereka, mungkin komandannya.

“Kepala, Pak! Banyak kepala di bawah sana.” Antara takut dan gugup, ia menceritakan apa yang baru saja dilihatnya di dalam air.

Dengan ekspresi dingin, komandan itu menjawab, “Ya, kami sudah tahu.” tangannya segera meraih pistol di pinggang, dan…

Membaca cerita tersebut secara utuh akan membawa kesimpulan bahwa matinya nelayan dalam cerita itu disebabkan oleh ketakutan akan terbukanya rahasia yang sengaja disembunyikan. Hal serupa juga digambarkan dalam cerita pendek berjudul “Belulang Sunyi”. Berikut kutipan “Belulang Sunyi” yang menggambarkan bagaimana ancaman untuk tidak membuka persoalan terkait korban ‘65 yang penuh dengan tanda tanya itu.

“Jangan membuka luka lama,” bentak seorang dari mereka yang memakai penutup muka, “atau kamu akan memiliki luka baru!”

Sunardian ditodong kepalanya.

Semua kutipan di atas diambil dari kedua cerpen yang sama-sama mengangkat tema terkait peristiwa kelam ‘65. Membaca kedua cerita dalam kumpulan cerpen Khotbah tersebut seakan membaca tentang bagaimana peristiwa kelam ‘65 itu sengaja disembunyikan.

Dwi S Wibowo telah mengangkat isu sosial ke dalam cerpennya. Isu sosial yang diangkat ke dalam beberapa cerpen yang memiliki rentang waktu jauh sebelum ia lahir tentunya ditempa oleh literatur dan cerita yang didapatkannya. Bahan yang didapatkan tersebut sesuai dengan yang disampaikan Aristoteles: ketika meniru realita, sebenarnya seniman terlibat dalam proses kreatif. Maka dari itu, Dwi S Wibowo membubuhi karyanya dengan kreativitas tersendiri. Kreativitas tersebut merespons mengapa tragedi ‘65 masih menyisakan ragam tanda tanya. Kemudian sampailah pada persoalan bahwa korban terkait peristiwa ‘65 sengaja disembunyikan. Pertanyaannya adalah: siapa yang menyembunyikan?

Rujukan:

  • Darma, Budi. 2019. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
  • Purwadi. 2009. Pengkajian Sastra Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka.
  • Emzir, Rohman. 2016. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
  • Dikutip dari Liputan Khusus Tempo edisi 1-7 Oktober 2012.
  • Rahman, Fareza. 2018. Peran Internasional People’s Tribunal 1965 dalam Upaya Advokasi Korban Peristiwa 1965-1966 Indonesia. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 7.
Tags: Bukuresensi buku
Ahmad Anif Alhaki

Ahmad Anif Alhaki

Biasa dipanggil Anif. Lahir di Sumatera Barat. Saat ini berstatus sebagai mahasiswa di jurusan Penidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali. Tak tahu hobinya apa, tapi merasa senang menulis.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Poster film unggulan DDFF 2019. (Foto: FB?Tonny Trimarsanto A)
Ulasan

Kesopanan Tak Perlu dalam Sinema #Catatan Kurator Denpasar Documentary Film Festival 2019

Tidak seperti perkembangan film fiksi pendek dan panjang yang mencerahkan langit perfilman Indonesia, film dokumenter pendek dan panjang masih berada ...

September 30, 2019
Esai

Budaya Kitab dan Laku yang Hilang

Ada hal-hal menarik yang ingin saya lupakan. Memori tak cukup untuk menyimpannya. Namun jika dibuang begitu saja, saya seolah memperlakukan ...

December 14, 2020
Ilustrasi internet
Esai

Memimpin Atas Dasar Tri Ulahing Budhi

Balaya sriyai yasase abhisicami - (Yajurveda XX. 3) Wahai pemimpin, engkau dinobatkan untuk memberikan kekuatan, kemakmuran, dan kemahsyuran kepada rakyat. ...

November 18, 2019
Esai

Kaya

KOPLAK menggaruk kepalanya yang tidak gatal.  Juga lehernya. Segelas kopi hitam dihirupnya pelan-pelan. Sambil membaca koran pagi, isinya begini: Badan ...

February 16, 2018
Pameran MilitanArt di Malang
Khas

“Letupan Erupsi Semesta Raga” – Pameran MilitanArt di Malang

Kelompok Perupa Bali yang selama ini kosisten berkarya dan berpameran, Militan Art adalah nama kelompok perupa yang dibangun mengairahkan insan ...

May 11, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Menjangan Seluang [Foto: Michael Gunther]
Esai

Kenapa Orang Bali Tidak Memuja Arca-Lukisan Penulis Kitab?

by Sugi Lanus
February 26, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1413) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (477) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In